bank century
bank century
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menyatakan, keÂjaksaan senantiasa proÂporÂsioÂnal dalam menindaklanjuti perÂkara ini. Dia menyampaikan, beÂgitu perkara pencucian uang dana Century lewat Antaboga disÂerahÂkan kepolisian, pihaknya langÂsung meneruskan hal tersebut ke Kejari Jakpus.
“Berkas dan tersangkanya diÂserahkan ke Kejari Jakpus. Nanti saya cek sudah sejauhmana meÂmori dakwaannya disusun. PeÂnyuÂsunan memori dakwaan tidak bisa terburu-buru,†kata bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jaksel ini.
Artinya, harus dilandasi kecerÂmatan dan ketelitian tinggi. Dia juga menyebutkan, tidak ada atuÂran baku tentang tenggat waktu penyelesaian memori dakwaan. Yang ada hanya batasan meÂngeÂnai waktu penahanan tersangka.
Dari asumsi itu, maka kerja keÂjaksaan menyusun berkas dakÂwaÂan, dibatasi oleh waktu peÂnaÂhaÂnan tersangka. Dia menyebutkan, bila masa penahanan pertama haÂbis, kejaksaan bisa memÂperÂpanÂjang masa penahanan tersangka. “Perpanjangan masa penahanan seÂsuai ketentan KUHAP hanya boÂleh dua kali,†tuturnya.
Jadi, lanjut dia, tenggat waktu penyusunan memori dakwaan saÂngat berkaitan dengan batas wakÂtu penahanan. Bila, memori dakÂwaan tak kunjung selesai semenÂtara masa penahanan tersangka haÂbis, maka tersangka bisa dibÂeÂbaskan dari tuntutan.
Namun, sambung dia, preseden seperti itu kemungkinannya saÂngat kecil terjadi. Dia meÂnyaÂtaÂkan, kejaksaan memiliki koÂmitÂmen menyelesaikan perkara seÂcaÂra profesional. “Intinya, saya cek dulu ke Kejari Jakpus apakah dakÂÂwaan sudah selesai atau beÂlum,†kata bekas Asisten Khusus Jaksa Agung ini.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Jakpus Rusmanto yang diÂkonfirmasi kemarin, mengÂinÂforÂmasikan pihaknya belum meÂngeÂtahui perkembangan penyusunan dakwaan tersangka kasus CenÂtury-Antaboga tersebut. “Saya beÂlum terima laporannya. Coba nanti saya cek dulu,†katanya.
Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto menyatakan, telah melimpahkan berkas perkara dan tersangka Stefanus Farouk dan Umar Muchsin ke kejaksaan pada Jumat, 30 November lalu.
Jadi, katanya, kepolisian sudah menuntaskan perkara yang meÂlibatkan tersangka Umar MuchÂsin dan Stefanus Farouk. Kedua tersangka, diduga terkait dengan kejahatan penipuan, penggelapan dan pencucian uang dana Century oleh Robert Tantular, Toto KuÂnÂcoro dan Yohanes Sarwono.
Salah satu dugaan tindak piÂdana pencucian uang Century diÂteÂmuÂkan kepolisian dari penÂdiÂrian peÂrusahaan sekuritas, yakni AntaÂboga Delta Sekuritas InÂdoÂnesia (ADSI). Dalam kasus ini, polisi meÂÂneÂmuÂkan keterlibatan ToÂtok Kuncoro, Yohanes SarÂwono, SteÂvanus Faruq dan Umar Muchsin.
Temuan ini diperoleh dari anaÂlisis transaksi keuangan dan fakta persidangan atas rekening PT ADSI, PT Tirtamas Nusa Surya (TNS) dan PT Graha Nusa UtaÂma (GNU). Analisis transaksi keÂuangan menyebutkan dana naÂsaÂbah ADSI dilarikan Robert TanÂtular. Dia diduga menerima seÂjumlah check dan bilyet giro (BG) Rp 334.276.416.638. Dana terÂsebut lalu dialirkan ke beÂbÂeÂraÂpa perusahaan.
Dari total dana tersebut, diteÂmuÂkan bukti adanya aliran dana ke rekening PT GNU di Bank CenÂtury Rp 127 miliar dalam benÂtuk cek dan bilyet giro (BG) daÂlam beÂbeÂrapa transaksi. DiÂsamÂping itu PT GNU juga menerima aliran dana Rp 14 miliar dari PT TNS. SeÂhingga, total dana masuk ke reÂkeÂning PT GNU pada Bank Century adalah sebesar Rp 141 miliar.
Hasil analisis transaksi rekeÂning PT GNU tersebut, menurut Arief, PT GNU hanya menerima aliran dana dari PT ADI dan PT TNS. Dana yang masuk rekening PT GNU tersebut, setelah diteÂlusuri berasal dari beberapa transaksi.
Transaksi itu meliputi peÂnaÂriÂkan dana Rp 68 miliar oleh RoÂbert Tantular. Lalu Yohanes SaÂrÂwoÂno menerima aliran dana daÂlam 51 kali transaksi. Rekening YoÂhanes Sarwono berada di BCA, Bank Century dan bank CIMB Niaga sebesar Rp 40,9 miliar. Rekening tersebut, dalam bentuk cek dan BG.
Aliran dana dari PT GNU keÂpaÂda Yohanes Sarwono, tambah Arief, dibuktikan dengan copy doÂkumen voucer, cek dan BG serÂta kuitansi penerimaan. Dari 51 kali transaksi tersebut, terdapat satu kali transaksi penerimaan cek dari Robert Tantular.
Lalu tersangka Stevanus Faruq, tambah dia, menerima aliran dana dari PT GNU dalam bentuk 10 cek sebesar Rp 4,6 miliar. SeÂlanÂjutnya, tersangka Umar Muchsin meÂnerima aliran dana dari PT GNU dalam bentuk 18 cek dan BG total Rp 15,75 miliar.
REKA ULANG
Tak Lepas Dari Nama Robert Tantular
Kasus yang terkait dugaan pembobolan dana Bank Century ini, diawali dari investigasi keÂpoÂlisian terhadap PT Tirtamas Nusa Surya (TNS). TNS berdiri berÂdaÂsarkan Akta nomor 12 tanggal 31 Desember 1997.
TNS bergerak di bidang usaha properti. Saham TNS sebesar 85 perÂsen, dipegang Toto Kuncoro KuÂsumajaya. Di situ, Toto menÂjabat sebagai Direktur dan HenÂdro Wiyanto, selaku Direktur UtaÂma PT Antaboga Delta SecuÂritas Indonesia (DPO).
Berdasarkan akta nomor 30 tanggal 5 Mei 2006, beber DirekÂtur II Eksus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto, PT TNS diberi kuasa PT Bank CenÂtury untuk mengurus dan meÂmoÂhon perizinan tanah, rumah, izin perinsip pembebasan lahan, izin peruntukan penggunaan tanah/SITPT, IPB, dan IMB atas 44 kavÂling tanah/SHGB di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Berdasarkan akta nomor 31, tanggal 5 Mei 2006, Toto KunÂcoro menjual 44 kavling berikut tanah sisa pada Yayasan BPK PeÂnabur Rp 62.064.500.000 dengan cara mentransfer ke rekening noÂmor 1022.00005404812-010 atas nama PT TNS di Bank Century.
Transferan itu masing-masing, tanggal 5 Mei 2006 Rp 17,125 miliar, 18 Juni 2006 Rp 20,550 miÂliar, tanggal 18 Juli 2007 Rp 6, 028 miliar, tanggal 24 Januari 2008 Rp 6, 028 miliar, tanggal 5 FebÂruari 2008 Rp 3 miliar. Lalu transÂferan lainnya, dilakukan tanggal 18 Februari 2008 Rp 4 miliar, tanggal 18 April 2008 Rp 5,335 miliar.
Dana tersebut seharusnya masuk ke rekening Bank Century. Untuk menutupi penggunaan dana hasil penjualan tersebut, maka Bank Century memberikan fasilitas kredit kepada PT TNS Rp 75 miliar yang terindikasi fikÂtif karena untuk transaksi tahun 2006 dan tidak ada aliran dana pada tahun 2007.
Dari dana sejumlah Rp 62,064 miliar tersebut, Rp 14 miliar diÂalirkan ke PT Graha Nusa Utama (GNU) pada rekening Bank CenÂtury. Transfer dilakukan dua kali. Pertama, 9 Mei 2006 sebesar Rp 13 miliar dan kedua, tanggal 9 Mei 2008 sebesar Rp 1 miliar.
Totok Kuncoro, selain menÂjaÂbat Direktur TNS dan GNU, juga pemegang saham PT Antaboga Delta Sekuritas (ADSI) sebesar 7,14 persen. Data itu diperoleh dari laporan hasil evaluasi maÂnaÂjer investasi Bapepam-LK tangÂgal 11 September 2007.
Data itu, menurut Arief, meÂnunÂjukkan bahwa Totok Kuncoro memiliki peran penting dalam kaÂsus ini. Peran penting itu, lanÂjutnya, meliputi pemegang saham PT ADSI. Sebagaimana diketaÂhui, PT ADSI dijadikan sarana untuk melakukan penipuan naÂsaÂbah Bank Century lewat iming-iming investasi.
“Sebagai DirekÂtur PT TNS yang terafiliasi deÂngan Bank CenÂtury. Dia meÂlaÂkuÂkan penjualan atau penggelapan aset yang diÂagunÂkan atau AYDA,†ucapnya.
Totok diÂjaÂtuhi hukuman penÂjara tiga tÂaÂhun. Dia mengajukan banÂding dengan puÂtusan meÂnguatÂkan putusan PN Jakpus, seÂlanjutnya meÂngajukan kasasi yang memuÂtus hukuman 8 tahun penjara.
Sedangkan Robert Tantular telah divonis 9 tahun penjara daÂlam perÂkara perbankan. Berkas perÂkara tindak pidana pengÂgeÂlaÂpan AYDA atas nama Robert saat ini dalam tahap persidangan di PN Jakpus. Dia dituntut 14 tahun penjara.
Tidak Boleh Gantung Kasus
Aditya Mufti Arifin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Aditya Mufti Arifin mengiÂngatÂkan kejaksaan agar meÂnunÂtasÂkan perkara dugaan pencucian uang Bank Century.
Menurut anggota DPR dari Fraksi PPP ini, kasus tersebut mesti ditangani secara cermat dan teliti. “Tidak boleh diganÂtung. Segera limpahkan perÂkaÂraÂnya ke pengadilan,†katanya, kemarin.
Menurut dia, proses persiÂdaÂngan kasus ini menjadi kunci unÂtuk mengukur apakah peÂnyiÂdik berhasil dalam menyingkap perkara tersebut. Fakta-fakta yang dikuak oleh hakim, tentuÂnya bersumber dari hasil peÂnyiÂdikan. Karena itu, kemampuan penyidik mengumpulkan bukti-bukti, akan ditimbang hakim di persidangan.
Hal inilah, lanjut Aditya, yang akan sangat memÂpÂengaÂruÂhi besar-kecilnya hukuman pada tersangka. Dia mÂeÂnyÂaÂtaÂkan, penyusunan berkas dakÂwaÂan dalam kasus ini hendaknya tidak berlarut. Masalahnya, dia melihat bahwa tuduhan atau sangkaan yang disusun kepoÂliÂsian untuk menjerat tersangka sudah signifikan.
Tidak mungÂkin, kepolisian berani menÂjaÂdiÂkan seseorang sebagai terÂsangka tanpa alat bukti yang cuÂkup. “Itu sama saja bunuh diri,†ucapnya.
Lebih jauh, dia menyatakan, usaha kepolisian yang maksiÂmal dalam menangani perkara ini, tidak boleh disia-siakan beÂgitu saja. Aditya pun meÂngiÂngatÂkan agar para jaksa yang saat ini menyusun berkas dakÂwaan, tidak masuk angin. DeÂngan kata lain, jangan sampai substansi pokok perkara yang ditangani menjadi bias. Apalagi menghilangkan materi pokok persoalan dalam kasus ini.
“Karena itu, limpahkan seÂgera memori dakwaan kasus ini ke pengadilan. Supaya kasus ini menjadi terbuka bagi maÂsyaÂraÂkat serta memiliki kekuatan huÂkum yang tetap.â€
Bahaya Bila Gagal Susun Dakwaan
Fadli Nasution, Ketua PMHI
Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menjelaskan, masa penyusunan memori dakwaan oleh jaksa tidak diatur oleh keÂtenÂtuan undang-undang. Jaksa haÂnya mendasari tenggat waktu pada masa penahanan tersangka.
“Jadi prosesnya bergantung pada masa penahanan. Jaksa biasanya berpacu dengan waktu masa penahanan tersangka. Soalnya, bila penyusunan dakÂwaÂan melewati masa penaÂhaÂnan, tersangka bisa dinyatakan bebas,†katanya.
Jika persoalan ini terjadi, maka kinerja kejaksaan dapat dinilai payah oleh masyarakat. Semestinya, persoalan model demikian tidak terjadi. “Bahaya bila jaksa gagal menyusun dakÂwaan dengan cepat,†ujarnya.
Dia mengingatkan, bila perÂkara tersebut tidak layak diÂseÂleÂsaikan secara hukum, sebaikÂnya dari awal tidak dinyatakan lengÂkap alias P-21. Penilaian lengÂkapÂnya berkas perkara yang diÂsampaikan kepolisian ini, lanjut dia, hendaknya segera diikuti prosÂes persidangan yang terbuka.
Sehingga, transparansi dan profesionalisme yang selama ini digembar-gemborkan peneÂgak hukum, bukan jadi slogan semata. “Mesti konkret dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,†ucapnya.
Fadli meminta, persoalan seÂputar waktu penyusunan dakÂwaÂan ini disikapi secara arif. Dia menggarisbawahi, penyuÂsuÂnan memori dakwaan tidak bisa dilakukan secara semÂbaÂrangan. Harus ada tahapan-taÂhapan yang jelas.
Jadi, selama kelambanan tiÂdak berbenturan dengan masa peÂnahanan tersangka, hal itu tidak bisa dikategorikan sebagai kesalahan jaksa. “Saya melihat, proses penyusunan dakwaan maÂsih dalam batas kewajaran. Belum bisa dikategorikan salah atau menyimpang.†[Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59