Eza merasa diperlakukan tidak adil. Ia memelas, sebagai orang susah harusnya hukuman diperingan lagi.
Setelah mendengarkan keterangan beberapa saksi di sidang-sidang lalu, terdakwa Eza Gionino mendengarkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam penjelasannya, JPU Tiara Zara menyatakan, Eza terbukti bersalah melakukan tindak pidana kekerasan.
“Eza bersalah dalam tindak pidana penganiayaan. Menjatuhkan pidana penjara lima bulan dikurangi masa tahanan,†ucap Tiara di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.
Jaksa melanjutkan, meski Eza dinilai kooperatif selama proses persidangan, namun hal itu tak mengesampingkan fakta ia telah melukai mantan kekasihnya, Ardina Rasti.
“Unsur tindak pidana yang dituduhkan terbukti secara sah berdasarkan pasal 351 ayat 1. Dengan pertimbangan perbuatan terdakwa membuat luka saksi Ardina Rasti,†tuturnya.
Semua bukti berupa Blackberry dan iPhone dikembalikan ke Rasti. “Terdakwa membayar biaya perkara Rp 2.000,†lanjut jaksa.
Meski tuntutan cuma lima bulan dipotong masa tahanan, namun Eza tetap tidak tidak bisa menerima. Sampai saat ini, pesinetron Putih Abu-Abu ini tidak pernah merasa menganiaya Ardina Rasti seperti yang didakwakan.
“Dengan tuntutan ini, saya nggak bisa terima, karena semua berbeda dengan apa yang saya rasakan,†ujar Eza, ditemui usai persidangan.
Dengan nada memelas, pesinetron ganteng ini bilang sudah menerima perlakuan menyakitkan selama proses persidangan. Dia tetap yakin bahwa dirinya tidak bersalah. “Saya sudah susah, saya tidak minta orang untuk percaya sama saya, tapi saya berharap orang bebas menilai apa yang terjadi,†cetusnya.
Sebelumnya, Eza mengaku tak mengetahui Rasti merekam insiden ‘penganiayaan’ itu. Ia pun membantah jika terjadi tindak pemukulan.
“Kalau didengarkan semuanya, ada suara kresek dan gubrak, saat suara di tempat tidur. Saya jadi ingat dia sempat bilang jangan tampar aku. Saya tidak tahu posisinya direkam saat saya berantem. Saya nggak menampar,†ucap Eza usai sidang, Rabu (15/5).
Ia merasa telah dijebak melalui percekcokan yang direkam saat itu. “Kalian pikir saja, sampai dia ngerekam niat dia apa, itu sudah terlihat niat dia mau masukin ke penjara,†tuturnya.
Kekecewaan pun datang dari pengacaranya, Hendarsam Marantoko. Dirasakan, tuntutan dari JPU tidak adil.
“Dalam tuntutan JPU tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Itu semua dakwaan di
copy paste,†kata Hendarsam.
“Sama-sama kita ketahui bahwa saksi yang melihat kejadian tidak ada. Saksi semua bilang katanya tidak ada yang melihat jelas,†paparnya lagi.
Lebih lanjut, Eza akan melakukan pembelaan sesuai fakta yang sebenarnya.
“Kami akan membacakan pledoi di hari Senin, 27 Mei. Apakah pembelaan kami sudah sesuai dengan fakta persidangan,†tukas Hendarsam.
Sebaliknya Erna Santoso, ibunda Rasti, menilai tuntutan JPU atas Eza terlalu ringan. Sebabnya, JPU hanya mengenakan hukuman paling rendah dari pasal 351 ayat 1. “Saya kecewa, itu nggak sebanding dengan apa yang dia (Eza) lakukan terhadap anak saya,†ujar Erna.
Ibu berjilbab ini tetap yakin, hakim tidak timpang pilih dengan memberikan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang dilakukan Eza terhadap anaknya, hingga menyebabkan trauma yang mendalam bagi Rasti.
“Saya mengharapkan hakim untuk menegakkan hukum sesuai dengan yang berlaku, bukan karena ada sesuatu. Kita percaya majelis hakim akan memberikan keputusan yang terbaik untuk Rasti,†harap Erna.
Tak seperti biasanya, Rasti absen di persidangan. Menurut Erna, anaknya sedang berada di Bangkok, Thailand, untuk keperluan syuting. Karena itu, Erna hanya didampingi Aldi Firmansyah, pengacara Rasti dan beberapa kerabat lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]