Berita

Indar Atmanto

X-Files

Bekas Direktur Utama IM2 Jadi Terdakwa Tipikor

Kasus Dugaan Korupsi Penggunaan Jaringan 3G
SELASA, 15 JANUARI 2013 | 09:40 WIB

Bekas Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.

Dalam sidang ini, Indar duduk sebagai terdakwa perkara ko­rupsi penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G generasi ketiga oleh PT Indosat dan anak per­usa­haannya, PT Indosat Mega Media (IM2) yang diduga merugikan ne­gara sekitar Rp 1,3 triliun.

Sidang yang dimulai pukul 10 pagi ini, dipimpin Ketua Majelis Hakim Widijantono. Anggota ma­jelis hakim terdiri dari Avian­tara, Annas Mustaqim, Anwas dan Ugo. Sedangkan jaksa pe­nun­tut umum (JPU) diketuai IBM Wismantanu.

Dalam surat dakwaan, Indar ber­sama-sama bekas Wakil Di­rektur Utama PT Indosat Kaizad B Heerjee dan dua bekas Direktur Utama PT Indosat, yakni Johnny Swandi Syam dan Harry Sa­song­ko, disebut memperkaya diri sen­diri, orang lain atau korporasi se­cara melawan hukum. Soalnya, me­reka menggunakan frekuensi radio tanpa mendapatkan pe­netapan dari Menteri Komunikasi dan Informatika.

Hal itu, menurut JPU, berten­tangan dengan Pasal 14 Peraturan Pe­merintah (PP) Nomor 53 tahun 2000 Tentang Penggunaan Spek­trum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, juncto Pasal 30 PP Nomor 53 tahun 2000. Namun, Indar me­nampik dakwaan JPU tersebut. “Apabila saya sebagai per­orang­an dituduh korupsi karena meng­gunakan frekuensi 2,1 GHz milik Indosat, maka saat ini, se­tiap orang yang menggunakan tele­pon selulernya untuk BBM, SMS dan telepon juga korupsi karena meng­gunakan frekuensi itu,” kata Indar.

PT Indosat dan PT IM2 diduga menyalahgunakan jaringan ber­gerak seluler pita frekuensi radio 2,1 Ghz atau 3G. Caranya, de­ngan menjual internet broad­band ja­ringan bergerak seluler 3G mi­lik Indosat, tapi diklaim se­bagai produk IM2, sebagaimana ter­tuang dalam perjanjian kerja sama dan tertulis pada kemasan in­ternet IM2 3G broadband. Ke­mudian, data pelanggan peng­gu­naan jaringan 3G itu dipisahkan dari data pelanggan Indosat.

Penandatanganan perjanjian an­tara Direktur Utama IM2 Indar Atmanto dengan Wakil Direktur Utama Indosat Kaizad Bonnie Heerjee terjadi pada 2006. Per­jan­jian itu untuk melakukan pe­nyelenggaraan jaringan in­ternet 3G secara bersama dengan IM2. Maka, sejak 2006 hingga 2011, IM2 menggunakan jaringan 3G yang dimiliki Indosat.

Kejagung menyangka, langkah In­dosat dan IM2 itu melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku. Soalnya, yang mengantongi izin jaringan itu dari negara adalah In­dosat, bukan IM2. Sehingga, me­nurut Kejagung, kasus ini me­nim­bulkan kerugian negara Rp 1,3 triliun. Angka itu didapat Ke­jagung dari hasil audit Badan Peng­awasan Keuangan dan Pem­bangunan (BPKP).  

Kejagung berpandangan, pe­nye­lenggara jasa penggunaan ja­ringan seluler 3G harus memiliki izin sendiri. Bukan seperti IM2 yang menggunakan jaringan In­dosat, induk perusahaannya. Pan­dangan Kejagung, jaringan telekomunikasi yang dapat di­se­wakan kepada pihak lain, ha­nyalah jaringan tetap tertutup, sesuai Pasal 9 Undang Undang Te­lekomunikasi.

Menurut JPU, Indar meng­gunakan frekuensi 2,1 Ghz tanpa me­lalui proses lelang. Hal itu, ber­tentangan dengan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 tahun 2006. Selain itu, berdasarkan Pa­sal 25 ayat 1 PP Nomor 53 tahun 2000, Indosat tidak dapat men­g­alihkan penyelenggaraan fre­kuensi radio 2,1 GHz kepada pi­hak lain tanpa izin menteri.

Sidang akan dilanjutkan pa­da Senin 21 Januari 2013 untuk peng­ajuan eksepsi terdakwa yang didampingi penasehat hukum Luhut Pangaribuan dkk.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Ari Muladi menyampaikan, untuk tersangka Jhonny Swandy Sjam, PT Indosat dan PT IM2, penyidik memeriksa tiga saksi yang merupakan kar­yawan PT Indosat di Gedung Bun­dar Kejagung, kemarin. Tiga saksi itu yakni Benny Hamid Hu­tagalung, Budi Dartono dan Tiur­ma Elisabeth Novita. “Para saksi itu hadir pukul 10 pagi,” ka­ta Untung.

REKA ULANG

Menggugat Sebelum Jadi Terdakwa

Sebelum menjadi terdakwa, bekas Direktur Utama Indosat Me­ga Media (IM2) Indar At­manto mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan itu di­tujukan kepada Badan Penga­wasan Keuangan dan Pem­ba­ngunan (BPKP).

Soalnya, hasil penghitungan BPKP digunakan penyidik Ke­jaksaan Agung untuk mem­buk­tikan unsur kerugian negara da­lam perkara korupsi peng­gunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G oleh PT Indosat dan anak perusahaannya, PT IM2.

Dalam gugatan Nomor 231/G/2012/PTUN-JKT tanggal 9 Ja­nuari 2013, Indar mem­per­ma­sa­lah­kan Surat Deputi Kepala BPKP tangal 9 November 2012 me­ngenai hasil audit kerugian ne­gara dalam kasus Indosat.

Pengacara Indar, Erick S Paat menguraikan, salah satu hal yang paling mudah untuk melihat ke­keliruan BPKP adalah ketika surat BPKP menyatakan peng­hi­tungan itu sebagai hasil audit. Untuk melakukan audit, seorang auditor harus memenuhi standar, seperti mengklarifikasi dan me­manggil pihak yang diaudit, serta Menkominfo selaku regulator. Persoalannya, pihak Indosat dan IM2 tak pernah dipanggil auditor. Peng­hitungan itu hanya ber­dasarkan BAP yang diberikan pe­nyidik kepada auditor.

“Penghitungan kerugian ne­gara ini tidak dilakukan secara ob­yektif. Sebagai auditor yang pro­fesional, seharusnya mereka me­manggil ahli untuk me­nen­tu­kan, apakah benar Indosat dan IM2 menggunakan frekuensi ber­sama-sama seperti yang dika­takan penyidik,” katanya.

Apalagi, menurut Erick, ber­da­sarkan Peraturan Pemerintah No­mor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Ne­gara Bukan Pajak dan Un­dang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, yang berhak me­lakukan penghitungan keru­gi­an negara adalah Badan Pe­me­riksa Keuangan (BPK), bukan BPKP.

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto, gu­gatan tersebut tidak mem­pe­ngaruhi upaya penyidik me­nangani kasus ini. “Itu dua hal yang berbeda. Dari dulu, perkara ko­rupsi menggunakan peng­hitungan BPKP. Jangankan BPKP, jaksa saja bisa meng­hitung sendiri,” katanya.

Andhi menegaskan, Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana di­ubah dengan UU Nomor 20 Ta­hun 2001, tidak melarang BPKP menghitung kerugian negara.

Dia menambahkan, peng­hi­tung­an oleh akuntan publik juga diperbolehkan dalam UU Tipikor. Berdasarkan penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Tipikor, yang dimak­sud dengan “secara nyata telah ada kerugian negara” adalah ke­rugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil te­muan instansi berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.

Yang pasti, perdebatan itu tidak menghentikan bergulirnya kasus ini ke Pengadilan Tipikor. Kema­rin, Indar menjalani sidang per­da­na sebagai terdakwa. Dia didak­wa pasal berlapis, dan ter­ancam hukuman pidana mak­si­mal 20 tahun penjara.

Ada pun dakwaan yang dibaca­­kan JPU, yakni dakwaan primer, yaitu Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pem­ber­an­tasan Tindak Pidana Korupsi, se­bagaimana diubah dengan Un­dang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Un­dang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tin­dak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kemudian dakwaan subsidair, yakni Pasal 3 junto Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Nomor 31 Ta­hun 1999 tentang Pem­beran­tasan Tindak Pidana Korupsi, seba­gai­mana diubah dengan Undang Un­dang Nomor 20 Tahun 2001 Ten­tang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pi­dana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Perkara Dugaan Korupsi Korporasi Mesti Detail

Alvon Kurnia Palma, Direktur YLBHI

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mengingatkan Kejagung agar mampu membuktikan bahwa PT Indosat dan PT Indosat Me­ga Media (IM2) sebagai kor­po­rasi, mesti bertanggung jawab dalam kasus yang diduga me­ru­gikan negara Rp 1,3 triliun ini. Soalnya, Kejagung telah me­lontarkan sangkaan tersebut.

Seperti diketahui, bukan ha­nya bekas Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto dan bekas Direktur PT Indosat Johny Swan­di Sjam yang ditetapkan se­bagai tersangka. PT Indosat dan PT IM2 sebagai korporasi, juga ditetapkan sebagai ter­sangka. Kejagung mengambil lang­kah itu agar Indosat dan IM2 membayar kerugian ne­gara dalam kasus ini.

Karena sudah menetapkan kor­porasi sebagai tersangka ka­sus korupsi, lanjut Alvon, Ke­jak­saan Agung semestinya su­dah mengantongi bukti yang kuat.

“Bagus berani menetapkan korporasi sebagai tersangka. Tapi, harus mendetail dan jelas, apa peranan perusahaan itu sebagai aktor tindak pidana korupsi,” katanya.

Dia menambahkan, dalam per­kara dugaan korupsi kor­porasi, maka pertang­gung­ja­wab­annya dilakukan pihak-pihak yang menjadi pengurus da­lam korporasi itu. “Pe­na­ngan­­an tindak pidana korupsi kor­porasi merupakan mandat Uni­ted Nation Covenant Aga­inst Corruption,” ujarnya.

Alvon menduga, korupsi yang terjadi pada perkara ini berkaitan erat dengan persoalan pengadaan barang dan jasa da­lam perjanjian kerja sama de­ngan pemerintah.

Karena itu, lanjutnya, pe­nyidik juga harus mendalami pe­ran dan posisi PT Indosat dalam persoalan ini. “Sebab, dia yang ada kontrak perjanjian dengan pemerintah,” ujarnya.

Menurut Alvon, celah-celah peran dan perbuatan masing-ma­sing korporasi itulah yang harus diteliti betul oleh pe­nyidik, terkait peran dan fung­sinya, sehingga maksimal upa­ya pengusutan sangkaan ko­rupsinya.

“Artinya di sini ada sang­kaan tindak pidana, tapi harus diper­jelas siapa pela­ku­nya dan relasi tindakannya seperti apa. Perlu di­perjelas soal siap yang ber­tang­gung jawab,” ucapnya.

Sangkaan Itu Mesti Dibuktikan

Paskalis Kosay, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Paskalis Kosay mengingatkan Kejaksaan Agung agar mampu membuktikan korupsi peng­gu­naan jaringan 3G oleh PT In­dosat dan PT Indosat Mega Media (IM2).

Soalnya, Kejaksaan Agung telah membawa salah seorang ter­sangka kasus ini ke Penga­dilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Kejagung telah mendudukkan tersangka itu sebagai terdakwa dalam per­sidangan yang terbuka untuk ma­syarakat.

“Kasus ini pun mesti diusut tuntas, tak bisa berhenti pada satu terdakwa itu saja. Apalagi, Kejagung telah melontarkan sangkaan bahwa Indosat dan IM2 sebagai korporasi mesti bertanggung jawab membayar kerugian negara,” kata dia.

Kejagung, lanjut Paskalis, harus memper­tanggung­jawab­kan sangkaan-sangkaan yang telah dilontarkannya itu melalui me­lalui pembuktian di penga­dilan. Jika tidak mampu mem­buk­tikannya, masyarakat akan me­nilai rendah kinerja Ke­jak­saan Agung dalam me­nangani kasus ini.

 Dia juga mewanti-wanti Ke­jaksaan Agung agar tidak mem­perlemah diri sendiri bila ber­hadapan dengan korporasi asing. “Korporasi itu kan ber­operasi di wilayah hukum Indo­nesia, maka wajib tunduk ke­pada hukum yang berlaku di sini,”  kata politisi Partai Golkar ini.

Setiap tindakan melanggar hukum di wilayah Indonesia, lanjut dia, maka harus diproses dengan hukum pidana yang berlaku di negeri ini. “Kalau dia mem­buat tindak pidana ko­rupsi, harus dikenakan sesuai hu­kum yang berlaku di Indo­nesia,” ujar pria asal Papua ini.

Dia pun mewanti-wanti apa­rat kejaksaan tidak menjadi lem­bek bila berhadapan dengan kasus-kasus korupsi yang meli­batkan korporasi, apalagi kor­porasi asing. Jika itu terjadi, ma­ka Jaksa Agung mesti me­lakukan eva­luasi. “Kalau itu yang terjadi, Jak­sa Agung mesti menunjuk jaksa yang integ­ritasnya teruji untuk me­nangani ka­sus ini agar tuntas,” ujar Pas­kalis.  [Harian Rakyat Merdeka]   


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya