Berita

Publika

Kurikulum 2013: Tak Menyentuh Akar Masalah Kerusakan Moral Bangsa

SELASA, 25 DESEMBER 2012 | 08:15 WIB

PERSOALAN dunia pendidikan yang terjadi hari ini sesungguhnya bukan terletak kurikulum belaka. Akan tetapi lebih mengarah pada kondisi kultural yang terjadi di tengah-tengah masyarakat berupa kebebasan tanpa batas yang dilakukan industri media melalui acara hiburan yang lebih cenderung menularkan nilai-nilai negatif dan tidak layak untuk dipertontonkan ditengah-tengah kondisi masyarakat yang masih tergagap-gagap menghadapi kehidupannya.  

Pengembangan kurikulum 2013 dengan harapan mampu merubah karakter peserta didik, namun membiarkan industri dunia hiburan memberikan nilai-nilai yang tidak baik seperti memfitnah, adu domba, menghina bahkan sampai melecehkan agama tertentu, sama halnya dengan menyalakan senter di tengah gemerlap cahaya, sehingga cahaya senter itu tetap kelihatan namun redup dan tidak memberikan manfaat apapun karena tak menyentuh akar masalah kerusakan moral bangsa.

Pernyataan ini bukan tanpa alasan karena memang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh sendiri menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya Pengembangan Kurikulum 2013 akan bisa dilihat hasilnya 3 sampai dengan 6 tahun yang akan datang.

Jadi kita bisa membayangkan, apabila serangan kerusakan moral terhadap generasi muda kita datang bertubi-tubi melalui industri hiburan lewat sinetron dan acara-acara lain yang tidak mendidik maka apakah layak kita mengatakan bahwa Kurikulum 2013 memang tidak dirancang untuk lebih cepat menangani masalah-masalah itu.

Lantas apakah kita harus menunggu 3-6 tahun yang akan datang untuk melihat bagaimana hasilnya, sementara serangan kerusakan moral bisa datang kapan saja tidak hanya hitungan hari tetapi juga dalam hitungan detik.

Jika Mendikbud terus membiarkan hal ini terjadi dalam artian tetap bersikukuh untuk melakukan pengembangan kurikulum 2013 namun disisi lain tetap membiarkan industri hiburan di media televisi menularkan nilai-nilai negatif berupa adu domba, cacian, hinaan dan pelecehan akan sama halnya membiarkan ruang kosong yang menganga antara pengembangan kurikulum dengan kejahatan media hiburan yang notabenenya lebih banyak diminati pada anak-anak usia sekolah.

Seharusnya ruang kosong itu diisi untuk mencari jawaban secepatnya atas penyelesaian masalah yang ditimbulkan oleh media hiburan.

M. Abrar Parinduri, MA
Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya