Penganiayaan terhadap Kapten (Purn) Suwarno oleh aparat TNI AU kemarin adalah tindakan pidana dan harus dibawa ke jalur hukum.
Demikian disampaikan pengacara Suwarno, Safriadi, saat dihubungi Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Rabu malam, 5/12).
"Akan tetap kami bawa ke proses hukum, tapi karena keluarga masih dalam keadaan seperti ini mungkin itu baru bisa dilakukan beberapa hari lagi," ujarnya.
Suwarno sendiri baru usai menjalani operasi lambung beberapa saat lalu di RSPAD Gatot Subroto karena luka dalam akibat penganiayaan sejumlah aparat TNI AU, kemarin.
Safriadi terangkan, kasus penganiayaan terhadap pensiunan TNI AD berusia 60 tahun itu masuk ranah pidana. Sedangkan sengketa tanah antara keluarga Suwarno dengan TNI AU adalah kasus perdata.
"Mudah-mudahan penanganan kedua kasus bisa berjalan bareng. Segera dalam waktu singkat akan kita laporkan," harapnya.
Kemarin, terjadi pengosongan paksa oleh seratusan aparat TNI AU terhadap rumah yang didiami Suwarno dan keluarga selama puluhan tahun. Padahal, keluarga sudah kirimkan surat ke Danlanud Halim Perdanakusuma pada 18 November untuk meminta kasus pertanahan diselesaikan secara hukum.
Dalam surat itu juga dia meminta agar tidak ada mobilisasi pasukan sebelum proses konversi tanah di BPN Bekasi maupun proses hukum di pengadilan belum tuntas. Safriadi jelaskan, proses di BPN sudah berjalan sejak 2010.
Meskipun kemarin ada pengosongan paksa lahan disertai kekerasan oleh aparat AURI, pihaknya akan tetap menyiapkan surat-surat untuk di pengadilan.
Sedangkan, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Azman Yunus, menekankan bahwa tanah itu punya TNI AU, yang pada 1976 dipinjamkan ke bapak mertua dari Suwarno. Berdasarkan kesepakatan dengan ayah dari Sri Sumarni (istri Suwarno), organisasi TNI AU memiliki hak untuk meminta kembali tanah jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh AU.
[ald]