Berita

ilustrasi/ist

Politik

Pemerintah Berpotensi Langgar UU Cukai

JUMAT, 24 MEI 2013 | 15:59 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Langkah pemerintah menaikkan cukai rokok terhadap industri nasional hasil tembakau berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai pemerintah saat ini telah keluar dari patron demi mengejar penerimaan negara.  

"Ada setting yang salah di sini.  Cukai itu bukan instrumen utama dalam penerimaan negara," ujar Latif kepada wartawan di Jakarta, Jumat (25/5).

Latif mengatakan, cukai seharusnya digunakan sebagai instrumen untuk mengontrol konsumsi suatu produk atau barang. Menurut dia pemerintah saat ini menggunakan pendekatan parsial dalam mengoleksi penerimaan negara.  Padahal, lanjut ia, semakin ekspansif kenaikan cukai terhadap produk tertentu, dapat berimplikasi pada penurunan pendapatan dari sumber penerimaan negara lainnya seperti pajak.  


"Kalau saya melihatnya sekarang ini parsial, begitu pemerintah tidak mampu memenuhi target pajak, maka kemudian instrumen cukai yang dimainkan. Ini istilahnya masuk kantong kiri keluar kantong kanan," katanya.

Sebagaimana diwartakan, belum lama ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 78/PMK.011/2013 tentang Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau terhadap Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang Memiliki Hubungan keterkaitan. Peraturan ini merevisi PMK 191/PMK.04/2010 tentang Perubahan atas  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai Untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil Tembakau.  Peraturan ini tujuan utamanya menaikkan cukai tembakau yang mengarah kepada "single tarif" antara perusahaan kecil dengan perusahaan besar pada tingkat tarif tertinggi.

Menurut Latif, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu, secara sewenang-wenang menaikkan cukai rokok dengan berbagai alternatif kebijakan. Pemerintah mengabaikan mandat UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Pada Pasal 5 ayat 4 disebutkan bahwa kenaikan itu perlu memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri dan harus mendapatkan persetujuan DPR. Namun pada prakteknya, menurut Latif, pemerintah seringkali memakai 'kaca mata kuda" dalam menggenjot penerimaan Negara.

"Pemerintah menggunakan pendekatan parsial dan perspektif kaca mata kuda," tegasnya. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya