Berita

ilustrasi, Chevron Pasific Indonesia

X-Files

Hakim Tipikor Menolak Hentikan Kasus Chevron

Berlanjut Ke Pemeriksaan Para Saksi
SABTU, 19 JANUARI 2013 | 09:19 WIB

Setelah menolak keberatan para terdakwa, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melanjutkan sidang perkara dugaan korupsi proyek pengolahan limbah PT Chevron Pasific Indonesia.

Maka, persidangan berlanjut ke agenda pemeriksaan saksi. Yang dihadirkan antara lain I Ketut Suradi sebagai saksi bagi ter­dak­wa Ricksy Prematuri, Direktur PT Green Planet Indonesia pada Kamis lalu (17/1).

Ketut adalah Karyawan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang juga merupakan Panitia Pe­ngadaan Tender Proyek Bio­re­me­diasi tersebut. “Tanggung jawab saya hanya administratif. Tugas panitia lelang hanya menerima do­kumen, menempel dan me­ngevaluasi administrasi para pe­serta lelang,” kata Ketut saat di­ta­nya hakim mengenai tugasnya.

Hakim mempertanyakan, me­ngapa panitia lelang meloloskan PT Green Planet Indonesia (GPI) sebagai salah satu pemenang ten­der proyek bioremediasi itu. Se­perti diketahui, Kejaksaan Agung yang membawa kasus ini ke Pengadilan Tipikor menyangka, PT GPI tak memiliki kemampuan menangani pemulihan tanah be­kas lahan eksplorasi minyak. “Se­mua ada standar dan kua­lifi­ka­si­nya,” ucap Ketut.

Mengenai penyusunan tim panitia lelang, ada sejumlah nama yang ditunjuk Ketut dan kawan-kawannya. Selanjutnya, panitia itu mendapat persetujuan dari BP Migas. “Saya bersertifikat seba­gai panitia lelang. Tapi, saya tidak tahu apakah anggota panitia lain­nya bersertifikat atau tidak,” ja­wab Ketut saat ditanya hakim mengenai kapasitas dan kapa­bilitasnya sebagai panitia lelang.

Panitia lelang itu dibentuk pada 27 April 2007, kemudian pe­ngu­muman lelangnya tanggal 26 Juni 2007. Sedangkan masa pen­daf­taran lelangnya berlaku dari 13 Juli-20 Juli 2007. “BP Migas mem­berikan waktu untuk mela­ku­kan revisi-revisi dokumen dan per­syaratan pendaftaran,” ujarnya.

Dalam sidang hari itu, Ketut yang merupakan satu-satunya saksi yang dihadirkan, tidak bisa menjelaskan proyek bioremediasi di Duri, Riau itu. Alasannya, dia keburu dipindah ke bidang kerja yang lain.

“Saya tahu proyek itu dilaku­kan di Duri, tapi persisnya saya ti­dak tahu. Kelanjutannya saya su­dah tidak tahu,” ucapnya.

Persidangan berlanjut lantaran majelis hakim menolak eksepsi (keberatan) para terdakwa per­kara yang menurut Kejagung me­rugikan negara sekitar Rp 100 miliar ini. Dalam sidang pe­m­ba­ca­an putusan sela pada Jumat lalu (11/1), majelis hakim menolak keberatan para terdakwa.

“Intinya, majelis hakim me­nyatakan tidak dapat menerima secara keseluruhan eksepsi yang diajukan para terdakwa maupun penasehat hukum terdakwa,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Setia Untung Ari Muladi.

 Menurut Untung, karena ek­sepsi para terdakwa ditolak, maka persidangan dilanjutkan pada agenda-agenda berikutnya seperti pemeriksaan saksi dan terdakwa. “Hakim memerintahkan jaksa pe­nuntut umum melanjutkan pe­me­riksaan perkara dengan meng­ha­dirkan saksi-saksi,” ujarnya.

Proyek bioremediasi ini ber­langsung sejak 2003 sampai 2011 dan sudah dibayar negara me­lalui BP Migas. Namun, K­e­jak­saan Agung menyangka proyek ter­se­but fiktif. Soalnya, masih di­te­mu­kan zat limbah di atas tanah yang dinormalisasi itu.

Semula, Kejagung menaksir kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 200 miliar. Be­la­ka­ngan, Direktur Penyidikan Ke­ja­gung Adi Toegarisman menyebut ke­rugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 100 miliar versi hasil audit Badan Pengawasan Ke­uangan dan Pembangunan (BPKP).

“Karena cost recovery-nya di­ba­yarkan pemerintah, maka itu uang negara. Itu kerugian n­e­ga­ra,” tegas Adi.

Tapi, hingga BP Migas dibu­bar­kan melalui keputusan Mah­kamah Konstitusi (MK), tak ada satu pun tersangka kasus ini yang berasal dari BP Migas. Tujuh ter­sangka kasus ini, semuanya dari PT Chev­ron dan dua perusahaan pe­menang lelang proyek biore­me­diasi itu, yakni PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indo­nesia.

Reka Ulang

Dari PN Jaksel Hingga Pengadilan Tipikor

Menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Adi Toega­ris­man, penyidik sedang me­nyia­p­kan langkah lanjutan untuk me­nuntaskan kasus Chevron. “S­e­te­lah putusan sela di Pengadilan Ti­pikor keluar, kami mengambil langkah lanjutan, terutama untuk me­naikkan dua tersangka yang be­lum naik ke persidangan,” ujarnya.

Tujuh tersangka kasus ini ada­lah Manajer Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) PT Chevron Pasific In­donesia (CPI) Endah Rum­bi­yanti, Team Leader SLN Ka­bu­paten Duri Provinsi Riau PT CPI Widodo, Team Leader SLS Mi­gas PT CPI Kukuh Kertasafari, General Manajer SLS Operation PT CPI Bachtiar Abdul Fatah, Direktur Utama PT Sumigita Jaya Herlan, Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan General Manager SLN Operation PT CPI Alexiat Tirtawidjaja. Ke­cuali Alexiat, semua tersangka itu ditahan. Alexiat keburu pergi ke Amerika Serikat dengan alasan mengurus suaminya yang sakit di negeri paman sam itu.

Belakangan, empat tersangka dari pihak Chevron yang tak te­rima ditahan, mengajukan g­u­ga­tan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Empat ha­kim tunggal yang menangani pra­peradilan ini, yakni M Sa­mia­dji menangani permohonan ter­sangka Widodo, Suko Harsono me­nangani permohonan tersang­ka Bachtiar Abdul Fatah, Har­yo­no menangani permohonan ter­sang­ka Kukuh Restafari, dan Ari Ji­wantara menangani per­m­o­ho­nan tersangka Endah Rumbiyanti.

Dalam putusan yang dibacakan serentak di empat ruang sidang pada Selasa, 27 November 2012, empat hakim tersebut menya­ta­kan, penahanan terhadap empat ter­sangka itu tak sah, karena tak di­dasari bukti yang cukup seb­a­gaimana Pasal 183 KUHAP.

Setelah empat hakim me­nge­luar­kan putusan itu, pengacara empat tersangka yang menga­ju­kan praperadilan, Maqdir Ismail meminta Kejagung meng­hen­ti­kan penyidikan. “Karena alasan pe­netapan tersangka itu tidak ada,” kata Maqdir.

Maqdir mengakui, hakim tidak menerima permohonan empat kar­yawan Chevron agar Keja­gung menghentikan penyidikan kasus ini. Namun, katanya, hakim menyatakan penetapan dan penahanan empat tersangka itu ti­dak sah, sehingga penyidikan harus digugurkan.

“Kalau tidak sah jadi tersang­ka, penyidikannya juga tidak sah. Kasus ini semestinya ditutup, ke­cuali kejaksaan punya tersangka baru. Menurut hakim, penetapan ter­sangka pada empat orang ini tidak sah. Karena tidak ada ter­sangka, tidak ada perkara pi­d­a­na,” tandasnya.

Jaksa Agung Basrief Arief me­nilai, salah satu ketetapan hakim PN Jaksel itu bermasalah. “Ada satu tersangka, diantara empat tersangka itu, yang putusan ha­kim­nya mengenai penetapan ter­sangka yang tidak sah,” katanya, Jumat, 30 November lalu.

Kejaksaan Agung menilai, yang bermasalah itu adalah putu­san hakim Sukoharsono atas pra­peradilan yang diajukan ter­sang­ka Bachtiar Abdul Fatah. Yang menimbulkan keberatan Keja­gung, Sukoharsono juga me­nga­bulkan permohonan Bachtiar agar penetapan tersangka itu di­nyatakan tidak sah. Bukan sek­a­dar penahanannya yang tidak sah.

Menurut Kejagung, sah atau tidaknya penetapan tersangka, bukan ranah praperadilan. Me­lain­kan, sudah menyangkut ma­teri perkara yang harus di­buk­ti­kan di persidangan.

Kendati pro­tes, Kejagung belum membawa Bachtiar ke Pengadilan Tipikor.  Ter­sangka Alexiat juga belum di­ba­wa ke Pengadilan Tipikor, ka­re­na masih berada di Amerika.

Sedangkan tiga hakim yang me­nangani permohonan pra­pe­ra­dilan tiga tersangka lain, hanya me­nyatakan bahwa penahanan oleh penyidik yang tak sah. Bu­kan penetapan tersangkanya yang tak sah.

Maka, tiga tersangka ini ak­hirn­­ya dibawa Kejagung ke Pe­ngadilan Tipikor, bersama dua ter­­­dakwa lainnya dari pihak re­kanan PT Chevron. Sehingga, dari tujuh tersangka, baru lima yang menjadi terdakwa kasus ini.

Biar Masyarakat Lihat Terbukti Atau Tidak

Dasrul Jabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Jabar menyampaikan, tidak ada alasan bagi Kejaksaan Agung untuk tidak meneruskan penanganan kasus ini.

“Karena sudah menyatakan ada korupsi dalam kasus ini, maka Kejagung harus mem­buk­ti­kannya. Biar masyarakat me­lihat, apakah sangkaan K­e­ja­gung itu terbukti atau tidak. Ka­lau tidak diteruskan, justru men­jadi preseden buruk,” katanya.

Dasrul pun mengingatkan, da­lam setiap proses pengusutan perkara, hendaknya aparat pe­negak hukum sangat yakin de­ngan bukti-bukti yang di­mi­liki­nya serta berhati-hati.

“Apalagi, kasus ini me­nyang­kut perusahaan asing. Kalau sa­lah, investor bisa kabur karena tidak ada kepastian hukum,” ujarnya.

Azas kehati-hatian dan ke­kua­tan bukti itu, menurutnya, ha­rus dipegang kuat oleh pe­nyidik dalam mengusut perkara. “Penegak hukum kita harus eks­tra hati-hati,” ujarnya.

Dasrul menambahkan, se­jum­lah informasi yang dite­ri­manya menyebutkan, ada per­saingan bisnis di balik kasus du­gaan korupsi bioremediasi PT Chevron ini.

“Saya dengar, ada upaya menjegal perusahaan yang satu agar masuk perusa­ha­an yang lain. Penyidik jangan sampai ikut bermain dalam kepe­n­ti­ngan seperti itu,” wanti-wantinya.

Dia pun mengingatkan, ja­ngan sampai persaingan bisnis menjadi latar belakang pe­ngu­sutan perkara, tapi karena be­nar-benar adanya tindak pidana. “Law enforcement harus jelas, ja­ngan ikut-ikutan dalam uru­san interest bisnis dari pihak-pihak lain,” katanya.

Lantaran itu, Dasrul mem­persilakan kejaksaan mem­buktikan kasus ini di pengadilan yang terbuka bagi masyarakat. “Silakan diproses. Kalau te­r­bukti, ya dihukum. Tapi kalau ti­dak, jangan dipaksakan,” ujarnya.

Sarankan KPK Dan Masyarakat Mengawasi

Sandi Ebenezer Situngkir, Majelis Pertimbangan PBHI

Anggota Majelis Pertimba­ngan Bantuan Hukum Indo­ne­sia (PBHI) Sandi Ebenezer Situngkir menyampaikan, pe­r­si­dangan menjadi salah satu pa­rameter pengusutan dan pem­buktian dugaan tindak pidana korupsi. Seperti halnya persid­­ngan kasus Chevron di Pe­nga­dilan Tipikor Jakarta.

Salah satu agenda pers­i­da­ngan adalah eksepsi atau ke­be­ratan dari pihak terdakwa. Ek­sepsi itu terkait kompetensi pe­ngadilan untuk mengadili ter­dakwa. “Dengan ditolaknya ek­sepsi, maka hakim melihat bah­wa pengadilan memiliki kom­pe­tensi untuk mengadili perkara tersebut,” ujar Sandi.

Namun, masyarakat juga mes­ti melakukan pengawasan yang intens terhadap proses persidangan. Jangan sampai proses tersebut malah “masuk angin”. “KPK dan publik harus mengawasi persidangan terse­but. Apalagi, penanganan per­kara ini begitu panjang dan ber­tele-tele, sehingga m­e­nim­bul­kan pertanyaan publik,” ujarnya.

Dia menegaskan, pengawa­san terhadap kinerja aparat pe­negak hukum perlu terus d­i­l­a­ku­kan, agar penanganan suatu kasus tidak berlarut-larut. Apa­lagi perkara yang mengandung dugaan kerugian negara m­i­lia­ran rupiah.

Sandi mengingatkan, apa yang sudah disidik jaksa harus dibuktikan dan dipertaruhkan di hadapan persidangan yang ter­buka bagi masyarakat. Jaksa ha­rus tampil dengan performa ter­baiknya. “Jika perkara itu ter­bukti, kejaksaan memiliki in­teg­ritas di mata asing. Jangan ma­lah melempem,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya