Berita

ilustrasi

On The Spot

Dibuka Dua Pekan Lalu, Cuma Didatangi 6 Pelamar

Pendaftaran Hakim Ad Hoc Tipikor Sepi
JUMAT, 31 MEI 2013 | 09:12 WIB

Layar komputer di meja Aris dibiarkan menyala. Sepanjang hari itu, tak ada satupun data pelamar yang di-input-nya. Hari itu memang tak ada orang yang memasukkan berkas lamaran untuk jadi hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). Suasana pun sangat sepi.

Sepinya pelamar posisi hakim yang menangani perkara-perkara korupsi ini sudah berlangsung sejak pendaftaran dibuka 15 Mei lalu. Tempat pendaftaran di ruang personalia di lantai dua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Dua pekan sejak pendaftaran dibuka, baru enam orang yang datang untuk memasukkan lamaran.  Namun, hanya empat pelamar yang sudah menyerahkan dokumen persyaratan lengkap.

“Dua orang untuk tingkat pertama. Dua orang lagi untuk tingkat banding,” kata Aris yang ditunjuk menjadi petugas penerima pendaftaran hakim ad hoc Tipikor.

Dua pelamar lainnya diminta untuk melengkapi dokumen persyaratan. “Pelamar tidak bawa surat keterangan sehat dan hasil laboratorium bebas narkoba. Kalau belum lengkap, ya kita kembalikan. Suruh datang lagi kalau lengkap,” terangnya.

Aris tak terlalu risau mendapati orang yang melamar untuk jadi hakim ad hoc Tipikor hanya sedikit. “Biasanya pelamar baru ramai beberapa hari menjelang penutupan,” kata pria yang dipercaya sebagai petugas penerima pendaftaran hakim ad hoc Tipikor sejak angkatan pertama tahun 2008 lalu. 

Aris lalu menuturkan pengalamannya menerima pendaftaran hakim ad hoc Tipikor angkatan III dua tahun lalu. Saat itu, di hari terakhir ada 30 orang yang mendaftar. Kebanyakan berlatar belakang advokat. Aris dan tiga rekannya yang bertugas menerima pendaftaran sampai kewalahan.

Rencananya, pendaftaran hakim ad hoc Tipikor angkatan V ditutup 13 Juni mendatang. Masih ada waktu sekitar dua pekan bagi mereka yang berminat jadi hakim Tipikor memasukkan lamaran

Selain advokat, menurut Aris, para staf di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga berminat jadi hakim ad hoc Tipikor. “Panitera pengganti, dan panitera muda biasanya ikut. Itu juga sama, akhir-akhir daftarnya.”

Kebiasaan memasukkan lamaran menjelang penutupan itu, kata Aris, lantaran banyak dokumen yang diserahkan. Syarat untuk menjadi hakim ad hoc Tipikor, yakni pendidikan minimal sarjana hukum dan memiliki pengalaman di bidang hukum minimal 15 tahun.

Selain itu, pelamar perlu melampirkan 15 dokumen. Yakni surat lamaran, fotokopi ijazah terakhir yang dilegalisir, surat keterangan berbadan sehat dari rumah sakit pemerintah, surat keterangan bebas narkoba yang dilampiri hasil pemeriksaan laboratorium dari rumah sakit pemerintah.

Kemudian, surat keterangan tidak pernah dihukum dari pengadilan negeri, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), surat pernyataan tidak menjadi anggota salah satu partai politik di atas kertas bermaterai Rp 6.000, surat pernyataan bersedia melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lainnya selama menjadi hakim ad hoc di atas kertas bermaterai Rp 6.000.

Selain itu, melampirkan surat pernyataan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia di atas kertas bermaterai Rp 6.000, surat izin tertulis dari atasan bagi pelamar berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Surat pernyataan bersedia mengganti biaya seleksi dan pendidikan apabila mengundurkan diri sebagai hakim ad hoc sebesar nilai yang ditetapkan oleh panitia di atas kertas bermaterai Rp 6.000.

Terakhir, pas foto terbaru ukuran 4x6 berwarna sebanyak empat lembar, fotokopi KTP, akta kelahiran dan daftar riwayat hidup.

Pengamatan Rakyat Merdeka, di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak ada satu pun petunjuk mengenai tempat pendaftaran hakim ad hoc Tipikor.  Setelah bertanya kepada satpam di lobi, baru ditunjukkan tempat pendaftaran ada di ruang personalia di lantai dua.

Naik ke lantai dua lewat tangga, kembali tak ada petunjuk ke ruangan yang dimaksud.  Menyusuri ruang-ruang di lantai itu ada sebuah ruangan yang di depannya dipasang papan nama “Ka Sub Bag Personalia”.  Masuk ke dalam, seorang staf di sini membenarkan ruangan ini jadi tempat pendaftaran hakim ad hoc.

Empat meja yang ditata berhadapan dijadikan tempat pendaftaran. Di meja-meja ini tak ada papan nama yang menunjukkan tempat pendaftaran. Sebab, sehari-hari ini memang meja kerja staf Bagian Personalia.

Hingga pukul empat sore tak terlihat ada pelamar yang datang. “Biarin aja nggak ada yang daftar juga,” kata Aris yang menunggu sampai waktu pendaftaran tutup pukul setengah lima sore.

Mahkamah Agung (MA) mengumumkan pembukaan lowongan hakim ad hoc Tipikor angkatan V tahun 2013 sejak 13 Mei lalu.  Mulai angkatan ini, perekrutan hakim ad hoc Tipikor diperketat.

“Jangankan calon yang terindikasi kasus hukum, orang yang menelantarkan anak dan istri saja bakal nggak lulus,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur.

Mereka yang melamar hakim ad hoc Tipikor bakal diumumkan. Masyarakat dipersilakan untuk memberikan masukan mengenai sepak terjang pelamar.

“Boleh (melaporkan), tapi jangan fitnah ya. Nanti Pengadilan Tinggi (PT) setempat akan mengecek kebenarannya. Apakah dia benar hidupnya dari siang pulang malam, pulang pagi mabuk-mabukan. Nanti PT setempat akan memverifikasinya,” kata Ridwan.

Berkaca dari seleksi sebelumnya, MA banyak menerima laporan rekam jejak yang baik yang membuat calon gugur. Lantaran itu, MA tidak menargetkan jumlah hakim  yang akan diambil dari seleksi kali ini.

“Kayak kemarin kita minta yang ikut tes 400 lebih, tapi yang lulus cuma empat orang. Nanti tergantung hasil kelulusan saja,” kata Ridwan.

“Kami Seperti Makan Buah Simalakama...”

Beberapa hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) terlibat suap dalam memutus perkara. Pada 17 Agustus lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kartini Magdalena Marpaung dan Heru Kisbandono.

Kartini adalah hakim ad hoc di Pengadilan Tipikor Semarang. Sedangkan Heru hakim ad hoc Pengadilan Tipokor Pontianak. Sebelum dipindah tugas, Heru Heru kolega Kartini di Pengadilan Tipikor Semarang.

Keduanya ditangkap KPK dengan barang bukti uang Rp 150 juta di halaman gedung Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membawahi Pengadilan Tipikor.

Hasil penyidikan KPK, uang Rp 150 juta dari Sri Datuti itu untuk mempengaruhi putusan perkara dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas yang melibatkan M Yaeni, Ketua DPRD Kabupaten Grobogan. Sri Datutik adalah adik Yaeni.

Perkara itu ditangani Kartini dan Heru. Kartini dinyatakan bersalah menerima suap. Dia pun divonis menerima hukuman penjara selama delapan tahun pada 18 April lalu. Juga dikenakan denda Rp 500 juta subsider lima bulan penjara.

Sedangkan Heru diganjar hukuman 6 tahun. Ia juga wajib membayar denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara.

Tiga hakim ad hoc Tipikor di Bandung tengah dikorek keterlibatannya dalam kasus suap kepada Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tejocahyono.

Ketiganya, yakni Ramlan Comel dan Djodjo Djohari, hakim  ad hoc Pengadilan Tipikor Bandung. Lalu Pontian Mundir hakim  ad hoc Pengadilan Tinggi Tipikor Jawa Barat.

Hakim Setyabudi ditangkap KPK karena menerima suap Rp 100 juta. Suap itu diduga berhubungan dengan putusan kasus korupsi dana Bantuan Sosial Pemkot Bandung senilai 66,6 miliar. Kasus ini menyeret-seret Walikota Bandung Dada Rosada.

Kasus-kasus suap yang menyeret hakim ad hoc Tipikor itu membuat MA lebih ketat dalam proses seleksi hakim yang akan menangani perkara korupsi. Cacat sedikit saja, bisa membuat pelamar gugur. Diperkirakan hanya sedikit yang lolos.

“Kalau kita menerima kelulusan yang sangat sedikit dalam rekrutmen, kita mengalami pengadilan Tipikor yang kekurangan hakim  ad hoc. Semua kurang. Ini sangat dilematis,” kata Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.

“Kami sama dengan memakan buah simalakama,” kata Hatta Ali.  [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Masih 41,7 Persen, Ini PR Buat Kemenperin

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:01

Gibran Puji Makan Bergizi Gratis di Jakarta Paling Mewah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:56

Netanyahu: Israel Sukses Bunuh Dua Calon Penerus Hizbullah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:50

Gibran Ngaku Ikut Nyusun Kabinet: Hampir 100 Persen Rampung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:47

Jokowi Dipastikan Hadiri Acara Pisah Sambut di Istana

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:39

Mampu Merawat Kerukunan, Warga Kota Bekasi Puas dengan Kerja Tri Adhianto

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Turki Kenakan Tarif Tambahan 40 Persen untuk Kendaraan Tiongkok, Beijing Ngadu ke WTO

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Dasco Kasih Bocoran Maman Abdurrahman Calon Menteri UMKM

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:31

Maroko Dianugerahi World Book Capital UNESCO 2026

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:27

Heru Budi Bareng Gibran Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMAN 70

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:20

Selengkapnya