Berita

omisi Yudisial (KY)

X-Files

Yang Wanita Dituduh Selingkuh Yang Pria Diduga Terima Suap

Dua Hakim Direkomendasikan Ke Sidang MKH
MINGGU, 23 DESEMBER 2012 | 09:31 WIB

Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan dua hakim ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) awal 2013. Salah satu dari hakim itu adalah perempuan yang dituduh selingkuh. Satu hakim lainnya diduga menerima uang suap dari pengacara.

Informasi yang dihimpun me­nyebutkan, hakim perempuan yang dimaksud adalah hakim sa­lah satu Pengadilan Negeri (PN) di Sumatera Utara. Tinda­kan asu­sila yang dituduhkan ke­pa­da­nya, diduga terjadi tatkala hakim ini masih dinas di Pulau Jawa.

Hal tersebut diamini Juru Bi­cara KY Asep Rahmat Fadjar. Dia menyatakan, dugaan pelanggaran oleh  hakim wanita ini sudah di­iden­tifikasi sebelum hakim terse­but dimutasi ke Sumatera.

Menurut dia, analisis terhadap laporan perkara selingkuh hakim ini, sudah dilakukan oleh KY. “KY sudah memeriksa pelapor, saksi-saksi dan hakim yang men­jadi terlapor kasus ini,” ujarnya.

Dia menolak menyebutkan nama hakim wanita yang dimak­sud. Asep juga tidak mau men­jelaskan, dengan siapakah hakim tersebut berselingkuh.

Asep menyebutkan, rekomen­dasi KY agar Mahkamah Agung (MA) menggelar MKH awal ta­hun 2013, dilaksanakan sesuai me­kanisme yang ada. Intinya, apa­bila KY sudah mere­ko­men­dasikan sanksi, berarti seluruh rang­kaian proses di KY sudah se­lesai. “Termasuk pemeriksaan se­mua pihak,” ucapnya.

Ia menambahkan, bagaimana detail peristiwanya dan sanksi terhadap hakim ini, akan dibuka dalam sidang MKH. Masyarakat akan mengetahuinya melalui si­dang tersebut. “MKH yang punya wewenang untuk mengungkap hal ini,” kata Asep.

Selanjutnya, Asep juga me­nge­mukakan, rekomendasi terkait dugaan pelanggaran hakim lain­nya. Satu hakim yang diduga me­langgar kode etik dan profesi ha­kim itu, berjenis kelamin laki-laki. Menurutnya, dari pe­me­rik­saan KY, hakim yang dimaksud sampai saat ini masih bertugas di pengadilan wilayah Kalimantan.

Asep juga tidak menyebutkan identitas hakim ini secara spe­sifik. Tapi dia mengatakan, du­ga­an pelanggaran oleh hakim ter­se­but, terkait dugaan menerima uang suap dari seorang penga­cara. “Dia diduga menerima uang dari pengacara,” tandasnya.

Dia juga tidak merinci siapa pe­ngacara yang memberikan uang kepada hakim itu, dan be­rapa nominal uang yang diterima. Dia memastikan, penerimaan uang terkait dengan perkara yang ditangani hakim tersebut.

Dugaan penyelewengan ini, tambah dia, sudah diklarifikasi oleh KY. Rangkaian pemeriksaan ter­hadap pelapor, terlapor dan saksi-saksi sudah dilakukan. Jadi, menurutnya, bukti-bukti me­nyang­kut perkara hakim ini, su­dah dikantongi KY.

Lantaran itu, KY berani mere­ko­mendasikan nama kedua ha­kim tersebut untuk dibawa ke sidang MKH. Dia menge­mu­ka­kan, dugaan pelanggaran kedua hakim itu masuk kategori berat. Maka, tandasnya, perlu diambil keputusan atau sanksi lewat me­kanisme MKH.

“Jika pelang­garan dan sanksi­nya masuk k­a­te­gori berat, kita serahkan pada MKH. Tapi jika sanksi dan pe­langgarannya ri­ngan, bisa kita ambil ke­putusan sendiri,” tuturnya.

Wakil Ketua KY Imam Ans­hori Saleh membenarkan kabar tersebut. Dia bilang, rekomendasi KY berupa pemecatan terhadap hakim-hakim itu telah di­sam­paikan ke MA. “Akan diadili da­lam sidang MKH pada awal Ja­nuari,” tuturnya.

REKA ULANG

Sudah Ada Yang Dipecat Karena Mesum

Pada November 2011, dua ha­kim dipecat Majelis Kehor­ma­tan Hakim (MKH) dalam sidang etik di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, lantaran terbukti berbuat mesum.

Dua hakim yang dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Hakim itu adalah Dwi Djanuwanto, ha­kim Pengadilan Negeri Yogya­karta yang sebelumnya bertugas di Pengadilan Negeri Kupang dan Dainuri, hakim Mahkamah Sya­riah Tapaktuan.

MKH memutuskan, hakim Mahkamah Syariah Tapaktuan, Dai­nuri terbukti melakukan pe­lang­garan berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku ha­kim. Karena itu, dia dipecat. Dai­nuri terbukti melakukan asusila terhadap Evi Kusuma, wanita yang sedang melakukan gugatan cerai. Gugatan itu ditangani Dainuri.

“Terlapor mengakui telah ber­me­sraan dengan Evi Kusuma. Ter­lapor menggosok-gosok pung­gung Evi dalam keadaan telanjang di sebuah hotel tempat terlapor menginap,” kata Ketua MKH Imam Soebechi saat mem­bacakan pertimbangannya.

Untuk terlapor hakim Dwi Djanuwanto, MKH juga me­mu­tuskan pemberhentian. Sebab, Dwi terbukti sering meminta tiket pesawat kepada terdakwa kasus yang ditanganinya. Dwi juga per­nah diberikan sanksi oleh MA ka­rena tidak disiplin, karena itu dia dipindahkan ke PN Kupang.

Selain itu, Dwi terbukti mela­ku­kan perbuatan tercela. “Me­ngi­rimkan SMS yang isinya tidak senonoh, yakni mengajak ter­dak­wa menonton striptis yang leng­kap dengan cewek yang bisa di­pangku, dan disuruh mengisap-isap dengan bayaran Rp 500 ribu per jam,” ujar anggota MKH Abbas Said saat membacakan pertimbangan MKH.

Dwi, menurut MKH, juga sa­ngat tidak disiplin, sering ter­lamb­at si­dang karena bolak balik Kupang Yog­yakarta. “Bahkan tidak tahu jadwal persidangan­nya. Sudah se­ring terjadi,” ujar Abbas Said.

MKH terdiri dari tiga unsur MA dan empat unsur KY. Dalam pe­mecatan dua hakim itu, MKH yang berasal dari MA adalah Imam Soebechi (Ketua MKH), Hamdan dan Surya Jaya. Se­dang­kan empat anggota MKH dari KY adalah Imam Anshori Saleh, Suparman Marjuki, Abbas Said dan Taufiqurrohman Syahruri.

MKH dengan ketua dan per­sonel yang sama, juga men­ja­tuh­kan sanksi bagi hakim Jonlar Purba. Tapi, hakim yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Wamena ini, hanya dijatuhi hu­kuman berupa pemotongan uang tunjangan selama tiga bulan se­besar 75 persen.

MKH tidak bisa membuktikan bahwa Jonlar berjanji mem­be­baskan terdakwa dengan imbalan Rp 125 juta. Namun, Jonlar mengakui pernah berkomunikasi dengan terpidana kasus illegal logging Mulyadi Bantang lewat telepon. Hal itulah yang membuat MKH memutuskan, Jonlar telah melanggar kode etik hakim, kendati unsur penerimaan uang tidak terbukti.

“Hakim terlapor mengaku per­nah menerima telepon dari ter­dakwa illegal logging bernama Mulyadi Bantang tanpa sengaja. Konteks perbincangan itu mem­berikan persangkaan, selama ini terjadi komunikasi kuat antara Mulyadi dan hakim terlapor di luar persidangan,” ujar anggota MKH Imam Anshori Saleh saat membacakan pertimbangan.

Dalam komunikasi via telepon itu, menurut Imam, Mulyadi me­nyampaikan kepada Jonlar bahwa upaya banding yang dia lakukan sudah turun putusannya. Hasil­nya, putusan banding me­nguat­kan hukuman yang dijatuhkan majelis hakim tingkat seb­e­lumnya. Mendengar keluhan itu, Jonlar mengeluarkan saran untuk Mulyadi. “Silakan ajukan kasasi jika tidak puas putusan banding,” ujar Imam mengutip saran Jonlar kepada Mulyadi.

MA Dan KY Mesti Tingkatkan Upaya Pencegahan

Aditya Mufti Ariffin, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Aditya Mufti Ariffin me­ngi­ngat­kan, fungsi pencegahan oleh Mahkamah Agung (MA) maupun Komisi Yudisial (KY) idealnya ditingkatkan. Pening­katan itu sangat perlu d­i­la­ku­kan, mengingat masih banyak pe­langgaran oleh hakim.

“Jadi menurut saya, penga­wa­san oleh MA dan KY tidak hanya mengoptimalkan bidang penindakan saja. MA dan KY hendaknya mau berkoordinasi untuk melakukan rangkaian pencegahan,” kata anggota DPR dari PPP ini.

Artinya, sebelum ada pelang­garan, sudah ada action yang konekret dari MA dan KY da­lam mengantisipasi atau men­ce­gahnya. Apalagi, dia me­nam­bahkan, mafia peradilan itu akan selalu ada. Hal ini sulit di­berantas. Karena pada prin­sipnya, semua orang tidak ingin dihukum.

Akan tetapi, pola-pola pem­be­laan ini seyogyanya dila­ku­kan secara terukur. Hakim-ha­kim yang menjadi benteng ter­akhir dalam menegakkan hu­kum, semestinya bertindak pro­fesional. “Mengedepankan kode etik dan nuraninya,” tutur dia.

Selama hal tersebut tidak bisa diaplikasikan, bukan tak mung­kin, nasib penegakan hukum menjadi berantakan alias porak-poranda. Selalu, sambungnya, mafia peradilan akan berupaya mendominasi wajah hukum di sana-sini.

“Dengan dalih tertentu, per­soalan selingkuh hakim dan suap akan selalu terjadi secara berkesinambungan. Karena itu, seluruh komponen masyarakat mesti mengawal langkah pe­ne­gakan hukum dari hulu hingga hilir,” katanya.

Keterbukaan Jadi Amunisi Perangi Mafia

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Sekjen Perhimpunan Magis­ter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menyatakan, pe­nindakan terhadap hakim nakal hendaknya tak menunggu rekomendasi Komisi Yudisial (KY). Soalnya, Mahkamah Agung (MA) memiliki kom­pe­tensi untuk mengambil tindakan serta menjatuhkan sanksi pada hakim-hakim nakal.

“Di sini masih terlihat ada ke­lemahan dari Mahkamah Agung. Mereka kebanyakan baru me­nindaklanjuti persoalan hakim nakal setelah ada rekomendasi dari KY,” katanya.

Hal itu, menurut Iwan, tidak se­penuhnya salah. Namun, alangkah bijaksananya jika bi­dang pengawasan di MA, juga mau transparan atau bertindak proporsional dalam menyikapi persoalan tersebut. Bukan ma­lah menyembunyikan persoalan hakim-hakim ini dari publik.

Dia menekankan, keterb­u­ka­an MA sangat dinantikan ma­sya­rakat. Dari keterbukaan ini, masyarakat dapat memperoleh gambaran mengenai pengu­su­tan perkara dan profesionalisme hakim. Dari keterbukaan ini pula, harap dia, masyarakat atau publik mendapat amunisi untuk memerangi mafia peradilan.

Iwan meyakini, MA bukan ti­dak mampu menangani per­soa­lan seperti ini. Melainkan me­rasa tidak enak atau sungkan dalam menindak hakim-hakim nakal. “Kerap ada anggapan jeruk kok makan jeruk. An­g­gapan tersebut mungkin masih berlaku,” ujarnya.

Tapi, jika hal tersebut di­les­ta­rikan, maka sangat dis­a­yang­kan. Kredibilitas hakim-hakim yang bagus menjadi sia-sia aki­bat polah oknum-oknum hakim nakal, tapi tidak ditindak.

Hal ini menjadi faktor yang meng­ganjal kemandirian ha­kim. Mau tidak mau, kondisi ter­sebut membuat penilaian masyarakat pada lembaga peradilan ikut tergerus.

“Di sinilah tantangannya. Ba­gaimana MA mampu me­nyi­kapi persoalan mengenai ha­kim-hakim nakal secara pro­por­sional dengan mengedepankan keterbukaan,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka] 


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya