Berita

ilustrasi, Tanam Bakau

On The Spot

Kampung Diterjang Ombak, Ramai-ramai Tanam Bakau

KAMIS, 18 APRIL 2013 | 09:15 WIB

Terik matahari siang tak menyurutkan semangat Matsukardi, warga Desa Ujung Alang, Segara Anakan, untuk terus menghujamkan pasak kayu ke lumpur di pesisir Pulau Nusa Kambangan. Pasak kayu berujung runcing meninggalkan lubang sedalam 10 cm ketika diangkat.

Lubang-lubang itu untuk tempat menanam pohon. Tak jauh dari tempat Matsukardi membuat lubang, terdapat puluhan bibit pohon bakau berusia empat bulan. Akar bibit setinggi 40 cm itu masih terbungkus plastik.

Bersama 32 warga Dusun Lempong Ujung Alang, Segara Anakan, Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Matsukardai membentuk kelompok Patra Krida Wana Lestari. Kelompok ini melakukan konservasi hutan bakau (mangrove) di pulau di selatan Pulau Jawa ini.

Warga Lempong Ujung Alang tergerak untuk melakukan konservasi hutan bakau Segara Anakan karena tak ingin kampungnya kembali diterjang ombak besar. Tiga tahun lagi dusun yang dihuni 300 warga ini dihantam badai. 

Puluhan rumah warga rusak karena tersapu ombak dari Samudera Indonesia.  Air bak tsunami naik ke daratan tanpa terhalang karena hutan bakau di pesisir pantai rusak.
 
Area yang akan dikonservasi menjadi hutan bakau seluas 400 hektar. Namun, baru 6 hektar yang dikonservasi. Penanaman pohon bakau di area konservasi ini didukung perusahaan swasta.

Kemarin, Rakyat Merdeka berkunjung ke area konservasi. Untuk sampai ke sini melalui jalur air sejauh dari 20 kilometer dari dermaga Seleko, Cilacap. Perjalanan ditempuh dengan tomperangan, yakni perahu kayu bermesin diesel. Perahu ini bisa mengangkut 20 orang.

Selama 1,5 jam menyusuri pesisir terlihat sedimentasi di mana-mana. Lumpur yang terbawa air mengendap di muara sungai-sungai membentuk daratan baru.

Memasuki Segara Anakan, di tepi-tepi sungai sudah rimbun dengan pohon bakau. Tiba di darat, sejauh mata memandang hanya ada petak-petak konservasi. Pohon bakau yang ditanam di sini dari jenis tancang, kacang, gundul hingga tancang putih.

Marten, perantau dari Sulawesi Utara ikut membantu menanam bakau. Setiap Jumat, petani itu turun area konservasi dengan berbekal cangkul. Dengan alat ini dia mengupas tanah untuk tempat menanam bakau.

“Kita juga melakukan pembibitan, susah-susah gampang. Karena air sering pasang dan terendam,” papar Marten.

Menurut dia, untuk mengkonservasi hutan bakau di Segara Anakan, yang pertama kali dilakukan adalah mempersiapkan lahan. Selanjutnya menyiapkan bibit. Bibit ditanam di poly bag yang sudah diisi tanah. Setelah lahan dan bibit siap, mulai dilakukan penanaman. Supaya bakau bisa tumbuh dengan baik, perlu diatur jarak penanamannya.

Selain melakukan konservasi, Kelompok Patra Krida Wana Lestari juga mengawasi kawasan hutan mangrove yang masih tersisa.  Banyak orang yang mengincar pohon bakau. Sebab kayunya laku dijual. Biasanya untuk dibuat arang.

“Datangnya banyak dari kota (Cilacap). Memang tanaman ini banyak manfaatnya, tapi tidak bisa sembarang ambil saja,” kata Thomas Heri Wahyono, ketua kelompok ini.

“Kalau ketangkap, kita bawa ke sini (tempat konservasi). Kita ambil kembali bakaunya kemudian kita lepaskan orang dan kapalnya,” kata penerima penghargan Kalpataru tahun 2010 ini.

Dulu, hutan mangrove di Segara Anakan merupakan terlengkap di dunia dan terluas di Pulau Jawa. Hutan ini memiliki 26 spesies bakau antara lain api-api (Avicennia alba), bogem (Sonneratia alba), dan bakau (Rhizopora mucronata). Hasil penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, belum lama ini terungkap, tinggal 10 jenis bakau yang tersisa di Segara Anakan.

Luas kawasan hutan mangrove di Segara Anakan semakin menyusut. 25 tahun lalu luasnya 15 ribu hektar. Kini hanya tersisa 8 ribu hektar. Separuhnya, yakni 4 ribu hektar, rusak parah.

Lumpur yang dibawa aliran Sungai Citanduy, Cimeneng, dan sungai lainnya telah mengancam hilangnya laguna Segara Anakan. Sedimentasi ini mencapai 1 juta meter kubik per tahun. Bila dibiarkan, dalam 10 tahun ke depan, bagian barat Pulau Nusa Kambangan akan menyatu dengan Pulau Jawa.

Selain sedimentasi, ulah warga setempat maupun pendatang yang membabat bakau untuk diambil kayunya telah merusak hutan yang menjadi penghalang abrasi. Sebagian kawasan hutan mangrove diketahui telah beralihfungsi menjadi tambak.

10 Tahun Pulihkan 30 Hektar Mangrove


Thomas Heri Wahyono sudah tinggal di Ujung Alang selama 40 tahun lebih.

Hutan mangrove menjadi tempat ia bermain dan mencari ikan sewaktu kecil.

Pohon-pohon bakau jadi habitat berbagai macam biota laut. Tak hanya ikan, hewan lain seperti udang dan kepiting begitu melimpah di tempat itu. Hewan laut itu, biasa ia tukar dengan beras, minyak, dan kebutuhan pokok lainnya dengan warga di daratan Cilacap.

Penduduk setempat juga biasa menggunakan pohon bakau untuk membangun rumah. Mereka mengambil sekedarnya tanpa berlebihan sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap luasan hutan mangrove.

Kenangan manis itu seketika hancur berantakan. Tahun 1995, kata dia, terjadi pembukaan hutan mangrove besar-besaran. “Investor dari Jawa Barat mulai datang dan membuka tambak untuk budidaya udang,” katanya.

Mudahnya mendapatkan uang, membuat warga tergiur. Mereka lantas menyewakan lahan dan mulai membuka ratusan hektar hutan. Selama empat tahun, mereka menikmati masa keemasan dari hasil tambak.

Seperti kata pepatah, tak ada pesta yang tak berakhir. Memasuki tahun 1999, satu per satu investor bangkrut. Udang peliharaan mereka mulai terserang virus mematikan dan membuat mereka gulung tikar. Apa lacur, hutan mangrove yang dulunya ijo royo-royo kini mirip padang savana gersang penuh semak belukar. “Sejak saat itu, ikan, udang dan kepiting mulai sulit didapatkan,” katanya.

Wahyono sadar, tanpa hutan mangrove, tempat tinggalnya rawan terjangan air pasang maupun badai. Ia mengajak warga untuk melakukan konservasi hutan mangrove Segaran Anakan yang rusak parah.  Ternyata tak mudah.

“Saya kasih penyuluhan dan penyadaran door to door. Banyak warga yang menghujat saya,” curhat  Wahyono.

Menurutnya, 70 persen penghuni dusan adalah warga pendatang asal Jawa Barat yang banyak hidup di daerah pegunungan, bukan di pesisir.

“Rata-rata petani padi, jadi nggak ngerti soal pesisir pantai. Soal mangrove,” katanya.

Tak patah arang, Wahyono mengajak keluarganya dulu untuk melakukan konservasi.  Mereka lalu membentuk kelompok bernama Keluarga Lestari.

“Tujuannya hanya satu, menanam kembali hutan mangrove,” tegas dia.

“Saya terus menyemangati saudara-saudara saya untuk tidak berhenti menanam.

Karena seperti pengalaman waktu-waktu sebelumnya, kalau hutan mangrove lebat, maka ikan, udang dan kepiting akan sangat gampang ditemui,” tuturnya.

Selain itu, jika butuh kayu, warga tinggal potong ranting pohon mangrove yang besar.  “Pemotongan itu pun harus bijak, tidak seluruhnya, supaya pohonnya tidak mati,” kata Wahyono yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar.

Pada 2010, kawasan ini diterjang badai. Puluhan rumah rusak parah.

“Kalau rumah saya tidak kena karena di depan rumah ada mangrove yang kuat,” terangnya. Sejak itu, warga mulai tergugah menanam bakau. Sebanyak 50 warga bergabung dalam kelompok yang dibentuk Wahyono.

“Karena anggotanya semakin banyak, nama kelompoknya diubah menjadi Krida Wana Lestari dan setiap 35 hari kami mengadakan pertemuan,” katanya.

Selama 10 tahun, kelompok ini sudah melakukan konservasi hutan mangrove seluas 30 hektar. Untuk mendanai kegiatan, mereka membangun tambak budidaya kepiting di tengah  hutan mangrove yang dihijaukan lagi.

“Usaha kepiting tidak akan sukses jika hutan mangrove-nya rusak,” kata Wahyono.  [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Masih 41,7 Persen, Ini PR Buat Kemenperin

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:01

Gibran Puji Makan Bergizi Gratis di Jakarta Paling Mewah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:56

Netanyahu: Israel Sukses Bunuh Dua Calon Penerus Hizbullah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:50

Gibran Ngaku Ikut Nyusun Kabinet: Hampir 100 Persen Rampung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:47

Jokowi Dipastikan Hadiri Acara Pisah Sambut di Istana

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:39

Mampu Merawat Kerukunan, Warga Kota Bekasi Puas dengan Kerja Tri Adhianto

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Turki Kenakan Tarif Tambahan 40 Persen untuk Kendaraan Tiongkok, Beijing Ngadu ke WTO

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Dasco Kasih Bocoran Maman Abdurrahman Calon Menteri UMKM

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:31

Maroko Dianugerahi World Book Capital UNESCO 2026

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:27

Heru Budi Bareng Gibran Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMAN 70

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:20

Selengkapnya