Berita

Inilah Mekanisme Konvensi yang Mestinya Diterapkan Demokrat

SABTU, 20 APRIL 2013 | 12:02 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Sampai saat ini Partai Demokrat belum menjelaskan secara detail bagaimana mekanisme pelaksanaan konvensi untuk menjaring calon presiden yang akan diusung pada Pemilihan Presiden 2014 mendatang.

Board of advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jeffrie Geovanie membayangkan, semua peserta konvensi melakukan sosialisasi terbuka lewat media massa yang punya jangkuan nasional.  Setelah itu, menjelang konvensi nasional nanti, dibuat survei pemilih secara ilmiah di masing-masing provinsi. Siapa yang mendapat urutan pertama maka dia mengambil seluruh kuota suara di provinsi itu.

“Inilah sistem the winner takes all,” terang Jeffrie, yang juga founder The Indonesian Institute ini (Sabtu, 20/4).


Hasilnya kemudian dibawa oleh delegasi provinsi ke konvensi nasional. Delegasi ini hanya membawa hasil survei. Misalnya, kalau di Aceh yang unggul nomor 1 adalah Dahlan Iskan, delegasi Aceh mencalonkan Menteri BUMN itu. Sementara kalau di Jawa Timur yang nomor 1 Mahfud MD, delegasi Jatim mengusung mantan Ketua MK tersebut.

Untuk menjamin agar tetap proporsional, Jeffrie menambahkan, kuota suara provinsi ditentukan oleh jumlah pemilih provinsi bersangkutan dibanding pemilih nasional. Aceh misalnya 2%, Jatim 16%. Kalau total suara di konvensi nanti 100, maka Jatim mengirim 16 orang dengan suara ke Mahfud semua. Aceh 2 orang dengan suara ke Dahlan semua. Demikian seterusnya. Nanti dihitung siapa yang mendapat suara paling banyak dari semua provinsi itu.

Menurut Jeffrie, cara seperti itu merupakan konvensi baru. Bukan seperti konvensi Golkar pada tahun 2004 lalu yang rawan terhadap politik uang, dan bukan pula konvensi seperti di Amerika yang bersandar pada primary (pemilihan awal).

Mengapa kita tidak menggunakan cara seperti di Amerika yang terbukti bisa berjalan dengan baik? Menurut Jeffrie, cara Amerika (primary) tidak cocok untuk kita, karena, pertama primary umumnya tertutup. Pemilih yang ikut primary umumnya hanya anggota partai yang bersangkutan. Kalau primary Republik maka anggota partai Demokrat tidak boleh ikut. Hasilnya pasti tidak mencerminkan aspirasi pemilih nasional.

Sementara jika survei nasional yang menjadi basis dalam mengambil keputusan maka calon yang ditetapkan akan sangat mencerminkan aspirasi pemilih nasional. Kalau ini yang terjadi, Demokrat membuat inovasi politik besar, dan baru. Bukan hanya dalam politik kita tapi juga di dunia. Konvensi Nasional Berbasis Pemilih Nasional sebagaimana direkam secara ilmiah lewat survei adalah gagasan baru dan efisien.

“Disebut efisien karena dibanding konvensi Golkar dulu, saya dengar ratusan miliar dikeluarkan, dan hasilnya tidak efektif.”

Primary juga sangat mahal. Primary itu kan seperti pemilihan sebenarnya, melibatkan puluhan juta pemilih. Butuh persiapan dan lain sebagainya. Pasti mahal, padahal hasilnya kurang mencerminkan aspirasi pemilih nasional.

Mengenai banyaknya kalangan yang menyangsikan kredibilitas lembaga survei, Jeffrie tidak menampik memang ada lembaga yang kredibel dan ada yang tidak. Mengenai hal ini, menurut Jeffrie bisa dilihat dari track record-nya dalam Pilpres-Pilpres sebelumnya. Juga bisa dilihat dari orang-orang yang ada di belakang lembaga itu, apakah mereka kompeten atau tidak. Misalnya dilihat dari keilmuan dan pengalamannya.

Tentang kemungkinan “ada udang di balik batu” bahwa konvensi adalah upaya untuk mendongkrak Partai Demokrat yang tengah terpuruk, Jeffrie tidak mempersoalkannya. “Kalau punya tujuan itu, saya kira itu normal, dan harus. Masa tidak ada insentifnya. Buat apa berpolitik," katanya.

Tapi, menurut Jeffrie, kita sebagai warga juga mendapat sesuatu dari itu. Yaitu, ada peluang bagi regenerasi kepemimpinan nasional, pemimpin yang lebih sejalan dengan perkembangan masyarakat dan zaman. [zul]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya