Program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diluncurkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bermasalah di lapangan. Buruknya sarana dan prasarana rumah sakit dan pengawasan menjadi titik lemah pelaksaan KJS.
Pengamat kebijakan publik UniÂversitas Trisakti Yayat SuÂpriatÂna menilai, program KJS teÂlah meÂnimÂbulkan sejumlah maÂsalah. SeÂtidaknya ada emÂpat maÂÂÂsaÂlah menÂdasar proÂgram KJS.
Pertama, masalah pengaÂwaÂsan. Lemahnya pengawasan memÂÂbuat pengÂÂguÂnaan KJS kerap salah saÂsaran.
KJS, kata dia, membuka ceÂlah diÂguÂnakan orang mampu. “AkiÂbat pengawasan lemah, KJS itu bisa diÂpindah tangan, yang akhirÂnya tiÂdak tepat sasaran,†kaÂtanya, kemarin.
Kedua, masalah anggaran. PengÂgunaan KJS bisa mengakiÂbatÂÂkan alokasi anggaran keseÂhaÂtan pemerintah DKI Jakarta jebol.
Pasalnya, penggunaan KJS yang berlebihan dan meÂlamÂpaui batas mengakibatkan beban pemerinÂtah DKI Jakarta untuk menalangÂinya menjadi tinggi. “Ini bisa mengakibatÂkan anggaÂran jebol,†ujarnya.
Ketiga, masalah sosial. Kata dia, KJS bisa memanjakan warÂga. Karena pola pikir masyaÂrakat deÂngan adanya program KJS menÂjadi berbeda. Sebelum ada KJS, orang berpikir seribu kali unÂtuk dirawat. Setelah memÂpunyai KJS dan syaratnya muÂdah, orang yang awalnya tidak perÂlu dirawat maÂlah pingin diÂraÂwat. Hal ini tentu bisa berÂpeÂngaÂruh pada anggaran.
“Hal-hal kecil seperti ini yang perlu diperhatikan. Bisa-bisa pengÂÂgunaan KJS berlebihan. Kartu sehat seharusnya untuk menÂdorong orang hidup seÂhat. Cara hidup orang harus beruÂbah,†katanya.
Keempat, masalah etika. Dia menilai masalah ini harus dicerÂmati dengan baik. Jika tidak diawasi, penerapan KJS akan membuat persepsi masyarakat tentang keÂsehatan menjadi serba gratis.
“BuÂÂdaya dan tanggung jawab unÂtuk hidup sehat dari masyaraÂkat bisa menurun, karena adanya KJS,†ingatnya.
Anggota Pengurus Harian YaÂyasan Lembaga Konsumen IndoÂnesia, Tulus Abadi mengkritik program KJS. Pasalnya, pemerinÂtah DKI tidak menerapkan melaÂkukan sosialisai KJS ke rumah sakit sebagai mitra.
Kata dia, dari 88 rumah sakit yang memiliki kesepahaman deÂngan Dinas Kesehatan DKI, maÂyoritas belum mengetahui secara baik prosedur dan sisteÂmatika KJS.
“Ini program tak matang. koorÂdinasi Dinas Kesehatan dengan Rumah Sakit buruk,†kritiknya, kemarin.
Pendapat berbeda diungkapkan Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning. Menurutnya, program yang diusung Jokowi tersebut positif. Hanya saja perlu sedikit perbaikan agar bisa terlaksana secara baik.
Ribka menilai, mandeknya peÂlaksaan KJS banyak disebabkan ketidakpahaman rumah sakit dalam melayani pasien. Ia meÂlihat, masih banyak rumah saÂkit yang nakal dan tidak bertangÂgung jawab, tega menolak pasien pengguna KJS.
“Di samping itu, memang maÂsih banyak fasilitas rumah sakit yang kurang. Terutama kamar pasien,†katanya.
Saran politisi PDIP ini, pemeÂrintah DKI tetap melanjutkan proÂgram KJS. Pemda tidak perlu ‘keÂbakaran jengot’ dikritik banyak piÂhak terkait pelaksanaan KJS. “ProÂgram ini menunjukan peÂmeÂrinÂtah DKI memperhatikan keÂseÂhatan masyarakat,†pungÂkasnya.
Mimin, Ada Pasien KJS DicuekinPengguna KJS ini bilang, petugas rumah sakit kerap memberikan perhatian seadanya kepada pasien yang menyodorkan Kartu Jakarta Sehat (KJS) saat ingin mendaÂpatkan fasilitas dan layanan kesehatan.
“Coba saja pakai KJS ke rumah sakit. Waktu pendaftaran, baru dikasih surat KJS sudah kelihatan perubahan ekspresi petugasnya,†ungkap Mimin (41), warga RT 02 RW 10 Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Pengalaman berkali-kali menÂdampingi pasien KJS membuat wanita ini mafhum, ada sikap yang berbeda terhadap mereka yang mendatangi rumah sakit berbekal KJS.
“Kata ditolak tidak pernah disamÂpaikan langsung. Tapi, dari pelayanan dan cara peÂnanganan suster-susternya, kami jadi tahu, kami berbeda,†ujar Mimin.
Walaupun sama-sama berstatus pasien, ada sikap berbeda yang diterima pasien dengan KJS dan pasien non-KJS. “Untuk tebus obat di apotek, saya harus tunggu dari jam 11 sampai jam 3 sore. Itu pun karena saya coba tiga kali tanya ke petugasnya. Ibu tua di samÂping saya malah sudah tungÂgu sejak jam 9 pagi. Hitung saja suÂdah berapa lama dia di situ hanya untuk
nungguin obat,†tutur Mimin, mengisahkan apa yang dialaminya pekan lalu.
Joko Widodo, Kita Akan Koreksi Dan EvaluasiGubernur DKI Jakarta ini berÂjanji, akan mengevaluasi KarÂtu Jakarta Sehat (KJS) akhir MaÂret ini. Selain itu, akan melaÂkuÂkan uji publik.
“Nanti tanggal 27 Maret akan dievaluasi,†kata Jokowi di BaÂlaikota DKI Jakarta, kemarin.
Menurutnya, Pemda akan meÂngundang dokter, pasien dan LemÂbaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam proses evaluasi terÂsebut. â€Kami akan perbaiki dan benahi KJS,†katanya.
Jokowi menyebut, evaluasi berÂpangkal pada masalah yang seÂring dikeluhkan warga, seperti disÂÂtribusi fasilitas dan jasa. “DaÂlam sistem baru pasti ada kekuÂraÂngan, dan itu perlu koreksi serta evaluasi,†katanya.
Dia yakin, program yang keÂluar pada 10 November 2012 itu, akan lebih baik dalam waktu enam bulan, dan dijanjikannya menjadi lebih sempurna.
Perlu diketahui, APBD DKI 2013 menyiapkan dana Rp 1,2 triliun untuk menopang program ini. KJS diluncurkan Jokowi pertama kali pada 10 November 2012. Dengan kartu ini, seluruh warÂga ber-KTP DKI bisa menÂdapat layanan kesehatan gratis di Puskesmas, dan rawat inap di kelas III rumah sakit yang bekerja sama.
Targetnya, 4,7 juta warga DKI yang masuk kategori misÂkin. Namun, di tengah berjaÂlanÂnya program ini, KJS memicu meÂlonjaknya jumlah pasien di rumah sakit mencapai 70 persen. BunÂtutnya, ruang-ruang rawat inap menjadi penuh dan banyak warga tak tertampung.
Menurut dia, melonjaknya paÂsien di rumah sakit salah satuÂnya dipicu perilaku masyarakat yang meloncati mekanisme program KJS. Apalagi semua warga pemeÂgang KJS dapat ke rumah sakit dengan bekal surat rujukan dari puskesmas.
Namun, hal itu tak diindahkan. Masyarakat mencari cara untuk langsung mendapatkan layanan ruÂmah sakit tanpa membawa suÂrat rujukan dengan cara datang maÂlam hari dan memberi alasan puskesmas sudah tutup.
Nafsiah Mboi, Harus Diperbaiki, Karena Warga Masih Banyak Yang NgomelMenteri Kesehatan ini mengÂkritik pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) oleh GuÂbernur DKI Jakarta Joko WidoÂdo. Kartu tersebut dinilai masih memiliki masalah dalam hal jumlah dan sistem penerapanÂnya.
“Masyarakat saja masih ngoÂmel, jelas masih harus terus diperbaiki,†katanya di Jakarta, kemarin.
Dia menyatakan, dalam peÂnerapan KJS, pemerintah daeÂrah hendaknya menyamÂpaikan informasi yang lebih baik dan detail. Perspektif masyarakat bahÂwa KJS adalah jaminan obat gratis, kerap menÂjadi persoalan karena pada keÂnyatannya tidak gratis untuk seÂmua penyakit. “Ini seperti asuÂransi, ketika sehat bayar dan ketiÂka sakit ada biaya untuk obat.â€
Nafsiah juga meminta PeÂmerintah Daerah DKI Jakarta gencar mempromosikan tentÂang hidup sehat. Dengan beÂgitu, diharapkan jumlah orang sakit bisa ditekan. Selain itu, kaÂta Nafsiah, diperlukan sosiaÂliÂsasi pemahaman pelayanan keseÂhatan dasar.
KJS belakangan disorot kareÂna ada pasien yang meninggal akibat tidak mendapat penangaÂnan rumah sakit. Pasalnya, ruang perawatan kelas III di banyak rumah sakit kini penuh. Jokowi sendiri juga berencana melakuÂkan evaluasi di akhir Maret 2013 atas program yang menjadi anÂdalannya saat kampanye pilkada lalu itu.
Poempida Hidayatolah, Rumah Sakit Banjir PasienAnggota Komisi IX DPR ini meÂnilai, program Kartu Jakarta SeÂhat yang tidak diserÂtai keÂsiapan infrastruktur, meÂmunÂculÂkan sejumlah masalah daÂlam pelaksaÂnaannya.
Masalah yang muncul di anÂtaranya, minimnya infrasÂtrukÂtur seperti ruang perawatan, koorÂÂdinasi antar rumah sakit rujuÂkan, hingga tunggakan pembaÂyaran dana jaminan oleh pemeÂrintah daerah yang meÂnyebabÂkan tagihan utang yang ditangÂgung rumah sakit meÂlonÂjak hingÂga puluhan miliar rupiah.
Poempida mengatakan, langÂÂkah perbaikan yang menÂdesak dilakukan adalah peneÂrapan sistem jenÂjang rujuÂkan peÂlaÂyanan keÂseÂhatan untuk menÂcegah penumÂpukan pasien di rumah sakit seperti yang saat ini banyak terjadi.
“Masyarakat yang hendak berobat, sebaiknya tidak langÂsung ke rumah sakit, jadi ada tingÂkatannya mulai dari PusÂkesmas, kalau perÂlu dirujuk ke ruÂmah sakit umum daerah setelah itu bisa juga ke rumah sakit swasta,†ujarnya.
“Sekarang ini peserta-peserta Kartu Jakarta Sehat kan langÂsung ke rumah sakit. Akibatnya, penyakit-penyakit ringan semua masuk rumah sakit. Tidak semua pasien itu gawat, kalau cuma batuk pilek, panas biasa, harusnya rujukan pertamanya Puskesmas.â€
Dia bilang, masyarakat juga perlu diberi pemahaman soal peÂlayanan KJS yang benar, seÂperti bagaimana prosedur penaÂnganan pasien hingga pencarian rumah sakit rujukan yang sesuai dengan keluhan sakitnya.
Tanpa sosialisasi ini, peluang munculnya kabar tak sedap seÂpuÂtar pelaksanaan KJS akan seÂmakin banyak.
Dampaknya akan sangat kontraproduktif. Rumah sakit merasa diÂsudutkan, sementara publik ragu terhadap kesungguÂhan pelayaÂnan yang dijanjikan pemerintah DKI.
Okky Asokawati, Program KJS Menunjukkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Di Jakarta BurukAnggota Komisi IX ini meÂniÂlai, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak memperÂtimÂÂbangkan sarana dan prasaÂrana rumah sakit di ibukota keÂtika memberlakukan proÂgram Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Menurut dia, program KJS baru sebatas program diatas kerÂtas. SOalnya, pelaksanaan di lapangan masih terkendala kaÂrena ketersediaan fasilitas ruÂmah sakit untuk golongan kelas III masih minim.
Seharusnya, kata Okky, seÂbeÂlum menjalankan program KJS pemerintah DKI Jakarta penyediaan sarana dan prasaÂraÂna pelayanan kesehatan di daeÂrah secara baik. “Ini proÂgram populis sebenarnya, naÂmun akiÂbat tidak dipersiapkan matang justru membuka borok pelaÂyanan kesehatan di JaÂkarta,†katanya.
Okky bilang, banyaknya paÂsien pemegang KJS ditolak ruÂmah sakit hingga menimÂbulkan korban jiwa menunjukan buÂruknya layanan kesehatan di ruÂmah sakit ibukota. “Program bagus kalau tidak bisa di imÂpleÂmentasikan sama saja bohong,†sesalnya.
Politisi PPP ini menyesalkan pernyataan Kepala Dinas KeseÂhatan DKI Jakarta, yang menyaÂtakan bahwa sarana dan prasaÂrana pelayanan kesehatan ibuÂkota sudah lebih dari cukup dan sangat memadai. “Fakta di laÂpangan, masih banyak rumah saÂkit yang terpaksa tidak meÂnerima pasien karena seluruh tempat tidurnya sudah penuh dan juga tenaga dokter yang ada maÂsih kurang,†cetusnya. [Harian Rakyat Merdeka]