Berita

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

On The Spot

Data Belum Diganti, Terganjal Impor Obat

Ngintip Pelayanan Registrasi Online BPOM
SELASA, 26 FEBRUARI 2013 | 09:51 WIB

Pria berperawakan kurus menuju Gedung B di Kompleks Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Jalan Percetakan Negara Nomor 23 Jakarta Pusat. Pakaiannya rapi. Tiba di lobby gedung, dia menyasar ke meja resepsionis.

Seorang staf perempuan di meja resepsionis terlihat menunjuk ke arah gedung di sebelah. Pria bernama Andri itu lalu meninggalkan gedung ini sambil menggerutu.

Ia datang ke sini untuk melakukan registrasi perusahaannya yang jadi importir obat dari luar negeri. Menurut Andri, perusahaan sudah melakukan registrasi secara online di website BPOM. “Ada kesalahan data. Saya ditugaskan untuk segera melaporkan ke BPOM,” katanya.


Pria yang berusia 30 tahun itu menjelaskan, perusahaannya telah mengajukan pembaruan data dan informasi mengenai perusahaan, alamat perusahaan serta semua persyaratan. Pembaruan data itu dilakukan Januari lalu.

Kendala muncul ketika perusahaan mengimpor obat. Bea Cukai menahan obat yang didatangkan dari luar negeri itu. Alasannya, ada perbedaan data perusahaan di dokumen impor dengan data di BPOM.

“Karena perbedaan data itu barang-barang perusahaan ditahan. Menurut Bea Cukai harus dibereskan dulu informasi dan data kami di BPOM,” kata Andri menggerutu.

Ketika dicek, lanjut dia, data perusahaan di daftar BPOM memang belum berubah. “Ini sudah satu bulan tak kunjung ada pembaruan data kami,” kata Andri kecewa.

“Apa karena salah input data atau karena memang belum diubah oleh orang sini,” kata Andri yang enam tahun belakangan kerap mondar-mandir ke BPOM untuk mengurus izin perusahaannya.

“Sejak 2007 saya sudah berhubungan dengan BPOM, tapi tak pernah begini sebelumnya. Semua sudah kita penuhi persyaratannya kok,” jawab Andri.
Gedung yang ditunjukkan resepsionis kepada Andri adalah gedung A. Gedung bercat putih ini ditempati Pusat Informasi dan Humas BPOM.

Belum lama, BPOM meluncurkan program registrasi online. Namanya Aplikasi e-Registrasi Obat (AeRO) dan Aplikasi Sistem Registrasi Obat Tradisional (ASROT).

“Sistem e-registrasi obat pada tahap awal ditujukan untuk obat copy,” jelas Kepala Badan POM Lucky S Slamet peluncuran program registrasi online.
Obat copy tersebut, menurut Lucky, adalah obat yang mengandung zat aktif sama dengan obat yang sudah terdaftar. Sedangkan sistem e-registrasi obat tradisional pada tahap I ditujukan untuk kategori obat tradisional low risk.
“Implementasi AeRO dapat memangkas waktu pelayanan registrasi obat menjadi kurang dari 150 hari kerja,” ujarnya.

Lucky mengatakan, sebelum ada AeRO, layanan registrasi obat memakan waktu antara 150-250 hari kerja. Sementara ASROT dapat memangkas waktu pelayanan menjadi kurang dari 7 hari kerja. “Sebelumnya layanan registrasi obat tradisional memakan waktu hingga 30 hari kerja,” tutur Lucky.

Keuntungan lainnya, menurut dia, bisa mengurangi biaya transportasi yang harus dikeluarkam pemohon. Sistem baru ini juga meminimalisir pertemuan petugas dengan pemohon bisa diminimalisir. Sehingga mengurangi potensi korupsi atau pungli.

Bukan hanya obatnya yang diregistrasi, perusahaan yang memproduksi maupun mengimpor juga didata. Mulai dari nama perusahaan, alamat kantor, izin usaha hingga alamat gudang.

Kepala Biro Hukum dan Humas BPOM Budi Djanu Purwanto mengatakan sistem registrasi online ditangani para staf yang ada di badan ini.

Mereka adalah tenaga ahli yang direkrut setiap kali ada penerimaan PNS. “Sebab, pekerjaan-pekerjaan kita sarat dengan rahasia obat-obatan dan makanan, tidak mungkin diserahkan pengelolaannya kepada orang di luar BPOM,” ujarnya.

Menurut dia, informasi dan data yang diinput harus benar-benar aman dan rahasia. “Jika sampai seperti bocor tentu akan ada efek negatif. Misalnya bisa muncul persaingan usaha yang tidak sehat pada masing-masing perusahaan obat dan makanan. Maka kita jaga benar datanya,” ujar Budi.

Budi enggan menjelaskan sistem AeRO dan ASROT yang baru diluncurkan. Kata dia, sistem ini beroperasi 24 jam sehari. “Soal tenaga yang menangani memang tidak 24 jam di kantor. Mereka disediakan perangkat yang bisa mengontrol pekerjaan mereka dan terkoneksi dengan jaringan. Bisa dikontrol di rumahnya misalnya. Mereka siap menjaga kerahasiaan,” jelasnya.

Budi mengatakan sistem registrasi online ini pernah ngadat. “Saya tidak tahu apakah itu kena hack atau tidak, yang jelas tidak merusak system dan sudah diperbaiki. Dan sudah semakin dipercanggih agar tidak bisa diutak-atik sembarangan,” jelasnya.

Sidik Jari Dipindai, Obrolan Direkam


Gedung bercat putih dan berlantai empat di bagian tengah kompleks kantor BPOM terlihat sepi. Berbeda dengan gedung lainnya yang ramai dikunjungi orang,
Di gedung inilah terdapat data center sistem registrasi online. Dua daun pintu dari kaca putih tebal, menjadi pintu masuk ke gedung ini. Di pintu masuk ini dipasang metal detector. Di pinggir pintu terdapat mesin pemindai sidik jari.

Hanya orang-orang saja yang bisa masuk ke dalam gedung ini. “Jumlahnya sekitar sepuluh orang. Dan harus memiliki akses berupa finger print. Jika data finger print-nya tidak cocok, tidak akan bisa masuk ke dalam ruangan,” ujar Reri Indriani, Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM.

Reri mengajak Rakyat Merdeka masuk ke dalam gedung ini. Tapi hanya bagian depannya saja. Dari balik dinding kaca transparan, terlihat beberapa petugas BPOM sibuk di dalam ruangan. Beberapa meja yang dilengkapi dengan komputer, serta sejumlah dokumen di masing-masing meja terlihat menumpuk.

Persis di belakang mereka, masih ada ruangan yang juga berdinding kaca. Tampak dua mesin ukuran besar bertengger di ruangan tanpa penghuni itu. “Itu back up server BPOM,” ujar Reri.

Bukan hanya di pintu masuk yang dipasang mesin pemindai sidik jari. Hampir semua pintu menuju ruangan-ruangan di gedung juga dipasang perangkat sama. “Ada minimal tiga lapis pengamanan di setiap ruangan,” ujar Reri.

Bahkan, setiap percakapan yang ada di dalam ruangan ini pun terekam dan tercatat di sebuah ruangan lain sebagai pusat control untuk orang-orang yang masuk ke dalam.
“Jadi, jika misalnya ada percakapan yang tidak layak pun di dalam masing-masing ruangan, pasti langsung ketahuan. Dan kita punya akses atau otoritas, untuk membatalkan akses finger print orang tersebut tanpa dia sadari,” jelas Reri. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya