Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang waktu pencegahan ke luar negeri terhadap dua tersangka dan seorang saksi perkara dugaan korupsi pengadaan simulator SIM 2011. Hal itu disampaikan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Menurut Johan, perpanjangan pencegahan itu ditujukan kepada saksi Ketua Panitia Lelang Simulator SIM AKBP Teddy Rusmawan, tersangka Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan tersangka bekas Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Wakakorlantas) Polri Brigjen Didik Purnomo.
“Berlaku per 22 Januari 2013 selama enam bulan ke depan,†katanya di Gedung KPK, kemarin.
Johan menambahkan, waktu pencegahan diperpanjang untuk mempermudah penyidik KPK mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dalam kasus yang diduga merugikan negara Rp 102 miliar ini.
Jika masih memerlukan informasi, lanjut Johan, KPK akan memperpanjang waktu pencegahan disesuaikan dengan kebutuhan penyidik. “Akan diperpanjang lagi jika diperlukan. Kita lihat ke depan nanti kebutuhannya seperti apa,†ujarnya.
Kuasa hukum AKBP Teddy Rusmawan, Dwi Ria Latifa mengaku belum mengetahui perpanjangan waktu pencegahan terhadap kliennya. Namun menurut Dwi, sebagai warga negara yang taat hukum, pihaknya akan bekerja sama dengan pihak KPK.
“Suratnya perpanjangannya belum saya terima. Tapi secara umum, kami siap bekerja sama dengan KPK,†kata Dwi Ria saat dikontak, kemarin.
Menurut Dwi, pihaknya selama ini bekerja sama dengan KPK dan siap memberikan informasi yang dibutuhkan KPK dalam penyidikan kasus tersebut. “Kami siap bekerja sama dengan KPK untuk memberikan informasi dalam kasus tersebut. Secara umum, taat hukum. Klien saya akan menjelaskan apa yang diketahuinya,†ucapnya.
Sementara itu, kemarin, KPK batal memeriksa tersangka proyek simulator SIM bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Soesilo (DS) karena sakit. Menurut Johan, pemeriksaan terhadap DS akan diagendakan ulang.
“Tersangka sakit, jadi dilakukan penundaan sampai waktu yang belum ditentukan. Mengenai sakit apa, saya belum mendapatkan informasinya,†kata Johan.
Menurut kuasa hukum Djoko, Juniver Girsang, belum ada pemberitahuan mengenai keadaan kliennya tersebut. “Hari ini, kami penasihat hukum akan membesuk Pak DS. Kami akan ricek kalau Pak DS sakit,†katanya di Gedung KPK, kemarin.
Dalam kasus simulator SIM, KPK menetapkan empat tersangka pada 27 Juli 2012. Mereka adalah bekas Kakorlantas Polri Irjen Djoko Susilo, Wakakorlantas (non aktif) Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) Sukotjo S Bambang. PT CMMA adalah pemenang tender, sedangkan PT CMMA merupakan perusahaan subkontraktor proyek ini.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 56 KUHP. Satu tersangka, yaitu Sukotjo S Bambang divonis 2,5 tahun penjara dalam kasus terpisah, yakni penipuan dan penggelapan. Dia menjalani hukuman di Rutan Kebon Waru Bandung atas perkara terpisah, sehingga KPK tidak perlu mencegahnya ke luar negeri. Begitu pula terhadap Djoko Susilo yang sudah ditahan KPK di Rumah Tahanan Guntur.
Pada 9 Januari lalu, KPK menerapkan pasal pencucian uang terhadap Djoko. KPK menduga, ada praktek pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi terkait kasus simulator SIM. KPK menyangka, Djoko melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 6 ayat 1 Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
REKA ULANG
Dari Kasus Simulator Ke Dugaan Pencucian Uang
Setelah jadi tersangka kasus simulator SIM, bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo (DS) ditetapkan sebagai tersangka lagi. Kali ini, Djoko ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Hal itu disampaikan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo pada Senin, 14 Januari lalu. “Berkaitan dengan DS, sejak pekan lalu, KPK meningkatkan ke proses penyidikan terkait Undang Undang TPPU,†kata Johan di Gedung KPK.
Penyidik KPK menyangka, Djoko melakukan pencucian uang dengan modus menyamarkan, atau mengubah bentuk dan kemudian menyembunyikan harta yang berasal dari tindak pidana korupsi proyek pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri.
Pasal yang disangkakan kepada DS, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian, Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 6 ayat 1 UU Nomor 15 Tahun 2002. Pasal 3 dan 4 mengancam Djoko 20 tahun penjara. Juga denda maksimal Rp 10 milliar.
Berapa jumlah harta yang disamarkan bekas Gubernur Akpol Semarang itu? Johan mengaku belum dapat informasi. Menurut dia, beberapa aset Djoko sudah dibekukan. KPK bakal menelusuri aliran pencucian uang itu. â€Yang pasti pasal-pasal TPPU juga disangkakan kepada DS. Sprindiknya dipisah, ada dua saat ini,†tegas Johan.
Sebelumnya, KPK juga pernah memisahkan berkas penyidikan TPPU saham Garuda dengan berkas perkara korupsi Wisma Atlet dengan tersangka M Nazaruddin.
Pada Senin itu, Djoko diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka kasus pencucian uang. Tiba di kantor KPK pukul 10 pagi, Djoko tak menggubris pertanyaan wartawan. Dia terus menuju lobi KPK.
Bekas Kakorlantas Polri itu kelar pemeriksaan pukul 17.55. Mengenakan kemeja putih yang dilapis baju tahanan KPK dan celana bahan hitam, Djoko yang tak didampingi pengacaranya lagi-lagi diam. Dia jalan terus menuju mobil tahanan yang menunggunya di halaman Gedung KPK. Cuma senyum yang dia berikan.
Kuasa hukum Djoko, Juniver Girsang membantah kliennya dipanggil sebagai tersangka pencucian uang. Djoko, menurut dia, diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Brigjen Didik Purnomo, bekas Wakakorlantas.
Juniver menjelaskan, Djoko dipanggil terkait Pasal 2 dan 3, yakni penyalahgunaan wewenang. “Tidak pernah kita dipanggil dalam perkara TPPU,†katanya kepada Rakyat Merdeka.
Lagi pula, menurut dia, tidak ada kewenangan KPK untuk melakukan penyidikan TPPU. Sebab, TPPU dibuktikan dulu predikat alias pokok perkaranya. Dari situ baru dilihat kemana uangnya dan dipergunakan untuk apa uang itu.
“Konstruksi hukum jangan dibalik. Kalau patuh kepada aturan hukum, tentu langkah-langkah yang melanggar hukum harus kita abaikan,†ujar Juniver.
Jika KPK berkeyakinan sesuai dengan dokumen yang ada, Juniver mempersilakannya membuktikan di pengadilan nanti dalam dakwaan.
“Sepanjang sesuai dengan aturan, kita hormati KPK. Jika tidak sesuai kita kritisi, itu untuk penegakan hukum,†tandasnya.
Kuasa hukum Djoko lainnya, Tommy Sihotang menyebut, penetapan tersangka baru tentu saja akan membebani Djoko. Tommy mengaku agak heran. Soalnya, menurut dia, hingga Senin itu, belum ada satu pun pertanyaan penyidik mengenai pencucian uang kepada Djoko.
“Kita belum tahu detailnya uang yang mana yang dicuci Pak Djoko? Ada perkara pokoknya yang mesti terbukti, dan uang harus terkait dengan perkara pokok itu,†tandasnya.
Pencegahan Mudahkan Penyelesaian Kasus
Oce Madril, Peneliti Pukat UGM
Ketua Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mendukung langkah KPK memperpanjang pencegahan kepada para pihak yang diduga terlibat kasus pengadaan simulator SIM.
Menurutnya, pencegahan tersebut akan mempermudah KPK menyelesaikan kasus tersebut.
“Selama dibutuhkan, KPK bisa memperpanjang waktu pencegahan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat. Jangan menetapkan tersangka baru jika bukti-bukti yang dimiliki KPK belum cukup,†kata Oce, kemarin.
Selain itu, menurut Oce, agar proses penyidikan berjalan lancar, KPK harus bertindak lebih tegas dengan cara menahan seluruh tersangka kasus yang diduga merugikan negara Rp 102 miliar ini. “Pihak-pihak yang sudah menjadi tersangka dan belum ditahan, harus segera ditahan agar proses penyidikan berjalan cepat dan tidak ada gangguan,†ujarnya.
Oce juga meminta KPK agar berani menindak siapa saja yang diduga berada di balik kasus simulator SIM tersebut. â€Jangan hanya fokus kepada DS. Soalnya, kasus tersebut tidak mungkin dilakukan DS sendirian,†ucapnya.
Terkait tindak pidana pencucian uang yang diduga juga dilakukan Djoko Soeilo, Oce meminta KPK segera menelusuri, siapa saja pihak yang diduga membantu terjadinya pencucian uang.
Seperti diketahui, sebelum dikenakan pasal pencucian uang, Djoko sudah disangka menerima suap. KPK kemudian menyangka Djoko melakukan pencucian uang hasil tindak pidana korupsi itu. “Siapa yang membantu pencucian uang itu, bisa dimulai dari orang-orang terdekat DS. Karena biasanya, dalam kasus tindak pidana pencucian uang, aset-aset menggunakan nama-nama orang terdekat,†tandasnya.
Tuntaskan Dulu Kasus Simulator
Desmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa mempertanyakan langkah KPK mengenakan pasal tindak pidana pencucian uang terhadap Irjen Djoko Susilo. Dia menilai, KPK seperti tidak fokus dalam mengusut kasus ini karena menggunakan pasal tersebut.
“Sepertinya KPK tidak bisa memberikan kepastian hukum. Awalnya, DS itu kan dijerat dengan pasal korupsi terkait simulator SIM. Kok, sekarang malah dijerat pasal pencucian uang. Ada apa ini?†tanya Desmond, kemarin.
Dia mengaku heran melihat langkah KPK menggunakan pasal pencucian uang. Menurut Desmond, sebelum beralih ke kasus lain, sebaiknya KPK menyelesaikan sampai tuntas kasus yang pertama disangkakan kepada DS.
“Kasus dugaan korupsi simulator SIM saja belum selesai, kenapa beralih ke kasus yang lain, kenapa pindah ke kasus pencucian uang,†ujarnya.
Desmond berharap, KPK tidak gegabah atau ceroboh dalam menetapkan status tersangka pencucian uang jika belum memiliki bukti yang cukup.
“Jangan sampai KPK tidak obyektif dalam menangani kasus,†wanti-wantinya.
Menurut dia, pasal tindak pidana pencucian uang baru digunakan jika kekayaan yang didapat seseorang benar-benar terbukti berasal dari tindak pidana. Kalau sudah terbukti di pengadilan, baru dikembangkan ke tindak pidana pencucian uang.
“Pasal ini kan harus berasal dari kejahatan. Kejahatan yang mana? Itu kan mesti dibuktikan dulu,†ujarnya.
Terkait perpanjangan waktu pencegahan ke luar negeri, Desmond menyatakan, meski dibolehkan undang-undang, KPK tidak boleh sembarangan.
“Jika dibutuhkan memang diperbolehkan. Tapi harus ada kepastian hukum, sampai kapan perpanjangan tersebut . Jangan sampai berlarut-larut,†ucap politisi Partai Gerindra itu. [Harian Rakyat Merdeka]