Berita

ilustrasi/ist

Birokrat Nakal Membuat Pengusaha Enggan Investasi

SENIN, 13 MEI 2013 | 20:16 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

Sangat disesalkan kasus dugaan pemalsuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dipakai oleh sejumlah oknum pejabat di birokrasi pemerintahan dan sejumlah pengusaha nakal, karena itu akan menganggu jalannya investasi di industri pertambangan dan energi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) mengatakan, kasus yang terindikasi merupakan upaya pemalsuan IUP seperti yang terjadi di Konawe Utara jelas merupakan salah satu contoh kecil yang mengganggu iklim investasi di industri tambang dan mineral di negeri ini.

"Mental-mental birokrat korup dan pengusaha nakal ini banyak muncul dan menjadi benalu bagi pertumbuhan industri yang seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian di negeri ini jika dikelola dengan benar dan jujur," ujar Ketua APEMINDO, Poltak Sitanggang dalam keterangan pers di Jakarta, (Senin, 13/05).


Pernyataan itu menaggapi kasus pemalsuan IUP yang diklaim sebagai revisi IUP di Konawe Utara yang melibatkan dua perusahaan tambang nikel yaitu PT. Stargate Pasific Resources (SPR) dengan PT. Cipta Djaya Surya (CDS). Dalam hearing di DPRD Konawe Utara yang dihadiri oleh perwakilan PT SPR, Ketua DPRD dan Ketua Komisi B DPRD Konut, serta perwakilan para Kepala Dinas di Pemkab Konawe Utara terungkap bahwa IUP 191 diragukan keasliannya.

Tidak hanya itu Kepala Dinas Pertambangan Konawe Utara, Amrin bahkan menegaskan bahwa pihaknya belum pernah melegalisir ataupun mengajukan IUP 191 tahun 2011 yang dimaksudkan merevisi IUP 388 tahun 2008 yang dipegang oleh PT. Stargate Pasific Resources.

"Bila sampai terbukti bahwa pemalsuan tersebut ternyata melibatkan birokrasi di level manapun, maka sudah selayaknya pemerintah melakukan instropeksi serius sekaligus pengawasan ketat terhadap jajarannya. Karena tanpa mereka sadari, korupsi dan pungli di jajaran birokrasilah penyebab utama enggannya investor masuk ke kenegeri ini dan penyebab matinya pengusaha nasional. Bukan karena mereka tidak memiliki modal tapi lebih karena biaya sosial dan politik yang sebenarnya adalah pungli dan korupsi yang lebih besar dari nilai investasi sebenarnya di bidang ini yang membuat mereka jera dan kapok berbisnis di Indonesia," tandas Poltak.

"Ketika itu dilakukan oleh pejabat dan birokrat kesalahannya menjadi sangat jelas dan berlipat ganda. Mereka merampok kekayaan alam negeri ini dengan terencana dan terstruktur, ini mengerikan," bebernya.

Lebih jauh Poltak menjelaskan Apemindo sebagai tempat berhimpun para pengusaha mineral nasional tidak akan pernah mundur dalam memberikan kritik membangun dan koreksi mendasar terhadap perilaku yang tidak sehat yang menimpa industri pertambangan mineral nasional.

Jadi tidak hanya pemerintah nantinya, kalau ada pengusaha lokal maupun asing yang nakal dan justru menjalankan praktik-praktik curang dan illegal dalam usahanya pasti akan berhadapan dengan kami. Karena kata Poltak, kesejahteraan masyarakat yang dijamin dengan UUD 1945 dan turunannya itu lebih dari apapun juga dan tidak bisa di khianati dengan praktik-praktik korupsi, memperkaya diri sendiri serta kegiatan curang lainnya yang merampok kekayaan alam di negeri ini.
"Pedomannya jelas kekayaan negeri ini dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat seperti tertuang di Pasal 33 UUD 1945 dan mendasari UU yang berdiri dibawahnya, termasuk UU no.4 Tahun 2009 yang hingga kini implementasinya masih tidak jelas," jelas Poltak.

Dia menambahkan sejumlah izin tambang yang dikeluarkan oleh para Kepala Daerah diduga banyak bermasalah dan tumpang tindih.

"Sejumlah kasus yang mencuat di permukaan mengisyaratkan bahwa proses pemberian izin di level kepala daerah seringkali mengabaikan ketentuan yang seharusnya berlaku dan cenderung dipergunakan untuk memperkaya diri sendiri ataupun kelompok," pungkasnya. [rsn]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya