.Waktu sudah mendekati pukul 2 dini hari. Warga yang menempati sepetak lahan kosong di Kelurahan Guntur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan masih berkumpul di pos yang dibuat dari kayu-kayu bekas. Sebuah lampu pijar yang diikatkan di bambu penopang atap menjadi penerangan satu-satunya pertemuan itu.
Sejumlah spanduk diikatkan di tiang-tiang posko. Isinya coÂretan keresahan warga. Puluhan warga, baik pria maupun wanita, sedang memperbincangkan nasib jika tempat tinggal mereka diÂgusur. Sesekali terdengar suara taÂngis anak kecil dari dalam beÂdeng-bedeng yang berdiri di lahan itu.
Puluhan warga itu menempati lahan milik Komisi PemÂberanÂtasan Korupsi (KPK). KPK akan memulai pembangunan kantor baru di lahan itu. Para pemukim yang membangun bedeng- beÂdeng di situ diminta hengkang.
“Kita tidak meminta macam-macam. Hanya memohon peÂngerÂtian pihak KPK agar memÂbeÂrikan waktu kepada kami untuk memÂbereskan barang-barang kami dan kalau memang sudah akan dibaÂngun, ya kami akan keluar dari lahan ini,†ujar pria yang ramÂbutnya dipangkas penÂdek dalam pertemuan itu. Pria berÂnama RoÂnald itu adalah KoorÂdinator Forum Perjuangan Warga Guntur. Forum ini adalah perÂkumpulan warga yang bermukim di lahan ini.
Ia mengungkapkan beberapa hari lalu didatangi staf KPK yang meminta agar warga segera meÂngosongkan lahan. Sebab, pada 9 April nanti, Satuan Polisi PaÂmong Praja (Satpol PP) Wali Kota Jakarta Selatan akan memÂbersihkan area ini. “Tidak mau tahu, pokoknya Selasa harus suÂdah bersih dari situ,†ujar Ronald menirukan ucapan staf KPK yang menemuinya.
Dalam pertemuan yang berÂlangÂsung sampai Subuh itu, seÂjumÂlah warga mengungkapkan kegundahan hatinya harus angkat kaki dari sini. Mereka sadar mÂeÂnempati lahan yang bukan haÂkÂnya. “Iya kami memang meÂnumÂpang di sini. Dan kami tak meÂminta apa-apa dari KPK. Hanya tolong dikasih waktu buat kami untuk siap-siap,†pinta Ronald.
â€Kami memang mencari maÂkan dan bekerja di sekitar daerah ini. Anak-anak kami sekolah juga di sekitar sini. Kalau diminta seÂgera angkat kaki kan tak semudah itu. Kami butuh waktu, persiapan dan juga mau cari duit dulu buat cari rumah kontrakan dekat-dekat sini,†tandasnya lagi.
“Bayangkan saja, surat peÂringatan pertama hingga ketiga hanya berlangsung selama 11 hari. Berturut-turut. Bagaimana kami bisa berpikir cari tempat lain,†ujar Ronald.
Surat peringatan untuk meÂngoÂsongkan lahan itu diberikan pada siang hari saat sebagian warga seÂdang mencari nafkah. Sebagian beÂsar yang bermukim di sini sehari-hari bekerja sebagai peÂmulung. Ada juga yang membuka warung kecil-kecilan di sekitar kaÂwasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Menerima surat itu, warga semÂpat mendatangi KPK untuk memÂperoleh penjelasan meÂngeÂnai renÂcana pengosongan lahan. Warga meminta bertemu dengan pimÂpinan KPK. Namun warga hanya diterima staf bagian pengaÂduan masyarakat. “Katanya meÂreka (pimÂpinan) lagi sibuk,†ujar Ronald.
Sebagian warga yang berÂmukim di sini sudah meÂmÂbongÂkar sendiri bedeng-bedeng yang dibangunnya. Bahan-bahan baÂngunannya masih bisa dipakai lagi untuk mendirikan bedeng di tempat lain.
Ronald mendengar kabar warÂga yang sudah pindah mendapat uang. “Entah dari pihak mana, makanya mereka pindah. Kami nggak mau terima, karena nggak mengerti apa maksud pemberian uangnya,†ujarnya bersikukuh.
Kalaupun mau digusur, ia berÂharap, warga yang bermukim di sini sejak bertahun-tahun lalu ini diperlakukan manusiawi. Sebab, mereka memegang KTP DKI Jakarta dan juga rutin membayar iuran kepada pengurus RT dan RW setempat.
Warga berencana mengadu ke GÂubernur DKI Joko Widodo dan WaÂkil Gubernur Basuki Tjahaja PurÂnama. Mereka hendak meÂminÂta agar diberi waktu untuk mencari tempat tinggal di lokasi lain. “Kami warga DKI. KTP kami KTP DKI. Tolong jangan diÂcuekin saja,†pinta Ronald.
Malam itu, Romlah terlihat memeluk anaknya tertidur pulas di pangkuannya. Menurut dia, anaknya sudah beberapa hari belakangan tak mau sekolah.
â€Mereka maunya di rumah aja,†ujarnya ibu beranak enam itu. Anak-anaknya takut pengÂguÂsuran dilakukan ketika mereka sedang berada di sekolah. Ketika pulang sekolah rumahnya dan orangtuanya sudah tidak ada.
Sama seperti warga lainnya, RoÂmlah meminta agar diberi wakÂtu untuk mencari tempat tingÂgal baru yang masih dekat dengan sekolah anak-anaknya.
KPK Minta Bantuan Pemda Gusur Warga Yang Nolak PindahKomisi Pemberantasan KoÂrupsi (KPK) menolak memberi waktu lagi kepada pemukim di lahan yang akan dibangun kanÂtor baru Komisi ini.
“Memang betul sudah kami tolak,†kata Daryoto, staf SekÂÂreÂtariat KPK. Sebagai konÂÂseÂkuensi, warga yang bermukim di situ diminta mengosongkan lahan.
Ia menjelaskan, KPK tak ujug-ujug menyuruh mereka pindah. Sejak 2010, KPK sudah meminta lahan itu dikosongÂkan. “Tapi yang bersangkutan tiÂdak mau,†ungkap Daryoto.
Sepekan terakhir, KPK kemÂbali meminta agar warga meÂngosongkan lahan. Namun warÂÂga berharap diberi kelongÂgaran waktu. Warga berjanji langÂsung pindah begitu pembaÂnguÂnan kantor baru KPK diÂmulai.
Daryoto bersikukuh lahan itu segera dibersihkan dari banguÂnan. Jika sampai batas waktu yang ditetapkan warga tetap bertahan, mau tak mau mereka akan digusur. “Mereka akan ditertibkan via Walkot Jaksel,†ujarnya.
Pengamatan
Rakyat Merdeka, di lahan tempat pembangunan kantor baru dipasang papan pemberitahuan. Tulisannya dilarang masuk tanpa izin KPK. Di bagian kiri lahan seluas 8.294 meter persegi itu dipenuhi beÂdeng-bedeng. Bedeng ini diÂjaÂdikan tempat tinggal sekaligus tempat untuk menumpuk baÂrang-barang bekas.
Bagian kanan dipenuhi seÂmak belukar. Lantaran banyak diÂtumbuhi rerumputan, peÂngemÂÂbala kerap membawa kamÂbing-kambingnya ke sini untuk makan. [Harian Rakyat Merdeka]