Berita

Dr Hj Murtini SH MM

On The Spot

Diantar Tukang Ojek, Keluar Masuk Instansi

Dosen Tuna Netra Survei Pelayanan Keliling Nusantara
MINGGU, 17 FEBRUARI 2013 | 09:54 WIB

Hari yang terik tidak menyurutkan langkah seorang ibu berkerudung biru memasuki kompleks Mahkamah Agung (MA) di Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 9-13 Jakarta Pusat. Perempuan berkulit gelap itu dituntun seorang pria memasuki gedung utama MA.

Tak ada yang begitu peduli dengan kehadiran perempuan yang berbicara dengan logat Melayu kental itu. Tangannya menenteng buku tulis tebal dan menyandang tas cokelat. Kepada staf di meja resepsionis di lobby gedung MA, perempuan itu menyampaikan keinginannya untuk bertemu pejabat MA.

Ia lalu menunjukkan KTP sebagai kartu identitasnya. Di KTP tertulis nama Dr Hj Murtini SH MM. Saat itu, di MA tengah digelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Staf resepsionis lalu mengarahkan Murtini agar menemui Humas.

Sampai di ruang Humas Murtini kembali menyampaikan keinginannya kepada staf di situ. Setelah keinginannya tercapai dan berbincang-bincang sebentar, dia pun beranjak meninggalkan gedung MA.

“Ini mau ke Kementerian Dalam Negeri,” katanya sambil membenarkan letak kerudungnya yang bermotif bunga. Kantor Kementerian Dalam Negeri masih di Jalan Medan Merdeka Utara. Letaknya di sebelah MA.

Dari MA, Murtini mendapat surat keterangan yang dilengkapi tanda tangan pejabat terkait dengan stempel lembaga yang menyatakan dia sudah pernah mengunjungi instansi itu. Surat itu dicatat di buku tebal yang dibawanya.

Dengan diantar tukang ojek yang tadi menuntunnya ke MA, Murtini bakal menyambangi instansi-instansi negara dan pelayanan publik lainnya yang ada di sekitar bilangan Monas. Ia tak tahu letak kantor instansi pemerintah karena menderita buta. Sejak menjadi tuna netra dia kerap mendapat perlakuan diskriminatif. “Terutama soal pelayanan publik,” ujarnya.

Murtini yang tercatat sebagai dosen di Universitas Riau telah keliling Indonesia. Sejak 2007 ia keluar-masuk instansi pemerintah untuk mengetahui pelayanan terhadap orang cacat seperti dirinya.

Menurut dia, awalnya suami dan anak-anaknya tak setuju dengan rencananya keliling Indonesia. Namun Murtini bersikukuh. Keluarga akhirnya menyetujui asal biaya perjalanan ditanggung sendiri dan tidak boleh mengemis.

“Saya masih mendapat gaji bulanan, gaji pokok dari Unri sebesar tiga jutaan rupiah tiap bulannya. Dan itu cukuplah buat saya. Memang selama perjalanan keliling Indonesia ini, saya membiayai sendiri, saya bukan pengemis, dan tak mau minta-minta,” jelasnya.

Suami dan anak-anaknya juga mensyaratkan Murtini tak melakukan perjalanan maraton. Ia hanya boleh melakukan perjalanan selama 10 hari. Setelah itu istirahat di rumahnya selama 10 hari. Di KTP, Murtini beralamat di Pinang, Kota Tangerang.

Melakukan perjalanan seorang diri, Murtini membekali diri dengan handphone. Dengan telepon genggam ini dia berkomunikasi dengan keluarganya.

“Nanti, kalau ada apa-apa saya aktifkan dan bisa komunikasi dengan keluarga,” ujarnya sambil mengeluarkan sebuah telepon genggam dari dalam tas cokelat yang dibawanya.

Murtini merasa bisa leluasa melakukan perjalanan karena tak lagi terbebani urusan keluarga. Anak-anaknya sudah dewasa. Beberapa anaknya mengikuti jejak suaminya: berkarier di militer. Ada yang jadi perwira angkatan darat, angkatan laut. Juga ada yang di kepolisian, dokter dan camat di Jakarta.

Ia mengaku sudah mengunjungi semua provinsi dan ratusan kota/kabupaten. “Dari Sabang sampai Merauke, tiga puluh tiga provinsi dan 400-an lebih kabupaten dan kota, semua instansi-instansi yang ada di sana saya datangi,” ujarnya.

Dalam perjalanannya dia kerap mendapatkan perlakuan buruk. Dia pernah tak diladeni bahkan diusir karena dikira pengemis. Ia terjadi saat dia datang ke kantor Wali Kota Tarakan, Kalimantan Barat.

“Saya kan maksudnya baik. Tidak mau minta sumbangan, cuma mau minta tanda tangan saja. Kalau memang pimpinannya tidak bisa menerima, kan bisa dikasih solusi ke Bagian Umum atau Bagian Kesejahteraan Masyarakat. Ini tidak ada solusi seperti itu,” tuturnya. Mungkin karena buta, Murtini dikira pengemis.

Rencananya, pengalaman keliling Nusantara itu akan dibukukan dan dijadikan bahan untuk meraih gelar profesor. Murtini selalu membawa buku tulis tebal dalam perjalanannya. Di buku itu dia mencatat daerah-daerah yang sudah dikunjungi. Untuk validasi, dia meminta pejabat daerah yang didatanginya untuk memberikan stempel juga surat keterangan. “Nanti buku ini saya ajukan ke profesor yang menguji,” katanya.

“Saya ingin terus menimba ilmu pengetahuan, itulah semangat besar yang membuat saya ingin meraih gelar profesor meski dalam keadaan buta,” imbuh wanita paruh baya yang ingin memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia sebagai penyandang tuna netra pertama pertama keliling Nusantara.

Putri Mendagri, Raih Doktor Dari Negeri Belanda

Siapa Murtini? Ia lahir di Palembang,19 Maret 1958. Ia mengaku putri pertama Soepardjo Rustam, bekas Menteri Dalam Negeri di era Soeharto.

Di masa gerilya, Soepardjo adalah ajudan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Pada kurun 1956-1957 dia ditugaskan di Sumatera Selatan sebagai Komandan Sekolah Infanteri.

Murtini menempuh pendidikan SD hingga SLTA di  sekolah Xaverius di Jambi. Pada usia 9 tahun dia sudah menyelesaikan SD, lebih cepat tiga tahun.

“Sekolah Katolik itu kan disiplin ya, dan pelajaran bahasa Inggrisnya juga bagus. Jadi ayah saya menyekolahkan saya di sana. Tapi agama saya tetap Islam, bahkan saya pandai mengaji,” tuturnya sembari tersenyum.

Sejak kecil bercita-cita jadi dosen. Pada 1979 dia menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan IKIP Bandung.

Setahun kemudian dia diangkat jadi dosen di Universitas Riau. Sambil mengajar dia melanjutkan pendidikan strata dua di Universitas Andalas, Padang.

Gelar magister diperolehnya pada 1987. Sepuluh tahun kemudian digondol gelar doktor dari Belanda bidang sumber daya manusia.

Dari pernikahannya dengan Letjen Hadi Dedi Aprianto, Murtini dikaruniai lima orang anak. Ada 1998, ia mengangkat seorang anak. Saat kerusuhan melanda Jakarta, dia dan suami menemukan bayi perempuan di tong sampah.

“Setelah kami bawa ke rumah sakit, tidak ada orang yang datang menanyakannya. Jadi kamilah yang merawatnya sampai sekarang,” ujar Murtini. Saat ini anak angkatnya sekolah di Magelang.

Bus Masuk Jurang, Berobat Sampai Ke Singapura

Penampilan Murtini terlihat sederhana. Walaupun tuna netra, dia menengadahkan kepala ke langit seolah mencoba melihat mentari yang bersinar terang. Cuaca di parkiran MA sangat panas siang itu.  

Sejumlah orang mengerumuninya. Mereka pun ngobrol dengan Murtini di emperan kantor lembaga peradilan tertinggi itu. Murtini menuturkan dia terlahir normal. Dengan panca indera yang lengkap dia bisa menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S3 di Belanda.

Sejak lulus sarjana dia mengajar di Universitas Riau. “Sampai sekarang saya masih tercatat sebagai dosen di sana,” ujar Murtini datar. Ia mengajar mata kuliah Kewiraan.
Kecelakaan di Puncak, Bogor, Jawa Barat pada 2004 silam mengubah hidupnya. Saat itu hendak pulang setelah mengikuti seminar. Kecelakan itu menyebab dia kehilangan penglihatan.

“Kendaraan bus yang kami tumpangi mengalami kecelakaan. Jatuh ke jurang. Dari 12 penumpang 10 di antaranya meninggal dunia dan dua orang mengalami cacat seumur hidup termasuk saya yang kini buta,” tuturnya.

Ia sudah mencoba berobat untuk memulihkan penglihatan. Ia tujuh kali menjalani operasi di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura. Namun sia-sia. Pada 2007 dokter memvonisnya mengalami buta permanen.

“Sejak saya buta, saya mengalami diskriminasi. Pelayanan publik kepada saya pun dianggap nomor dua. Harusnya sama. Saya dipandang sebelah mata, dan dianggap tidak penting. Tidak ada keadilan dalam memperlakukan orang-orang cacat,” ujarnya.

Sempat sedih mendapat perlakuan itu, perempuan yang di KTP-nya tertulis lahir di Palembang, 19 Maret 1958 itu lalu mendapat gagasan untuk melakukan survei pelayanan publik terhadap orang cacat seperti dirinya.

Perjalanan keliling Indonesia pun dimulai pada September 2007. Ibu lima anak itu mengawalinya dari Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kini sudah ratusan daerah yang didatanginya.

Dalam kondisi cacat, tak mudah melakukan perjalanan jauh dan sendirian tanpa didamping keluarga. Namun dengan tekad baja, istri perwira tinggi TNI itu menapaki provinsi demi provinsi, daerah demi daerah. Kini sudah semua provinsi dikunjunginya.

Sebelum memulai perjalanan, Murtini menentukan lebih dulu daerah yang akan dituju. Sampai di daerah tujuan, dia menggunakan kendaraan umum untuk mendatangi kantor atau instansi pemerintah di situ.

“Saya berangkat ke daerah tujuan dengan pesawat. Saat pulang juga memakai pesawat lalu dijemput keluarga saya di airport,” ujar wanita 54 tahun ini.

Memenuhi janjinya kepada keluarga, selama perjalanan dia berupaya tak meminta bantuan dari pihak lain. “Saya mulai dengan uang hasil tabungan saya sendiri semenjak menjadi guru dan dosen,” kata Murtini.

Namun dia juga tak menolak ketika yang memberi bantuan. Ada seorang pejabat di daerah yang dikunjungi yang memberikan bantuan karena mendukung perjuangannya. Murtini tak menolaknya.   

Selama keliling Nusantara, Murtini jalan sendiri. Kalaupun diantar, ia meminta pengantarnya menunggu di depan kantor pemerintah yang didatanginya. “Saya diantar hanya sampai di depan kantor, setelah itu saya akan masuk sendiri,” ujarnya.

Selain tak mau merepotkan, dia pun ingin mengetahui reaksi staf pemerintah dalam melayani orang cacat seperti dirinya. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Masih 41,7 Persen, Ini PR Buat Kemenperin

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:01

Gibran Puji Makan Bergizi Gratis di Jakarta Paling Mewah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:56

Netanyahu: Israel Sukses Bunuh Dua Calon Penerus Hizbullah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:50

Gibran Ngaku Ikut Nyusun Kabinet: Hampir 100 Persen Rampung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:47

Jokowi Dipastikan Hadiri Acara Pisah Sambut di Istana

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:39

Mampu Merawat Kerukunan, Warga Kota Bekasi Puas dengan Kerja Tri Adhianto

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Turki Kenakan Tarif Tambahan 40 Persen untuk Kendaraan Tiongkok, Beijing Ngadu ke WTO

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Dasco Kasih Bocoran Maman Abdurrahman Calon Menteri UMKM

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:31

Maroko Dianugerahi World Book Capital UNESCO 2026

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:27

Heru Budi Bareng Gibran Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMAN 70

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:20

Selengkapnya