Perkara dugaan korupsi pengadaan bibit padi, jagung dan kedelai untuk petani oleh BUMN bernama PT Sang Hyang Seri, bergulir di Kejaksaan Agung.
Pada Kamis (14/2) lalu, penyidik memanggil empat PNS Kementerian Pertanian untuk diperiksa sebagai saksi, yakni Direktur pada Ditjen Tanaman Pangan, yang sekarang diubah menjadi Direktur Budidaya Serelia Rahman Pinem, Kepala Sub Bidang Perbendaharaan pada Ditjen Tanaman Pangan Yusman, Direktur Perbenihan Tanaman Pangan Bambang Budianto dan Kepala Sub Dit Benih Kacang dan Umbi Widjatmiko.
Empat saksi itu menghadiri pemeriksaan sejak pukul 9 pagi. Pemeriksaan mereka mengenai perencanaan alokasi kebutuhan kegiatan yang berhubungan dengan program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU).
“Sesuai tugas dan wewenang yang dijabat masing-masing saksi,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi.
Pada hari yang sama, tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menggeledah kantor PT Sang Hyang Seri (SHS) di Jalan Sahardjo, Jakarta Selatan. Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti. Penyitaan dilakukan 11 penyidik yang diketuai Adityawarman.
“Penyidik menyita dokumen-dokumen atau surat-surat yang disimpan dalam 68 map tebal terkait kegiatan pengadaan benih, tiga unit CPU, dan satu unit laptop,†ujarnya.
Kejaksaan Agung juga telah menurunkan tim penyidik ke sejumlah daerah untuk melakukan pengumpulan data dan informasi. Hasilnya, penyidik menemukan bukti tindak pidana korupsi pengadaan bibit oleh PT Sang Hyang Seri.
Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menyampaikan, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka perkara korupsi pengadaan benih tahun 2008 sampai 2012 ini. “Untuk sementara, baru tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Proses penyidikan dan pengembangan masih dilakukan,†ujarnya.
Tiga tersangka program benih bersubsidi, cadangan benih nasional (CBN) dan bantuan langsung benih unggul (BLBU) di lingkungan Kementerian Pertanian ini adalah Dirut PT SHS Kaharuddin, Manajer Kantor Cabang PT SHS Tegal Hartono dan Karyawan PT SHS Subagyo.
Kasus ini terjadi ketika tahun 2008 sampai 2012, Kementerian Pertanian menunjuk PT Sang Hyang Seri mengadakan benih untuk keperluan program benih bersubsidi, cadangan benih nasional dan bantuan langsung benih unggul. Untuk 2012 seolah-olah digelar tender dan pemenangnya tetap Sang Hyang Seri.
Sedangkan biaya pengelolaan cadangan benih nasional yang dilakukan Sang Hyang Seri dari tahun 2009 sampai 2011, sebesar biaya pemeliharaan cadangan benih nasional di Kantor Regional.
“Namun, biaya pengelolaan sebesar 5 persen itu, oleh Sang Hyang Seri Pusat, tidak pernah disalurkan kepada Kantor Regional di daerah, sehingga patut diduga ada penyimpangan,†kata Adi.
Berdasarkan penyelidikan ditemukan sejumlah bukti bahwa tahun 2009 sebesar Rp 10.412.223.750, dari nilai kontrak sebesar Rp 31.236.671.250. Tahun 2010 sebesar Rp 10.630.927.500, dari nilai kontrak sebesar Rp 31.892.782.250. Tahun 2011 sebesar Rp 15.277.866.283, dari nilai kontrak Rp 45.833.5983.851.
Menurut Adi, dalam menentukan harga komoditi dengan pihak ketiga, terjadi intervensi Kaharuddin yang merupakan bekas Direktur Pemasaran PT SHS. Kaharuddin kemudian menjadi Direktur Utama.
Intervensi itu diketahui berdasarkan keterangan Manajer Regional I sampai VI dan Sekretaris Direktur Pemasaran PT Sang Hyang Seri Ema. “Sehingga, harga komoditi dalam kontrak kerja sama dengan perusahaan pihak ketiga menjadi lebih mahal dan berpotensi merugikan keuangan negara,†tandas Adi.
REKA ULANG
Sangkaan Korupsi Benih Itu...
Dalam program cadangan benih nasional (CBN) tahun 2009 dan tahun 2010, ada perbedaan antara dokumen PT Sang Hyang Seri (SHS) dengan Dinas Pertanian Kabupaten di Lampung Selatan, Lampung Timur dan Pesawaran.
Menurut data Sang Hyang, untuk bibit jagung hibrida di Kabupaten Pesawaran tahun 2009, terdapat penyaluran sebanyak 16.977 Kg. “Tapi, menurut data di Pesawaran, mereka tidak pernah menerima penyaluran CBN itu,†kata Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.
Pada 2010 di Kabupaten Lampung Selatan, sesuai data Sang Hyang Seri, terdapat penyaluran CBN padi non hibrida sebanyak 113.871 Kg. Di Kabupaten Lampung Timur, sesuai data Sang Hyang Seri, telah disalurkan CBN jagung hibrida sebanyak 10.740 Kg. Namun, sesuai data di Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Timur, yang diterima hanya 9.780 Kg, sehingga terdapat selisih 960 Kg.
Setelah dikonfirmasi kepada kelompok tani, terjadi juga pengadaan benih kedelai fiktif sebesar Rp 4.627.060.000 dan mark up volume maupun harga benih kedelai sebesar Rp 1.018.450.000 yang dilakukan Kantor Cabang PT Sang Hyang Seri di Lampung Timur dengan para kelompok tani, sesuai perjanjian jual beli benih kedelai.
Perjanjian itu ditandatangani Manajer Cabang Sang Hyang Seri tahun 2008 sampai 2011 Hartono, dan Manajer Cabang Sang Hyang Seri dari 2011 sampai 2012 Subagyo.
Sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes, sebanyak 170 ton benih tidak disalurkan ke kios yang terdaftar di Dirjen Tanaman Pangan.
“Tapi, disalurkan ke sub kios dan perorangan di wilayah Brebes dan Tegal,†kata Adi.
Pembayaran dari Kios Bima Tani secara tunai, dan ditransfer ke PT Sang Hyang Seri melalui Nomor Rekening 1231238999 Bank BNI Cabang Klaten, dengan nilai Rp 1.757.088.800. Kemudian, pembayaran ke nomor rekening 003501000856309 Bank BRI Cabang Klaten dengan nilai Rp 1.118.925.200, dari Kios Pusaka Tani.
Menurut Adi, tim penyidik berkesimpulan, telah diperoleh bukti permulaan yang cukup, telah terjadi korupsi pengadaan benih oleh Sang Hyang Seri tahun 2008 sampai 2012 yang melanggar Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Begitu Dirut PT Sang Hyang Seri Kaharuddin ditetapkan sebagai tersangka, Menteri BUMN Dahlan Iskan mencopotnya. “Dirut Sang Hyang Seri dicopot, surat pemberhentian segera saya tandatangani dan dikirimkan pada hari ini juga,†kata Dahlan seusai menggelar rapat pimpinan Kementerian BUMN pada Selasa (12/2) lalu.
Menurut Dahlan, Kaharuddin dibebastugaskan agar fokus menghadapi pemeriksaan. Selanjutnya, Dahlan menunjuk Upik Rosalina Wasrin sebagai Dirut Sang Hyang Seri.
“Terhitung hari ini, Upik mulai aktif memimpin Sang Hyang Seri,†katanya.
Upik sebelumnya menjabat Asisten Deputi Kementerian BUMN Bidang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Sebelumnya, pada Jumat 8 Februari, Kejaksaan Agung menetapkan Kaharuddin dan dua anak buahnya, yaitu Manajer Kantor Cabang PT SHS Tegal Hartono dan Karyawan PT SHS Subagyo sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan benih di Kementerian Pertanian periode 2008-2012.
Kapuspenkum Kejagung Setia Untung Arimuladi mengatakan, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup mengenai korupsi pengadaan bibit dan rekayasa proses tender untuk memenangkan Sang Hyang Seri. Bukti lainnya yaitu pengadaan benih kedelai fiktif, mark up volume maupun harga benih kedelai dan penyaluran subsidi benih tak sesuai peruntukan, melainkan ke perorangan dan ke kios-kios.
Jatah Rakyat Kecil DigasakDasrul Djabar, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Dasrul Djabar geram karena jatah bibit padi, jagung dan kedelai untuk rakyat kecil pun digasak. Karena itu, menurutnya, kasus ini harus dibongkar tuntas dan semua pelakunya harus dihukum seberat-beratnya.
Politisi Demokrat itu juga mendesak Kejaksaan Agung agar tidak melakukan pengusutan alakadarnya. “Ini sangat merugikan masyarakat. Petani kok dibohongi.
Penanganan kasus ini harus sangat serius, harus dibongkar tuntas,†katanya.
Dasrul setuju bila sejumlah kebutuhan rakyat banyak dikorupsi, maka pelakunya harus diberikan sanksi yang sangat berat. “Bagaimana masyarakat, khususnya petani akan maju, bibit saja sudah dilumat para pelaku yang bercokol di lembaga-lembaga dan perusahaan. Seharusnya, mereka mengabdi kepada masyarakat,†katanya.
Terbongkarnya kasus korupsi pengadaan bibit itu, membuat Dasrul berseru keras kepada aparat penegak hukum agar benar-benar serius mengusutnya.
“Kejaksaan Agung yang mengusut kasus ini harus benar-benar peka, dan sensitif terhadap rakyat kecil. Berikan keadilan bagi masyarakat. Usut semua pelakunya.â€
Perkara korupsi ini, sangat menciderai dan menusuk perasaan rakyat kecil. “Karena itu, penegak hukum jangan main-main. Jangan membuat masyarakat yang sudah mengalami ketidakadilan, semakin tidak percaya kepada penegak hukum,†tandasnya.
Selain menghambat program pemerintah mencukupi kebutuhan pangan, kasus korupsi bibit ini, sangat bertolak belakang dengan kondisi petani yang masih banyak di bawah garis kemiskinan.
“Jangan anggap pidana ini sekadarnya saja. Ini sangat merugikan hak-hak petani.
Kasus ini mengindikasikan, para pelaku menghambat program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Mereka malah menjadikan program itu untuk memperkaya diri sendiri,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]