Pemberitaan jamsostek yang tidak dibayarkan selama sebelas tahun bekerja dan berakhir dengan pemutusan hubungan kerja sepihak (PHK) mendapat tanggapan serius dari kalangan DPRD Propinsi Banten.
Kasus yang menimpa Lilik Siswadi, karyawan PT Unimax Cipta Busana, anak perusahaan dari PT Maxistar Intermoda Indonesia, yang diberitakan media nasional itu, jika tidak diperhatikan akan menjadi preseden buruk bagi kehidupan perburuhan nasional.
"Saya telah mempelajari kasus ini dan banyak hal yang mencurigakan. Bahkan saya telah membaca surat tanggapan dari PT Unimax Cipta Busana yang dimuat di salah satu media nasional. Di media itu, Nurdin Setiawan GM atas nama PT Unimax Cipta Busana tidak menjawab substansi yang ditanyakan oleh karyawan, malah persoalan yang bukan substansi yakni utang karyawan dibeberkan. Maksudnya apa ya ?" ujar Ananta Wahana, anggota DPRD Propinsi Banten dari Fraksi PDI Perjuangan, Kamis (30/5).
Jamsostek, jelas Ananta Wahana, adalah bersifat wajib dan memiliki sanksi pidana bagi perusahaan atau pengusaha yang tidak menjalankan. Berdasarkan Undang Undang No 3/1992, selain jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK), perusahaan wajib membayar program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT) bagi karyawannya.
Untuk jaminan pemeliharaan kesehatan perusahaan bisa menyelenggarakan sendiri dengan mengganti dengan program kesehatan yang lain. Hanya saja tiga kewajiban lain yakni JKM, JHT dan JKK, perusahaan wajib membayarkannya.
Ananta menegaskan bahwa dirinya akan berkoordinasi dengan pihak terkait termasuk dengan dinas tenaga kerja setempat, PT Jamsostek dan juga akan mengadakan kunjungan ke perusahaan tersebut untuk mengadakan audit kepesertaan jamsostek bagi karyawannya.
Jika ada karyawan yang tidak dibayarkan jamsosteknya selama sebelas tahun seperti yang dialami Lilik Siswadi, dijelaskan lebih dalam, hal itu bukanlah lalai tetapi kesengajaan. Dalam audit nanti bisa terlihat apakah perusahaan sama sekali tidak membayarkan jamsostek, atau hanya mendaftarkan sebagian karyawannya saja dan atau juga mendaftarkan kepesertaan tetapi memanipulasi data gaji karyawan. Audit ini tidak hanya untuk kepentingan yang bermasalah tetapi juga untuk karyawan PT Unimax Cipta Busana atau PT Maxistar Intermoda Indonesia.
"Belajar dari kasus jamsostek tersebut, kita bisa melihat kasus PHK itu apakah bisa diterima atau tidak. Dengan tidak dibayarkannya jamsostek selama sebelas tahun bekerja, perusahaan telah melakukan tindak sewenang-wenang. Dan itu tidak menutup kemungkinan bahwa proses PHKpun dilakukan dengan sewenang-wenang," ujar pria asal Surakarta ini.
Dijelaskan lebih lanjut, pihak terkait juga harus segera memeriksa Hitesh Chhaya, yang dalam surat tanggapan di media nasional itu, oleh PT Unimax Cipta Busana diaku sebagai penasehat (advisor) perusahaan. Praktik yang terjadi, perusahaan sering menunjuk seseorang sebagai penasehat, apalagi orang asing, namun sebenarnya dia adalah orang tertinggi yang memberi keputusan manajemen.
Ananta Wahana mengaku, memiliki bukti bahwa Hitesh Chhaya adalah pengambil keputusan di perusahaan tersebut.
Berdasarkan data yang ada, Ananta mengungkapkan, Hitesh Chhaya adalah juga salah satu direksi di PT Cipta Busana Jaya, yang satu atap dengan PT Unimax Cipta Busana.
"Oleh karena itu, perlu dipertanyakan, apa hubungannya antara PT Cipta Busana Jaya, PT Unimax Cipta Busana dan PT Maxistar Intermoda Indonesia," tegasnya.
Lilik Siswadi diPHK secara sepihak oleh PT Unimax Cipta Busana anak perusahaan PT Maxistar Intermoda Indonesia, pimpinan Hitesh Chhaya, seorang WNA, Kamis (23/5). Sebelumnya, pada tanggal 14-15 Mei, sebanyak 13 media masa memberitakan pengakuan Lilik Siswadi yang telah bekerja 11 tahun tapi jamsosteknya tidak dibayarkan oleh PT Unimax Cipta Busana yang sebelumnya bernama PT Benwin Intercorp Indonesia. Sebelum dipindahkan ke PT Unimax Cipta Busana, Lilik Siswadi adalah karyawan PT Maxistar Intermoda Indonesia.
[dem]