Munculnya sejumlah nama capres 2014 mengundang perhatian Ketua Aliansi Rakyat Untuk Perubahan Dr Rizal Ramli.
Di mata bekas Menko PerekonoÂmian yang kerap melakukan perÂjalanan ke desa-desa dan kota-koÂta seluruh Indonesia itu, belum ada capres yang benar-benar mantap.
“Semuanya masih buih-buih saÂja. Belum ada yang betul-betul manÂtap,†tutur Rizal Ramli yang meÂngaku tengah di Maroko saat dikonÂtak Rakyat Merdeka, Rabu (6/2).
Menurutnya, baru 1/3 rakyat yang telah menetapkan tokoh piÂliÂhannya. Sementara sisanya akan menunggu saat-saat terakhir.
Berikut kutipan selengkapnya:Apa kriteria capres, sehingga menjadi mantap ?
Pertama, amanah dan bersih KKN (korupsi, kolusi, dan nepoÂtisÂme). Calon yang memiliki
track record KKN akan semakin KKN jika menjadi Presiden. Mau dibawa ke mana Indonesia ini. Masa 10 tahun yang akan datang kita masih ngomongin KKN.
Kedua, kompetensi. Ini tidak biÂsa direkayasa dan semakin diÂperlukan. Sebab, masalah yang kita hadapi semakin kompleks.
Ketiga, popularitas. Kriteria ini yang paling mudah direkayasa, dengan uang, iklan, spanduk dan analis-analis bayaran.
Apa rakyat mengetahui tiga syarat itu?
Saya berharap rakyat kita beÂlajar dari pengalaman masa lalu bahwa pencitraan tidak akan memÂbawa kita ke tingkat yang lebih tinggi. Sudah waktunya kita semua melihat lebih jauh dari sekadar melihat bedak dan lipstik.
Apa sih yang salah dengan demokrasi kita? Saya prihatin karena sejak maÂhasiswa memperjuangkan InÂdoÂnesia yang demokratis. Bahkan sampai dipenjara di tangsi militer dan penjara Sukamiskin, BanÂdung. Sedih karena demokrasi kiÂta dibajak oleh oligarki, dan beruÂbah menjadi demokrasi kriminal.
Apa yang harus dilakukan?Kita harus melakukan reformaÂsi pembiayaan partai politik, seÂhingga sisi kriminal dari deÂmokrasi bisa dihapus.
Bukankah demokrasi yang baik harus diikuti penegakan hukum?Betul. Demokrasi memang haÂÂrus juga diikuti dengan peÂromÂbakan hukum. Jika tidak, huÂÂkum hanya akan mengunÂtungÂÂÂkan keÂlompok elite. Tapi mengÂÂhambat kemajuan ekonoÂmi dan peningÂkatan kesejahÂteÂraan rakyat.
Contoh Singapura, bukan neÂgaÂra demokratis tapi hukumnya baÂgus, sehingga rakyat terlinÂdungi dan pengusaha senang.
Memang di sini bagaimana?Indonesia demokratis, tapi huÂkumnya amburadul. Rakyat tidak terlindungi dan bisnis penuh keÂtidakpastian. Hanya demokrasi dengan legal enforcement, bukan interest-enforcement, yang akan membawa manfaat untuk rakyat.
O ya, Anda bilang sedang di Maroko, tepatnya di mana?Saya sedang di Rabat, Maroko.
Apa yang Anda lakukan di sana?Ada acara konferensi yang diÂgelar PBB mengenai transisi deÂmokrasi di negara-negara Arab. Pertemuan tingkat tinggi yang dihadiri pemimpin-pemimpin negeri Arab yang mengalami transisi politik.
Awalnya direncanakan akhir tahun lalu di Kairo, Mesir. Tetapi demontrasi berdarah yang tengah terjadi di Mesir ketika itu, juga peÂrang saudara di Syria, memakÂsa pertemuan dipindahkan ke Rabat.
Siapa saja yang hadir di perÂteÂmuan Maroko?Pemimpin-pemimpin transisi dari Tunisia, Mesir, Yemen, Syria, South Afrika, Libya, LeÂbaÂnon, Bahrain. Pertemuan dibuka langÂsung oleh Perdana Menteri MaÂroko, Abdelilah Benkirane.
Apa kepentingan Indonesia di situ?Kalau kita lihat sejarah perjuaÂngan Soekarno, Hatta dan founÂding father lainnya, pertemuan-pertemuan seperti itu lazim dilaÂkukan, ada atau tidak ada pilpres.
Para perintis kemerdekaan kita adalah pemimpin pencerdasan, bukan pencitraan. Pencerdasan andalkan interaksi terus menerus dengan rakyat.
Sementara pencitraan cukup dengan iklan, pidato dan spanÂduk. Yang penting semakin popuÂler tanpa peduli mimpi dan haraÂpan rakyat.
Ada pemimpin Asia yang hebat lebih mengandalkan pencerÂdasan, bukan pencitraan, seperti Lee Kwan Yew, Mahathir, Teng Hsio Ping. Mereka berhasil meÂningkatkan kesejahteraan rakyatÂnya dan mengejar Barat. Mereka bicara apa adanya dan berani berÂtindak.
Apa ada lagi kunjungan ke luar negeri berikutnya?Awal Maret ke New York unÂtuk rapat Panel Ahli dengan 3 pemeÂnang nobel dan ekonom dari Oxford, US, Prancis, India dan China. [Harian Rakyat Merdeka]