Berita

ilustrasi, Rusun Marunda

On The Spot

Korban Banjir Pun Tahu Mulyadi Punya Rusun

Ngintip Unit Rusun Marunda Milik Lurah Warakas
SENIN, 06 MEI 2013 | 09:49 WIB

Suasana di Tower Pari Blok A Rumah Susun (Rusun) Marunda tampak lengang, akhir pekan lalu. Di lantai satu, pintu unit bernomor 1.20 tampak tertutup rapat dan dikunci. Semilir angin yang menerobos melalui lubang ventilasi, menyingkap gorden penutup jendela.

Terlihat ruang tamu unit rusun berukuran 6x6 meter itu diisi meja dan kursi. Empat kursi dan meja diletakkan di depan unit, menempel di dinding. Dari kondisinya tampaknya unit rusun ini telah ditempati. Namun hingga sore, penghuni belum kembali.

Derit suara pintu dibuka terdengar dari unit bernomor 1.01. Unit ini terletak persis di hadapan unit bernomor 1.20. Nasrullah, kepala keluarga yang menghuni unit ini baru bangun dari tidur siangnya. Sabtu lalu, dia menikmati hari libur bersama di istri dan seorang anaknya di unit yang berukuran 36 meter persegi itu.

Unit yang ditempati Nasrullah dan keluarganya terdiri dari ruang tamu yang menyatu dengan ruang keluarga, dua kamar tidur, satu kamar mandi dan dapur.

Bentuk, ukuran dan desain unit di rusun sama. Beberapa penghuni telah melapis lantai beton dengan keramik.

Nasrullah menyandarkan punggungnya  di kursi kayu di depan unit rusun yang ditempatinya. Ketua RW 10 di rusun ini tahu tetangga di seberangnya sedang pergi.  “Suaminya lagi pendidikan, tadi siang ada istrinya,” ujar Nasrullah.

Penghuni unit itu, ungkap dia, bernama Tio yang tengah menempuh studi kapten di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Kampusnya hanya 100 meter dari rusun ini.

Tio, masih kata Nasrullah, bukan pemilik unit rusun bernomor 1.20. Dia mengontrak unit itu dengan harga sewa Rp 1,25 juta per bulan. Pemiliknya Mulyadi, Lurah Warakas, Jakarta Utara.

Mulyadi menjadi terkenal setelah menolak mengikuti uji kompetensi lurah yang digagas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Mulyadi sempat mengancam hendak menggugat orang nomor satu di Jakarta itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Belakangan, Mulyadi mengurungkan niatnya. Ia pun bersedia mengikuti program uji kompetensi lurah setelah terbongkar dia menguasai tiga unit Rusun Marunda.

Padahal, rusun sewa ini disediakan buat kalangan tak mampu, korban bencana maupun korban gusuran. Tidak boleh dipindahtangankan atau disewakan lagi.

Klausul itu tercantum jelas dalam surat perjanjian sewa antara calon penghuni dan pengelola rusun ini.

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012, ditetapkan harga sewa unit rusun sebesar Rp 371 ribu per bulan untuk yang berada di lantai I. Semakin ke atas makin murah.

Lantai II Rp 354 ribu. Lantai III Rp 338 ribu. Lantai IV Rp 321 ribu per bulan dan Lantai V Rp 304 ribu. Biaya sewa itu termasuk biaya penggunaan listrik dan air bersih.

Nasrullah mengaku difasilitasi tinggal di rusun ini karena korban banjir Kelapa Gading, Jakarta Utara tahun 2009. Menurut dia, banyak unit yang dikuasai orang yang berhak.

Tak hanya itu, unit di rusun ini juga diperjualbelikan berkisar Rp 18 juta hingga Rp 20 juta. Oleh pemiliknya, lalu disewakan kepada orang lain. Ia menyebut, sejumlah pengurus RT di sini memiliki lebih dari satu unit. Bahkan ada yang menguasai sampai enam unit.

Praktik jual-beli dan sewa menyewa unit Rusun Marunda terendus Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Pria yang akrab disapa Ahok ini pernah menyamar untuk mendapatkan buktinya. Menurut dia, Mulyadi memiliki tiga unit di rusun ini.

Nasrullah mengungkapkan, selain di Tower Pari, Mulyadi memiliki unit di Tower Bandeng. Letaknya persis di sebelah kanan Tower Pari.  “Di Bandeng itu, banyak sindikat, makelarnya. Aturannya tegas, nggak boleh punya unit lebih dari satu,” ujarnya.

Ia baru tahu tetangganya adalah Mulyadi setelah unitnya hendak dipasang keramik. Kepada Nasrullah, Mulyadi mengaku korban gusuran kolong tol Warakas.

Para korban gusuran itu bisa memilih: menerima kompensasi Rp 1 juta atau direlokasi ke Rusun Marunda. Menurut Mulyadi kepada Nasrullah, dia memilih direlokasi ke sini.

Setelah tahu, tetangganya seorang lurah, Nasrullah pun geram. “Setahu saya,lurah nggak boleh dapat,” ujar pria asal Sulawesi Utara itu.

Pengawas di Rusun Marunda, Nathanael mengatakan, baru mengetahui Mulyadi memiliki unit di sini dua bulan lalu. Menurut dia, lurah Warakas itu memiliki tiga unit. Satu di Tower Pari. Sisanya di Tower Bandeng.

Untuk bisa menempati dua unit di Tower Bandeng, kata dia, Mulyadi menggunakan nama kerabatnya. Sejak ketahuan, hak Mulyadi atas ketiga unit rusun itu pun dicabut.

Menurut Nasrullah, jika sudah begini yang jadi korban adalah penyewa seperti Tio dan keluarganya. “Kasihan mereka nggak tahu apa-apa,” ujarnya. Ahok menyatakan akan menindak tegas oran yang memperjualbelikan maupun mengontrakkan rusun-rusun di Jakarta.

“Kita nggak peduli siapa pun yang punya rusun, kalau dia sewakan ke orang, ya kita sita,” katanya.

Mulyadi mengaku memiliki unit di Rusun Marunda. Namun dia membantah telah mengontrakkan kepada orang lain. Kata dia, rumah itu dihuni salah satu kerabatnya.

“Bener itu rusun saya, tapi saya nggak sewain, nggak bener itu. Bohong. Saya kalau udah nggak ada rumah dinas, juga saya tempatin,” kata Mulyadi saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Jumat (3/5).

Takut Bermasalah, Pilih Ngontrak Daripada Beli
Ditawari Beli Unit Rp 12 Juta

Masih satu deret dengan tempat tinggal Nasrullah, ada unit yang dikontrakkan. Unit bernomor 1.12 itu ditempati Seli.

Seli telah dua tahun mengontrak unit itu bersama suami dan kedua anaknya. Ia mengaku pernah ditawari pemiliknya rusun untuk membelinya seharga Rp 12 juta rupiah.

Lantaran takut akan bermasala di kemudian hari, dia memilih ngontrak saja.

“Takut ada apa-apa, nggak berani beli,” kata Seli. Setiap bulan dia merogoh kocek Rp 550 ribu untuk membayar kontrak.

Seli juga tahu praktik jual beli unit di rusun ini. Ia mencontohkan unit yang disewanya sudah dikuasai tangan kedua. “Tempat saya lumayan (lantainya) sudah keramik,” ujarnya.

Setelah dua tahun menghuni Rusun Marunda, Seli pun mengurus KTP di kantor kelurahan setempat.

Ia mengaku berminat untuk menjadi penyewa resmi bila ada pemutihan.

“Baru sekarang ngurus, tapi saya nggak berani beli kalau nggak resmi,” akunya.
Di luar uang kontrak, Seli masih perlu mengeluarkan uang untuk listrik dan air.

“Tambah parkir per motor sebulan Rp 10 ribu. Habis Rp 700 ribu sebulan kita di sini,” hitung Seli.

Sementara Ibu Ani, penghuni unit bernomor 1.16 bisa menempati rusun ini setelah membayar Rp 5 juta. Menurut janda empat anak itu, uang dibayarkan saat serah terima unit empat tahun lalu.

Setiap bulan dia membayar uang sewa kepada pengelola sebesar Rp 370 ribu. Itu di luar biaya air dan listrik. “Banyak biayanya juga. Berat. Belum lagi bocor-bocor nggak dibenerin pengelola,” keluhnya.
 
“Kalau telat bayar aja, pengelola kasih denda Rp 7 ribu sebulan,” tambahnya.

Uang Sewa Resmi Lebih Murah, Warga Tunggu Pemutihan

Nasrullah, Ketua RW 10 Rusun Marunda meminta Pemprov DKI serius mengenai pemutihan penghuni rusun. Menurut dia, banyak orang yang ingin menyewa resmi kepada pengelola rusun. Selama ini mereka mengontrak dari “pemilik” unit.

Bila menyewa resmi ke pengelola, biayanya sudah dipatok sesuai Perda Gubernur DKI Nomor 3 Tahun 2012. Yakni Rp 371 ribu per bulan untuk unit di lantai I. Lantai II Rp 354 ribu. Lantai III Rp 338 ribu. Lantai IV Rp 321 ribu perbulan dan Lantai V Rp 304 ribu.

Biaya sewa resmi itu lebih murah dibandingkan biaya mengontrak unit yang selama ini mereka tempati. Menurut Nasrullah, di RW 10 ada 57 orang yang berharap segera ada pemutihan penghuni rusun.

Ia menaruh harapan kepada Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama untuk menertibkan penghuni rusun.

“Kasihan yang miskin-miskin itu pada nggak dapet rusun. Pernah saya coba masukin tukang kue buat isi rusun yang kosong, nggak tembus. Padahal, unitnya kosong. Katanya udah mau dikontrakin,””tuturnya.

Ia mengkhawatirkan bila tak segera ada pemutihan maka praktik jual-beli dan sewa menyewa unit di rusun ini akan kembali marak.  [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Masih 41,7 Persen, Ini PR Buat Kemenperin

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:01

Gibran Puji Makan Bergizi Gratis di Jakarta Paling Mewah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:56

Netanyahu: Israel Sukses Bunuh Dua Calon Penerus Hizbullah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:50

Gibran Ngaku Ikut Nyusun Kabinet: Hampir 100 Persen Rampung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:47

Jokowi Dipastikan Hadiri Acara Pisah Sambut di Istana

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:39

Mampu Merawat Kerukunan, Warga Kota Bekasi Puas dengan Kerja Tri Adhianto

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Turki Kenakan Tarif Tambahan 40 Persen untuk Kendaraan Tiongkok, Beijing Ngadu ke WTO

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Dasco Kasih Bocoran Maman Abdurrahman Calon Menteri UMKM

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:31

Maroko Dianugerahi World Book Capital UNESCO 2026

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:27

Heru Budi Bareng Gibran Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMAN 70

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:20

Selengkapnya