Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan ulah pelajar SMA Negeri 2 Tolitoli. Pasalnya, pelajar itu dalam video berdurasi 5 menit 33 detik yang diunggah ke Youtube, mempermainkan gerakan shalat.
Komisioner KPAI M. Ihsan menjelaskan, perbuatan pelajar tersebut melecehkan dan dapat melukai perasaan penganut agama tersebut.
"Anak-anak tersebut harus diberi pembinaan agar menyadari kesalahannya dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Kesalahan ini sebagai cambuk untuk memperbaiki diri dan masa depannya, oleh karena itu hukuman yang diberikan adalah pembinaan yang tepat," jelas Ihsan (Sabtu, 20/4).
Atas ulah pelajar tersebut, pihak sekolah pun bereaksi. Kelima pelajar itu tidak diperkenankan mengikuti Ujian Nasional (UN) pada tahun pelajaran 2012/2013 di SMA Negeri 2 Tolitoli. Keputusan ini disebut prosedural, logis dan rasional.
Karena kegiatan yang dilakukan oleh oknum siswi SMA Negeri 2 Tolitoli pada tanggal 9 Maret 2013, yang melakukan gerakan praktik shalat dikombinasikan dengan dancing, serta memplesetkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an (surah al-Fatihah) dengan diselingi oleh musik pop “ one more night “ , dan mendokumentasikan serta menyebarluaskannya, hal itu termasuk “Penistaan agama†dan bertentangan pasal 156 a KUHP.
Tapi, Ihsan kurang sepakat dengan sanksi yang diberikan pihak sekolah tersebut. Menurutnya, Kebijakan Kepala Sekolah dan pihak terkait dengan melarang anak-anak tersebut mengikuti UN bukan bentuk pembinaan yang tepat.
Karena UN adalah hak anak untuk mengikuti evaluasi akhir setelah tiga tahun menjalani pendidikan. "Dilarang UN tidak akan menjamin anak dapat berubah, justru melarang UN sama halnya dengan mematikan masa depan anak," ungkapnya.
Karena itu, dia berharap, semoga semua pihak lebih arif dan bijaksana untuk mencari bentuk pembinaan yang tepat demi kepentingan terbaik bagi anak. "Diharapkan kepada semua lembaga terkait untuk ikut mengurai masalah ini agar masyarakat dapat melihat cara penyelesaian masalah yang tepat dan sesuai dengan tujuan pendidikan," tandasnya.
[zul]