Berita

Mohamad Hasan bin Kushi-Azmi bin Muhammad Yusuf

X-Files

2 Warga Malaysia Kaget Dituntut 9 Tahun Penjara

Tuntutan Jaksa Di Perkara Neneng Sri Wahyuni
JUMAT, 08 FEBRUARI 2013 | 09:22 WIB

.Jaksa menuntut M Hasan Bin Khusi dan R Azmi Bin M Yusof sembilan tahun penjara. Kedua warga Malaysia itu juga dituntut membayar denda masing-masing Rp 400 juta.

Memori tuntutan dibacakan Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Guntur Fery Fathar di Pe­nga­dilan Tipikor Jakarta, kema­rin. Menurut JPU, Hasan dan Azmi terbukti menghalangi pengusutan perkara korupsi proyek Pem­bangkit Listrik Tenaga Surya di Ke­menterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.

Kedua terdakwa dinilai sengaja me­nyembunyikan tersangka Ne­neng Sri Wahyuni saat berstatus buronan International Police (In­terpol). Akibat tindakannya, ter­dakwa patut diduga turut serta da­lam perkara korupsi.


“Meminta majelis hakim menyatakan ter­dak­wa satu  dan terdakwa dua ter­bukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ko­rupsi,” cetus jaksa Guntur.

Oleh sebab itu, jaksa memohon hakim mengabulkan tuntutan, memvonis terdakwa sembilan ta­hun penjara serta denda masing-ma­­sing Rp 400 juta. Jika ter­dak­wa tak sanggup membayar denda, ter­dakwa wajib mengganti de­ngan hu­kuman badan selama empat bu­lan penjara. Mendengar tuntutan jaksa, kedua terdakwa tampak kaget.

Jaksa Ahmad Burhanudin me­nambahkan, pertimbangan jaksa dilatari pengakuan terdakwa, sak­si-saksi, rekaman sadapan te­le­pon, dan rekaman CCTV. Bertha He­r­a­wati, pengurus Partai De­mok­­rat yang sempat jadi saksi  si­dang ini mengaku pernah ber­­temu kedua terdakwa. Per­te­muan berlangsung saat mem­be­suk M Nazaruddin di Rumah Ta­hanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur.

Tapi saat pertemuan, Na­za­rud­din memintanya agar keluar dari ruangan tamu tahanan. Saksi Bertha baru bercakap-cakap dengan terdakwa ketika hendak meninggalkan ru­tan.

Kepada Bertha, Hasan me­ma­parkan, Neneng berada di tempat aman. “Terdakwa Hasan me­ngatakan Neneng tinggal di apar­temen,” ucap  jaksa mengutip ke­saksian Bertha. Lalu Bertha beru­saha memastikan keamanan Ne­neng. Hasan menyebut, “Kalau polisi mau tangkap, tinggal sebut nama kita.”

Kepada majelis hakim, Bertha juga mengaku kenal dengan Ha­san dan Azmi. Perkenalan dengan terdakwa dilatari urusan bisnis Na­zaruddin di Malaysia dan ke­inginan kedua terdakwa me­na­nam­kan investasi di Indonesia.

Lebih jauh, tuntutan jaksa di­dasari pengakuan bahwa Neneng pernah bertemu kedua terdakwa. Pertemuan di Raja Kedai, Kuala Lumpur, Malaysia, terjadi Juni 2011. Pada pertemuan, Neneng minta Hasan membantu masuk Indonesia. Hasan menyanggupi.

Dia lalu menghubungi kurir,  Tho­yibin untuk mem­buatkan identitas palsu Ne­neng atas nama Nadia. Setelah merencanakan jalur illegal yang akan ditempuh, pada 12 Juni 2011, Hasan, Azmi dan Chalimah alias Camila, pem­bantu Neneng pergi ke Pelabuhan Setulang Laut Johor, Malaysia.

Dari pelabuhan ini, ketiganya menumpangi kapal Ferry MV Indomas 3 menuju Batam. Se­men­tara Neneng yang dikawal Tho­yibin, berangkat pagi-pagi buta. Keduanya menumpangi speed boat masuk ke Sengkuang, Batam melalui jalur tidak resmi.

Sekitar pukul enam sore, Ha­san, Azmi Camila tiba di Pe­la­bu­han Batam Centre. Kemudian Ha­san memesan kamar di Hotel Ba­tam Centre. Satu kamar untuk Neneng dan Camila. Satu kamar lain­nya untuk Hasan dan Azmi.

Pada 13 Juni 2012, Hasan, Azmi, Neneng dan Camila me­lan­jutkan perjalanan ke Jakarta. Tiket pesawat disiapkan terdak­wa. Mereka terbang dari Bandara Hang Nadim, Batam meng­gu­na­kan pesawat Citilink nomor pe­ner­bangan GA-O39.

Jaksa menyimpulkan, tindakan Hasan dan Azmi melindungi dan membantu Neneng masuk Indo­ne­sia, merintangi proses penyi­di­kan perkara korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) de­ngan tersangka Neneng.

Terlebih, ke­dua terdakwa mengetahui bah­wa nama Neneng masuk daf­tar pen­carian orang (DPO). Akibat tin­­da­kan terdakwa, perkara ter­se­but tidak bisa dilanjutkan KPK ke tingkat penuntutan.

Jaksa menilai, pertimbangan yang memberatkan terdakwa ialah membuat citra buruk pe­ne­ga­kan hukum di Indonesia, tidak mendukung upaya pem­be­ran­ta­san korupsi, serta mempersulit ja­lann­ya sidang. Sedangkan hal yang di­anggap meringankan, kedua ter­dakwa belum pernah dihukum.

Kuasa hukum kedua terdakwa, Junimart Girsang akan mengajukan pe­m­be­laan untuk kliennya. Namun, dia belum mau menjabarkan  subs­tansi pembelaan yang akan di­aju­kan pada sidang pekan depan.

“Kita akan ajukan memori pem­belaan. Tuntutan jaksa tidak se­suai dengan apa yang ter­ung­kap di persidangan,” cetusnya. Dia me­nye­but­kan, terdakwa I dan terdakwa II merupakan warga Malaysia yang datang ke In­donesia untuk urusan bisnis.

Terdakwa I adalah pengusaha res­toran dan Terdakwa II mana­ging director. Keduanya tak per­nah mengenal dan berteman de­ngan Neneng. Jadi, bagaimana mungkin para terdakwa me­la­ku­kan tindakan yang bermaksud mencegah penyidikan terhadap Neneng dan membantu lewat jalur ilegal?” belanya.

Dia bersikukuh, para terdakwa pertama kali bertemu Neneng di Hotel Batam Center.

Reka Ulang

“Banyak Juga Azmi Makannya”

Kedekatan Neneng Sri Wah­yuni dengan terdakwa warga Ma­laysia tertangkap kamera tat­kala makan pagi di restoran se­buah hotel di Malaysia.

Cuplikan  rekaman itu diputar jaksa dalam sidang terdakwa M Hasan Bin Khusi dan R Azmi Bin M Yuso, Kamis (6/12) petang. Se­ka­lipun tampilan gambar itu tak begitu jernih, terlihat Neneng dan Chalimah, pembantunya, me­nem­pati sebuah meja makan.

Tak lama berselang, Hasan dan Azmi datang. Setelah ber­ja­bat ta­n­gan, mereka pun makan pagi. Sua­­sana sarapan pagi tam­pak santai. Mereka sesekali ber­cakap-cakap.

Dalam cuplikan tersebut, Azmi sering terlihat bolak-balik me­ngambil makanan. Karena po­lah­nya, hakim Pangeran N­a­pi­tu­pulu melontarkan guyonan.  “Ba­nyak juga Azmi makannya. Bo­lak-balik terus,” katanya di­sam­but tawa penonton sidang.

Sesaat kemudian, jaksa me­ma­tikan tayangan rekaman berdurasi kurang dari 15 menit itu. Jaksa me­ngatakan, tayangan tersebut se­ngaja diputar guna me­nun­juk­kan kedekatan hubungan ter­dak­wa dengan istri M Nazaruddin. “Ini diputar untuk menunjukkan keakraban mereka berempat,” kata jaksa.

Lalu hakim mengkonfirmasi saksi Chalimah, pembantu Ne­neng. Chalimah mengaku, baru se­kali bertemu kedua terdakwa. Sak­si bilang, pertemuan terjadi saat Neneng berusaha mening­gal­kan Malaysia. “Saya baru kenal waktu perjalanan dari Johor Baru menuju Batam,” katanya.

Dinyatakan, kedua terdakwa sama-sama menumpangi kapal fery. “Waktu itu kami sama-sama naik fery,” kata Chalimah. Se­men­tara, Neneng meninggalkan Ma­laysia menggunakan speedboat.

Menurut Chalimah, dirinya dan kedua terdakwa baru bertemu Ne­neng ketika  sampai di Batam. Ia mengaku lupa apa nama tem­pat pertemuan dengan bosnya ter­se­but. Begitu urusan selesai, dia dan Neneng serta dua terdakwa sem­pat menginap di hotel. Ke­eso­kannya, mereka bergegas me­ninggalkan Batam menuju Ja­kar­ta menggunakan pesawat. Tapi setiba di kediaman maji­kan­nya, bilangan Pejaten, Pasar Ming­gu, Jaksel, petugas KPK me­nangkap Neneng.

Pada cuplikan rekaman kedua, jak­sa memutar tayangan lain di Ho­tel Lumirre, Senen, Jakpus. Pada tayangan ini, terlihat saksi Aan, sopir Nazaruddin didam­pi­ngi Heri menumpangi mobil To­yota Avanza abu-abu. Heri dan Aan sempat menurunkan bebe­rapa koper di depan lobi hotel.

Kedatangan Heri dan Aan disambut terdakwa Azmi. Setelah koper diturunkan, Heri kembali masuk mobil.

Dia menyalakan mesin. Na­mun mobil tidak jalan. Ternyata, Heri menunggu Aan. Dalam si­dang, Aan mengaku kenal dengan kedua terdakwa. Bekas sopir pri­badi Nazaruddin itu, mengaku su­dah kenal kedua terdakwa pada 2010. Dia menjelaskan, perte­mu­an dilatari perintah rekan M Na­za­ruddin, Bertha Herawati yang juga politisi Partai Demokrat. “Saya disuruh Ibu Bertha mene­mui mereka di Hotel Lumirre, Senen,” katanya.

Saat itu, Bertha berpesan, tak bisa menemui Hasan dan Azmi karena sibuk. Rencana pertemuan yang semula siang hari pun di­ge­ser malam. Aan tak mengetahui apa agenda pertemuan itu.

Tuntutan KPK Masih Logis

Hendardi, Direktur Eksekutif Setara Institut

Direktur Eksekutif Setara Institut Hendardi menyatakan, hal yang menjadi pokok per­soalan dalam kasus ini adalah putusan hakim. Jadi, berapa pun tuntutan hukuman yang diten­tukan jaksa, tak jadi persoalan kruisial.

“Kalau ancaman hukuman maksimalnya 12 tahun jadi sem­ bilan tahun, itu masih logis. Beda halnya jika ancaman hu­ku­man maksimal 12 tahun, tun­tutannya jadi tiga tahun. Ini per­lu dipersoalkan. Ada apa de­ngan jaksa,” ujarnya.

Dia menggarisbawahi, hal kru­sial dalam persoalan ini ya­itu, bagaimana hakim menyi­ka­pi tuntutan jaksa. Jadi, yang pa­ling penting disikapi adalah bagaimana hakim menimbang dan memutus perkara tersebut.

Kualitas hakim dalam me­mu­tus perkara yang sudah dituntut jaksa ini perlu dikawal. Jangan sampai, hakim memberikan pe­nafsiran yang keliru atau be­r­be­da dengan jaksa.

“Tuntutan jaksa sudah mak­simal. Jangan sampai justru di­men­tahkan hakim dengan putu­san yang lebih ringan,” tuturnya.

Bekas Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia (PBHI) ini menam­bah­kan, eksistensi penyidik dan jaksa KPK selama ini sudah cu­kup signifikan. Dibanding de­ngan lembaga penegak hukum lainnya, kinerja KPK boleh di­bi­lang  menunjukkan arah yang positif.

Dengan penilaian itu, maka wajar apabila KPK kebanjiran tamu delegasi asing. Yang pen­ting, intensitas pertemuan itu di­batasi serta dilaksanakan secara terbuka. Hal ini penting agar dugaan miring tentang adanya intervensi asing pada KPK da­pat diminimalisir.

“Kalau terus-terusan mene­ri­ma tamu asing, lalu kapan ker­janya. Yang kita perlu sekarang, bagaimana KPK mencegah dan menindak korupsi secara te­gas,” tandasnya.

Apakah KPK Takut Intervensi Pihak Asing

M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Politisi PAN M Taslim Cha­niago menilai, tuntutan jaksa yang lebih ringan dibanding ancaman hukuman dalam dak­waan, menimbulkan keanehan. Kemungkinan penegakan hu­kum masih diintervensi ke­pen­tingan asing pun m­encuat. “Apa­kah ada intervensi dari pihak asing kepada KPK,” katanya.

Dia menyatakan, jika dalam dak­waan jaksa mengutip anca­man hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, kenapa hal ini tak dire­ali­sasikan dalam tuntutan. Apalagi sebelum mengajukan tuntutan, jaksa sudah mendapat fakta-fakta yang konkret. Fakta-fakta yang dimaksud, keterangan ter­dakwa, saksi-saksi, rekaman sa­da­pan te­lepon, serta rekaman CCTV.

Bukti-bukti itu, menurut dia, bisa dijadikan patokan dalam menuntut terdakwa dengan hu­ku­man maksimal atau lebih be­rat. “Ini justru lebih ringan. Apa jangan-jangan KPK takut in­tervensi asing?” tanyanya.

Taslim menyayangkan per­tim­bangan jaksa. Dia pun me­minta agar jaksa penuntut dan pe­nyidik KPK untuk lebih pro­gresif dalam menegakkan hu­kum. Progresifitas itu idealnya diwujudkan dengan bukti kon­kret berupa penindakan yang lebih tegas.

Jangan sampai, penindakan hukum hanya tegas kepada Warga Indonesia. Sementara me­lempem saat menghadapi terdakwa yang nota bene warga asing. Jika ini yang terjadi, poli­tisi asal Sumbar ini khawatir, kewibawaan dan kedaulatan hu­kum Indonesia akan diinjak-injak negara lain. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya