Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (KAPPRT) menyesalkan sikap dan pendapat dari anggota DPR Jamal Aziz dan Nurul Arifin yang tidak setuju dengan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (RUU PPRT). Keduanya menganggap RUU PPRT merusak tatanan bangsa.
"Kami menyesalkan sikap kedua anggota DPR tersebut yang tidak memiliki sensitifitas terhadap PRT sebagai pekerja dan bekerja dalam situasi rentan kekerasan," begitu keterangan pers KAPPRT yang diterima redaksi menanggapi rapat harmonisasi yang dilakuakan Badan Legislasi dan Anggota Komisi IX DPR RI, siang tadi, Rabu (5/6).
Jamal dan Nurul lebih membahas praktek di rumah masing-masing daripada melihat fakta situasi PRT yang mengalami pelanggaran hak-hak dan kekerasan.
Bahkan Jamal Aziz secara terus terang mengatakan sebagai pemilik PJTKI, dia menentang pembatasan usia minimum PRT dan menentang pendidikan pelatihan bagi PRT karena mereka cukup dilatih oleh majikan.
Sementara Nurul Arifin mengatakan secara pribadi dirinya keberatan atas RUU PPRT karena menempatkan negara sebagai terdakwa. RUU PPRT mengandung liberalisasi karena merusak tatanan bangsa, dan sangat materialistik karena menjadikan PRT sebagai pekerja.
"Tidak benar bahwa RUU PPRT merusak tatanan bangsa. Justru RUU PPRT dimaksudkan untuk menghapus praktek budaya feodal dan perbudakan yang telah berlangsung berabad-abad dengan berbagai bungkus istilah dan dalam hubungan kerja tanpa batasan dan ditentukan oleh majikan."
KAPPRT menilai sikap Jamal dan Nurul sebagai bentuk menutup mata terhadap 653 kasus kekerasan terhadap PRTÂ dimana 30 persen diantaranya adalah PRTA dan 80% kasus adalah multi kekerasan termasuk upah yang tidak dibayar. Menurut KAPPRT, apa yang terjadi di Arab Saudi dan Malaysia adalah sama juga terjadi di Indonesia.
"Apakah Jamal Aziz sebagai pemilik PJTKI dan Nurul Arifin juga akan mengatakan hal sama atas nasib PRT migran bahwa perlindungan PRT migran akan merusak tatanan (tatanan Arab Saudi dan tatanan Malaysia-negara tujuan)? Sebagai wakil rakyat, keduanya seharusnya mengedepankan kepentingan rakyat dan kaum pekerja yang termarginalkan yaitu salah satunya PRT," begitu tertulis lagi dalam keterangan pers KAPPRT yang merupakan gabungan dari KSPI, KSPSI, KSBSI, JALA PRT, JARI PPTKILN.
KAPPRT menegaskan RUU PPRT didukung oleh serikat buruh/pekerja termasuk Majelis Pekerja Buruh Indonesia dengan 3 konfederasi sp/sb KSPI, KSBSI, KSPSI dan 9 federasi. Tidak benar tudingan Nurul yang mengatakan bahwa RUU ini tidak didukung oleh pekerja lainnya. Justru buruh/pekerja telah menggalang langkah maju solidaritas sebagai rakyat dan kaum pekerja.
Dikatakan, Negara melalui pemerintah dan DPR harus bertanggungjawab untuk melindungi warga negaranya yang bekerja sebagai PRT dan tidak menyerahkan nasib PRT kepada majikan yang sangat beragam dan tanpa rambu-rambu. Justru tugas negara adalah memastikan warga negara satu sama lain untuk saling menghargai dan menghormati hak dan kewajiban yang berkeadilan.
"Kami akan terus memantau, mengawal dan mendesak agar pembahasan RUU PPRT terus berlangsung dan dituntaskan hingga menjadi UU Perlindungan PRT yang dengan isi mencerminkan perlindungan dan keadilan untuk PRT."
[dem]