Berita

ilustrasi, Pengadilan Tipikor

X-Files

Dugaan Korupsi Kredit BRI Segera Bergulir Ke Tipikor

Salah Satu Tersangka Diserahkan Penyidik Ke Penuntut
SABTU, 26 JANUARI 2013 | 09:40 WIB

Satu lagi perkara dugaan korupsi penyaluran kredit bank akan bergulir ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Pengadilan Tipikor Jakarta akan menyidangkan salah se­orang tersangka kasus dugaan ko­rupsi kredit Bank Rakyat Indo­nesia (BRI). Soalnya, penyidik Kejaksaan Agung sudah me­ram­pungkan berkas salah satu ter­sangka itu, dan telah melakukan penyerahan tahap dua ke pe­nu­n­tut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

“Sudah dilakukan penyerahan tahap dua hari ini. Pelaksanaan pe­nyerahan tahap duanya dila­ku­kan di Rutan Cipinang Jakarta Timur,” kata Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Ari Muladi pada Selasa lalu (22/1).

Tersangka yang akan disidang itu adalah Direktur Utama PT First International Gloves (FIG) Hansen, sebagai pihak penerima kredit. Sedangkan tersangka Ac­count Officer pada Divisi Agri­bis­nis Kantor BRI Pusat R Basuki Wismantoro, masih dalam proses penyidikan.

“Mudah-mu­dahan, tidak lama lagi bisa segera tahap dua juga,” kata bekas Asisten Khu­sus Jaksa Agung ini.

Kejagung menyangka, pe­m­be­rian dan penggunaan fasilitas kre­dit investasi oleh BRI kepada PT FIG untuk pembangunan pabrik sarung tangan karet di Pelaihari, Kalimantan ini, tidak sesuai per­untukannya. Bahkan, fiktif. Kre­dit yang disalurkan pada 2012 itu, jumlahnya 18 juta dolar AS atau sekitar Rp 162 miliar.

Direktur Utama BRI Sofyan Basir menyerahkan sepenuhnya proses pengusutan kasus ini se­suai mekanisme hukum yang ber­laku. “Kasus ini sudah ditangani aparat hukum. Jadi, kami se­rah­kan sepenuhnya kepada proses hukum yang dilakukan aparat hu­kum,” ujar Sofyan melalui pesan singkat pada Selasa lalu.

Kata Sofyan, di internal BRI, sudah ada yang ditindak terkait kasus ini. “Sudah,” kata bekas Direktur Utama Bank Bukopin ini. Tapi, dia tidak merinci siapa saja yang sudah ditindak. Sofyan juga tidak memaparkan tindakan BRI itu seperti apa.

Menurut Kapuspenkum Keja­gung Setia Untung Arimuladi, pro­ses penyidikan perkara ini masih berlangsung. Sejumlah petinggi BRI pusat, lanjutnya, sudah pula dimintai keterangan sebagai saksi. Bahkan, tidak ter­tutup kemungkinan akan ada pe­netapan tersangka baru.

“Itu tergantung hasil pengem­ba­ngan penyidikan,” ujar bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.

Yang pasti, katanya, hasil pe­nyidikan terhadap tersangka Direktur Utama PT FIG Hansen telah dinyatakan lengkap ber­da­sar­kan Surat Nomor: B-12/F.3/Ft.1/01/2013, tanggal 21 Januari 2013. Maka, Kejagung melak­sa­na­kan penyerahan tanggung ja­wab berkas perkara, tersangka dan barang bukti atau tahap dua ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pu­sat pada Selasa lalu.

Tersangka Hansen ditahan se­jak 21 September 2012. Penyidik Kejaksaan Agung telah mem­per­panjang masa penahanannya dua kali. Penyidik, lanjut Untung, me­nerima penetapan persetujuan perpanjangan masa penahanan tersebut dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Perpanjangan masa penahanan Hansen yang kedua, terhitung dari 31 Desember 2012 sampai 29 Januari 2013. Namun, setelah penyerahan tahap dua pada 22 Januari, Hansen menjadi tahanan jaksa penuntut umum (JPU) sam­pai persidangan.

Sedangkan tersangka Account Officer pada Divisi Agribisnis Kan­tor BRI Pusat R Basuki Wis­mantoro belum ditahan. Padahal, keduanya sama-sama ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Sep­tember 2012.

Mereka juga sama-sama di­sangka melanggar Pasal 8 ayat 3 huruf b, Pasal 138 ayat 1 dan Pa­sal 139 KUHAP. “Tapi, ter­sangka RBW sudah dicegah ke luar ne­geri,” kata Untung.

REKA ULANG

Disangka Jalin Kerja Sama Dengan Orang Dalam BRI

Sebelum menjadi tahanan pe­nuntut di Rutan Cipinang Jakarta Timur, salah satu tersangka kasus ini, Dirut PT First Internasional Glo­ves (FIG) Hansen ditahan pe­nyidik di Rutan Salemba Cabang Ke­jaksaan Agung Jakarta Selatan.

“Tersangka Hansen pada 21 September 2012 ditahan. Namun, saat dilakukan penahanan, Han­sen sakit. Karena itu, dia di­ban­tar­kan penahanannya,” ujar Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung saat itu, Adi Toegarisman.

Menurut Adi, saat itu Hansen dirawat di Rumah Sakit Pusat Per­tamina (RSPP) Jakarta Sela­tan. Setelah menjalani perawatan, lanjutnya, maka pada 8 Oktober 2012, tersangka Hansen kembali ditahan. “Setelah penyidik me­lihat perkembangan kesehatan dia, Hansen kembali ditahan di Rutan Salemba Cabang Ke­jak­saan Agung,” katanya.

Setelah dijebloskan ke rumah tahanan, lanjut dia, penyidik me­lakukan perpanjangan masa pe­na­hanan terhadap Hansen. “Se­bab, selama dibantar itu, masa pe­nahanan tahap pertama sudah habis,” ujar Adi yang kini Di­rek­tur Penyidikan Kejagung.

Dia menjelaskan, masa pena­hanan kedua Hansen di­per­pan­jang selama 40 hari. “Tanggal 8 Oktober itu masa penahanannya ha­bis, maka diperpanjang lagi se­lama 40 hari ke depan,” ujarnya.

Sedangkan untuk tersangka RBW atau R Basuki Wismantoro, yakni Account Officer pada Di­visi Agribisnis Kantor BRI Pusat, penyidik belum melakukan pe­na­hanan. “Tetapi sudah dilakukan upaya cekal,” ujar Adi.

Dalam penanganan perkara ini, katanya, penyidik sudah me­me­rik­sa kedua tersangka. Bahkan, Direktur Utama Bank Rakyat In­donesia (BRI) Sofyan Basir su­dah dipanggil. “Pak Sofyan Basir sudah pernah dipanggil, dan me­mang pernah tidak hadir dalam pem­anggilan,” ujarnya.

Dalam kasus ini, BRI mem­be­rikan kredit kepada PT First In­ter­nasional Gloves untuk pem­ba­ngu­nan pabrik sarung tangan ka­ret di Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut (Tala), sekitar 125 kilometer arah timur dari Kota Ban­jar­masin, Kalimantan Selatan, yakni sebesar 18 juta dolar AS.

Adi menyatakan, kredit itu di­be­rikan BRI kepada PT FIG un­tuk pembangunan pabrik sarung ta­ngan karet. “Dalam dokumen usu­lan pengajuan kredit, dana itu ren­cananya untuk membangun pabrik sarung tangan karet di Pelaihari, Ta­nah Laut, Kalsel,” kata Adi.

Namun setelah dicek, pabrik ter­sebut diduga fiktif. Jaksa, lan­jut Adi, juga sudah mengecek dokumen kredit dan agunan yang dijadikan garansi kredit ke BRI. “Rupanya, agunannya juga di­duga fiktif,” tandasnya.

Menurut Adi, penyidik me­ya­kini bahwa terdapat se­rang­kai­an tindak pidana dalam kasus ini. Kejagung pun memutuskan un­tuk menelusuri kasus ini lebih in­tensif. Penelitian jaksa me­ne­mu­kan dugaan kerjasama antara ter­sangka dengan orang dalam BRI. “Nominal kredit yang begitu be­sar tidak mungkin bisa cair de­ngan mudah. Di sini saja sudah mencurigakan,” tuturnya.

Yang jelas, katanya, bukti-buk­ti dugaan tindak pidana korupsi da­lam pemberian dan peng­gu­na­an investasi dari BRI pada PT FIG sudah cukup.  Maka itu, jak­sa memutuskan untuk me­ning­kat­kan status penanganan per­ka­ra ke tahap penyidikan.

Kenapa Dari BRI Cuma Sekelas Account Officer

Yenti Garnasih, Pengamat Hukum

Pengamat hukum Yenti Gar­nasih menyampaikan, per­kara dugaan korupsi di balik kredit BRI sebesar 18 juta dolar AS ini bukan hal sepele. Karena itu, dia mengingatkan Kejaksaan Agung agar tidak melakukan pengusutan ala kadarnya.

“Perkara sebesar itu di BRI tampaknya jadi simpel sekali. Kalau ada kredit seperti itu kan ha­rus ada penjaminan. Harus ada verifikasi jaminan dan lain-lain sebelum diberikan,” kata dosen yang kerap menjadi saksi ahli kasus pencucian uang ini.

Lantaran itu, menurut Yenti, semestinya ada sejumlah pihak yang bertanggung jawab. Aneh jika hanya sekelas account officer yang disangka terlibat dari pihak BRI. “Di pihak BRI harus jelas siapa saja yang ber­tanggung jawab. Apakah tidak ada yang terlibat selain account officer,” herannya.

Kejaksaan Agung, lanjutnya, mesti tuntas menelusuri para pihak yang bertanggung jawab dalam pengucuran kredit ini. “Seharusnya dirunut, dari pihak BRI, siapa saja yang terlibat pe­ngucuran itu. Tentu mesti di­la­cak juga kemana saja aliran 18 juta dolar Amerika itu dengan tin­dak pidana pencucian uang,” tandasnya.

Sepanjang pengetahuannya, kata Yenti, tidak ada kesulitan ber­arti yang dikeluhkan pe­nyi­dik dalam menangani kasus ko­rupsi perbankan. “Kasus pem­bobolan bank di Jakarta, pada umumnya penyidik tidak ke­sulitan. Kok yang ini sulit? Apa yang membuat mereka kesu­litan? Apakah ada masalah in­tegritas?” tanyanya.

Bila tidak ditelusuri Ke­jak­sa­an Agung secara utuh, Yenti me­nyarankan KPK mengambil alih penanganan kasus ini. “Saya kira kasus seperti ini bukan hal yang baru dan tidak sulit. Jika Kejagung tidak mampu atau aneh-aneh, KPK ambil alih saja. Ini kan jumlahnya besar dan di BRI pula,” katanya.

Apakah Ada Yang Tak Beres

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menyam­paikan, pengusutan perkara du­gaan pembobolan BRI senilai 18 juta Dolar Amerika ini harus di­usut ke semua lini. Tapi, dia me­­minta Kejaksaan Agung me­ngu­tamakan pengusutan ter­ha­dap pelaku utama dan penang­gung jawab utama dalam kasus ini.

“Tersangka yang diduga mem­punyai derajat kesalahan paling besar justru harus di­dahulukan,” tandas politisi PDIP ini.

Menurut Eva, dalam me­na­nga­ni kasus korupsi di sektor perbankan, Kejaksaan Agung justru harus mengutamakan pe­ngusutan terhadap internal bank. Setelah itu baru pihak luar bank. “Maka, pihak tersangka dari internal bank harus lebih dahulu diproses untuk meng­hindari pengulangan, peng­hi­la­ngan barang bukti, me­nga­rah­kan fakta atau kondisi dan lain-lainnya,” kata dia.

Lantaran itu, lanjut Eva, jika Kejaksaan Agung tidak meng­ge­ber penyidikan ke arah inter­nal bank itu, maka bisa di­cu­ri­gai. Bisa menimbulkan pe­r­ta­nya­an, apakah ada sesuatu yang tidak beres dalam pengusutan ka­sus ini. “Pemikiran logis ini aneh kalau tidak digunakan,” tegasnya.

Menurut Eva, apabila jaksa pe­nyidik kasus ini terkesan ti­dak serius mengusut bagian in­ternal perbankan, justru me­re­ka­lah yang harus diperiksa ter­lebih dahulu. “Maka sepatutnya Jaksa Agung Muda Pe­nga­wa­san melakukan tugasnya, me­mas­tikan akuntabilitas para pe­nyidik tersebut,” tandasnya.

Eva pun mewanti-wanti Ke­jaksaan Agung agar menangani kasus ini secara utuh.  Ke­jak­sa­an Agung, katanya, harus me­li­hat semua proses sebelum kr­e­dit tersebut mengucur dari BRI ke PT FIG.

“Dari analisa bank sampai ja­mi­nan pengusaha, jangan ada yang terlewatkan,” ucapnya. Aparat penegak hukum, tegas Eva, tidak boleh setengah hati me­ngusut kasus ini. “Ini bukan uang yang sedikit,” ujarnya.    [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya