SPBU 3413909 yang terletak di Jalan KRT Radjiman WidyoÂdiÂningÂrat, Jakarta Timur sudah tiÂdak menjual premium dan solar seÂjak pukul 9 pagi. Karton putih bertuliskan “Premium dan Solar habis†seÂnÂgaja di letakkan di muÂlut masuk SPBU.
Saat dikunjungi Rakyat MerÂdeka Rabu siang (28/11), suasana SPBU tampak sepi. Hanya beÂberapa kendaraan roda empat dan roda dua saja yang terlihat meÂngisi bahan bakar.
Hanya dua dari tiga mesin peÂngiÂÂsi bahan bakar yang berÂfungÂsi. Satu mesin untuk pengisian kenÂdaÂraan roda dua kosong tanÂpa ada peÂtÂuÂgasnya. Rantai dan pembatas jÂalan dipasang meÂnuÂtup mesin tersebut.
Terlihat petugas SPBU hanya duduk-duduk tidak jauh dari kanÂtor dan toilet umum. Mereka baru bekerja, bila ada kendaraan yang datang untuk mengisi baÂhan bakar.
Beberapa pengendara roda dua tampak kecewa ketika masuk ke SPBU karena bensin habis. MeÂreka pun putar balik keÂnÂdaÂraÂanÂnya. Tapi tidak sedikit juga yang terpaksa membeli BBM non subÂsidi jenis Pertamax.
Hendro menuntun sepeda moÂtor Honda Supra Fit miliknya dari arah Jalan Raya Bekasi, Cakung, Jakarta Timur. Langkahnya berÂhenti setelah berada persis di deÂpan SPBU ini.
Diambilnya posisi ancang-anÂcang untuk mendorong kendÂaÂraÂanÂnya masuk ke SPBU yang leÂtaknya agak meninggi dari jalan. Sampai di pelataran dia kecewa.
“Ya ampun premium habis. Sudah dorong jauh-jauh sampai SPBU malah nggak ada bensin,†keluh Hendro begitu membaca peÂngumuman di depan SPBU.
“Padahal sudah tidak ada lagi SPBU di sepanjang jalan sini. Nanti baru ada di depan sana yang jaraknya masih sekitar 10 kilometer dari sini,†katanya.
Seorang petugas keamanan SPBU berjalan menghampiri Hendro yang terlihat kebiÂnguÂngan. Dengan ramah, petugas itu menjelaskan kalau persediaan premium sudah habis sejak pagi.
“Yang ada tinggal Pertamax dan Pertamax Plus. Harganya seÂsuai yang ada di tiang sana,†jelas petugas tersebut sambil meÂnunÂjuk tiang iklan SPBU. Pertamax dan Pertamax Plus tidak termasuk BBM bersubsidi. Harganya dua kali lipat dari harga premium.
Usai melihat pengumuman, HenÂdro pun menuntun kenÂdaÂraÂanÂnya ke mesin pengisian khusus PerÂtamax dan Pertamax plus. SamÂbil menyebutkan jumlah pengisian pada petugas, Hendro bergegas membuka jok belakang motornya.
Setelah jok terbuka, gagang selÂang berwarna biru langsung diarahkan ke lubang tangki moÂtor. Warna biru menunjukkan PerÂtamax. Warna merah PerÂtamax Plus. Sedangkan premium kuÂning. Hanya hitungan detik, proses peÂngisian bahan bakar pun selesai.
“Kalau setiap hari begini, bisa bangÂkrut deh. Isi Rp 20 ribu haÂnya dapat dua literan. Coba kalau premium, sudah luber pasti,†kata pria yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat ini.
Berbeda dengan Hendro, Heru warga Cakung, Jakarta Timur meÂmilih batal mengisi bahan baÂkar setelah tahu SPBU ini keÂhabisan premium. Ia langsung meÂmutar motor Honda Blade yang ditungganginya keluar SPBU.
“Saya isi di SPBU lain saja. benÂsin saya masih cukup. Nggak baÂgus, kalau bentar-bentar benÂsinÂnya diÂcampur. Mahal juga kalau harus isi bukan premium,†tambahnya.
Pemandangan sama terjadi di SPBU 3412806, Jalan Sahardjo, Jakarta Selatan. Sejak pagi, SPBU ini sudah tak menjual preÂmium dan solar lagi. PenÂguÂmuÂman premium habis dipasang di pintu masuk SPBU.
Sehari sebelumnya, beberapa SPBU di wilayah Jakarta Timur suÂdah kehabisan premium dan solar. Walaupun begitu, SPBU teÂtap buka untuk melayani pemÂbelian PerÂtaÂmax dan Pertamax plus.
SPBU yang kehabisan bahan baÂkar tersebut yakni di Jalan DI Panjaitan, Jalan Otista dan PiÂnang Ranti, Jakarta Timur. PeÂngawas SPBU Pinang Ranti Arif Triyono mengaku kali ini keÂhaÂbisan premium.
Lantaran belum dapat pengiÂriÂman lagi dari Pertamina, perÂseÂdiaÂan premium di dua domÂbak (tangÂÂki timbun) di SPBU pun ludes. “Kami punya dua dombak, maÂsing-masing isinya 31 ton dan 24 ton. Yang 24 ton sudah habis jam 12 malam. Lalu kami alihkan ke domÂbak satunya lagi, dan tadi subuh sudah benar-benar habis,†terangnya.
Arif mengaku pihaknya rugi kaÂrena premium habis. Penjualan BBM berkurang, pendapatan juga berkurang. Sementara biaya operasional SPBU tetap.
“Pegawai tetap bekerja, tidak libur meskipun premium habis. Memang dari segi pekerjaan agak berkurang. Tapi pembayaran kan tetap sama,†katanya.
‘Kencing’ Di Darat, Ngocor Di Laut
Perbedaan harga yang lebar antara BBM subsidi dengan non-subsidi memicu maraknya peÂnyeÂlundupan. Walaupun jumlah yang diselundupkan belum diÂketahui, namun dianggap turut membuat kuota BBM subsidi cepat habis.
Ada banyak modus penyelunÂdupan BBM subsidi. Yang paling sering ditemukan adalah “kenÂcing†di jalan. Truk tangki meÂnuÂrunkan sebagian BBM subsidi sebelum diantar ke SPBU. BBM subÂsidi itu lalu dijual ke industri atau dijual eceran. Industri dilaÂrang menggunakan BBM subsidi. Penggunaan BBM subsidi diÂanggap bisa menekan biaya opeÂrasional industri.
Modus “kencing†juga disiÂnyaÂlir terjadi di laut. Seperti terÂjadi di Terminal Lawe-lawe, KaÂliÂmantan Timur. Minyak di teÂrÂmiÂnal penampungan terapung itu diÂturunkan. Diperkirkan sekitar 12.600 ton minyak diturunkan lalu dibawa ke luar negeri.
Yang terbaru kasus penangÂkaÂpan kapal MT Martha Global oleh aparat Bea Cukai Riau, SepÂtember lalu. Sedianya, kapal transÂporter minyak Pertamina itu membawa 35 ribu kiloliter (KL) minyak dari Dumai ke kilang di CiÂlacap, Jawa Tengah. Tapi maÂlah berÂbelok ke perairan MaÂlayÂsia. KaÂpal ini diduga hendak meÂnyeÂlunÂdupkan minyak ke luar negeri.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) curiga maraknya penyeÂlunÂdupan minyak yang membuat kuota BBM subsidi 40 juta KL --yang ditetapkan di APBN-- cepat habis. Bahkan di beberapa daerah kuota setahun tandas dalam hituÂngan bulan saja.
Untuk itu, BPK akan meÂngÂaudit produksi minyak maupun pendistribusiannya. “Kami akan audit dari hulu sampai hilir akibat banyak kasus penyelundupan miÂnyak,†kata anggota BPK Ali MasyÂkur Musa.
Program Sehari Tanpa BBM Subsidi Ditunda
Bisa Picu Kerusuhan
Untuk menghemat BBM berÂsubsidi, BPH Migas menÂcaÂnangÂkan program sehari tanpa preÂmium. Waktu uji cobanya sudah ditetapkan: Minggu, 2 Desember 2012. Hari Minggu dipilih kaÂrena hari libur. Hampir semua kantor tutup. Kalaupun ada akÂtivitas kerja, hanya sedikit.
Belakangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik meminta agar program itu diÂtunda. Alasannnya bisa memiÂcu masalah sosial. Setelah diÂhiÂtung-hitung, pengÂheÂmaÂtanÂnya juga tak seberapa. “ReÂpotÂnya luar biasa, hasilnya sedikit,†katanya.
Tahun ini kuota BBM berÂsubsidi ditetapkan 40 juta kiÂloÂliter (KL). Pada September lalu, DPR menyetujui penambahan 4,04 juta KL. Kuota ini hampir habis. Stok premium diperÂkiÂraÂkan hanya cukup sampai 22 DeÂsember. Pemerintah dan DPR beÂlum membicarakan soal peÂnamÂbahan kuota lagi.
Lalu bagaimana cara mengÂheÂmat BBM bersubsidi? Jero Wacik mengatakan pihaknya akan mengimbau kepada masyaÂrakat yang mampu agar tidak menggunakan BBM bersubsidi.
Cuma imbauan? “Ini meÂmang imbauan. Tidak ada atuÂran dan sanksi. Tetapi kalau diÂlakukan oleh semua, pasti akan ada hasilnya,†ujar menteri asal Partai Demokrat itu.
Direktur Pemasaran dan NiaÂga Pertamina Hanung Budya mengatakan kuota BBM berÂsubÂsidi hampir habis. Kuota soÂlar subsidi untuk Jakarta habis 30 November. Premium 19 Desember.
Setiap bulan Pertamina memÂberi jatah setiap provinsi untuk BBM bersubsidi maupun BBM nonsubsidi. Di akhir tahun ini permintaan terhadap BBM subÂsidi terus melonjak.
Pertamina memperkirakan hingga akhir tahun konsumsi BBM bersubsidi mencapai 45,24 juta KL. Melampaui kuota yang disepakati DPR dan pemerintah: 44,04 juta KL.
Rencananya, Pertamina akan meminta pemerintah meÂnamÂbah kuota BBM bersubsidi seÂkitar 1,2 juta KL agar cukup sampai akhir tahun. Dana yang perlu dikeluarkan Rp 5 triliun.
Boro-boro menyetujui perÂminÂtaan ini. Menteri Keuangan Agus Martowardojo malah meÂnyuruh Pertamina dan BPH MiÂgas jangan melebihi kuota 44 juta KL. “Kita menghendaki agar kuotanya tetap terkendali,†katanya.
Order 24 Ton,Cuma Dikirim 16 Ton
Effendi, pengawas SPBU 3413909 di Jalan KRT RadjiÂman Widiodiningrat, Jakarta TiÂmur, mengatakan, pihaknya tak menjual premium karena stokÂnya habis. Sementara belum ada kiriman lagi dari Pertamina.
Setiap hari, SPBU-nya meÂngorder 24 ton premium ke PerÂtamina. “Kami sudah pesan seÂjak pagi hari. Tapi pihak PeÂrÂtaÂmina mengaku juga banyak SPBU yang kosong. Makanya pengiriman jadi terlambat kaÂrena mobil tangki harus mengisi ke SPBU yang lain,†kata Effendi.
Arif Triyono, pengawas SPBU Pinang Ranti, Jakarta Timur juga mengatakan sama. PeÂngiriman dari Pertamina terÂsendat. Akibatnya, SPBU ini kehabisan premium.
“Sehari biasanya diisi 16 ton. Itu sebenarnya cukup untuk satu hari. Tapi sekarang benar-benar habis. Belum ada ada peÂngiÂriman dari Plumpang,†katanya.
Biasanya, pengiriman preÂmium dari Depo Pertamina PlumÂpang, Jakarta Utara diÂlakukan malam hari, pukul dua. Namun hingga jam 9 pagi, truk tangki yang mengangkut BBM belum datang.
Menurut Arif, SPBU-nya haÂnya dijatah mengorder 16 ton preÂmium per hari. Berapa pun yang dipesan, Pertamina hanya menyalurkan 16 ton. “Kalau kita nebus 24 ton, yang delapan ton disimpan. Baru dikirim besok harinya,†jelas dia.
Ahmad Fauzi, Pengawas SPBU di Jalan Raya Otista membenarkan adanya pemÂbaÂtaÂsan pengiriman premium. Ini suÂdah terjadi sejak dua hari lalu.
Kenapa Pertamina memÂbaÂtasi pengiriman BBM ke SPBU? Wakil Presiden Korporat KoÂmuÂnikasi Pertamina mengaÂtaÂkan penyaluran BBM ke maÂsyarakat sudah melebihi kuota. Per 20 November, kelebihan kuota premium sudah 1,1 perÂsen. Solar 4 persen. “Jakarta saja sudah over 2,3 persen unÂtuk premium dan 3,2 persen unÂtuk solar,†katanya.
Karena itu, Pertamina perlu menyusun lagi kuota per daerah sesuai dengan BBM bersubsisi yang tersisa. Apalagi, DPR beÂlum memberi persetujuan peÂnamÂbahan kuota BBM berÂsubsidi. September lalu, DPR haÂnya menyetujui penambahan kuota 4,04 juta kiloliter (KL). “Jadi Pertamina salurkan saja sesuai kuota ditetapkan,†teÂgasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22