Berita

Chevron

X-Files

6 Tersangka Kasus Chevron Penahanannya Diperpanjang

Segera Dilimpahkan Ke Penuntutan
SENIN, 26 NOVEMBER 2012 | 09:14 WIB

Kejaksaan Agung memperpanjang penahanan enam tersangka perkara korupsi proyek pemulihan tanah (bioremediasi) lahan tambang minyak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Perpanjangan masa penahanan itu, untuk melengkapi berkas para tersangka agar segera naik ke tahap penuntutan.

“Penahanan para tersangka diperpanjang selama 30 hari, ter­hitung dari tanggal 25 No­vember 2012,” kata Kepala Pusat Pe­ne­ra­ngan dan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi seusai penutupan Rapat Kerja Nasional Kejaksaan di Cipanas, Puncak, Bogor, Jawa Barat pada Jumat, 23 November.

Untung menyampaikan, proses pemberkasan para tersangka ka­sus ini masih berjalan. “Kami ma­sih melengkapi berkas, mudah-mu­dahan segera selesai dan ma­suk penuntutan,” ujar bekas Ke­pala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.

Menurut Direktur Penyidikan Ke­­jaksaan Agung Adi Toega­ri­s­man, perpanjangan masa pena­ha­nan itu, dilakukan setelah Ke­ja­gung mengantongi penetapan per­panjangan masa penahanan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Enam tersangka yang masa pe­na­hanannya diperpanjang itu ada­lah Manajer Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) PT CPI Endah Rum­biyanti, Team Leader SLN Kabu­paten Duri Provinsi Riau PT CPI Widodo, Team Leader SLS Mi­gas PT CPI Kukuh Kertasafari, Ge­neral Manajer SLS Operation PT CPI Bachtiar Abdul Fatah, Direktur Utama PT Sumigita Jaya Herlan dan Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prema­turi. Sedangkan satu tersangka lain­nya, General Manager SLN Operation PT CPI Alexiat Tirta­widjaja keburu pergi ke Amerika Serikat dengan alasan mengurus suaminya yang sakit di negeri paman sam itu.

Adi menambahkan, penyidik memberikan kesempatan kepada para tersangka itu untuk m­e­nga­ju­kan saksi ahli yang me­rin­gan­kan. Lantaran itu, alasannya, pe­nyidik masih membutuhkan wak­tu untuk melimpahkan berkas para tersangka ke penuntutan.

“Prosesnya masih pember­kasan, karena ada tersangka yang mengirim surat kepada penyidik melalui kuasa hukumnya. Ter­sangka itu mengajukan saksi ahli yang menguntungkan bagi para tersangka,” cerita bekas Kapus­penkum Kejagung ini.

Menurutnya, permintaan ter­sangka seperti itu diatur dalam KUHAP. Karena itu, penyidik me­menuhi permintaan dan hak ter­sangka tersebut. “Senin lalu, me­reka dijadwalkan diperiksa, namun saksi ahli yang mereka sebutkan itu tidak hadir tanpa alasan,” ujarnya.

Kemudian, lanjut Adi, kuasa hukum tersangka itu kembali me­nyurati penyidik agar diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi ahli pada Kamis, 22 No­vem­ber lalu. “Setelah dijad­wal­kan dan ditunggu, mereka juga tidak menghadirkan saksi ahli yang dimaksud,” tandasnya.

Penyidik pun, kata Adi, me­nyu­rati kuasa hukum itu me­nge­nai kesempatan untuk me­ng­ha­dir­kan saksi ahli yang meringkan tersangka. Namun, menurutnya, balasan surat dari kuasa hukum itu menyebutkan bahwa mereka tidak jadi mengajukan saksi ahli. “Ada sekitar empat saksi ahli meringankan yang diajukan me­reka, saya cek di daftar itu. Tapi, mereka tidak jadi,” ujarnya.

Karena itu, menurutnya, penyi­dik akan kembali mengirim surat kepada kuasa hukum tersangka ini, untuk kepastian pembatalan tersebut. “Minggu depan dikirim. Setelah itu, pemberkasan di­leng­kapi untuk segera ke pe­nun­tutan,” ucapnya.

Proyek bioremediasi ini ber­lang­sung sejak 2003 sampai 2011 dan sudah dibayar  negara me­lalui BP Migas. Namun, Ke­jak­saan Agung menyangka proyek tersebut fiktif. Semula, Kejagung menaksir kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 200 miliar.

Belakangan, menurut Adi, ke­ru­gian negaranya hampir Rp 100 mi­liar versi hasil audit Badan Pe­ngawasan Keuangan dan Pe­m­ba­ngunan (BPKP). “Karena cost recovery-nya dibayarkan peme­rintah, maka itu uang negara. Itu kerugian negara,” tegas Adi.

Pada Rabu, 14 November 2012, Kejaksaan Agung me­ne­ri­ma Laporan Hasil Audit BPKP me­ngenai kasus ini. Jumlah ke­rugian negara berdasarkan hasil audit BPKP dengan Nomor Surat: SR-1025/D6/02/2012 tanggal 9 Novem­ber 2012 itu, sebesar 9.990.210.93 Dolar Amerika Serikat.

Tapi, hingga BP Migas dibu­bar­kan melalui keputusan Mah­kamah Konstitusi (MK), tak ada satu pun tersangka kasus ini yang berasal dari BP Migas. Tujuh ter­sangka kasus ini, semuanya dari PT Chevron dan dua perusahaan pe­menang lelang proyek biore­me­diasi itu, yakni PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia.

Adi beralasan, bukan hanya pi­hak Chevron dan dua perusahaan kerjasama operasionalnya itu yang akan diadili. Jika penyidik sudah mendapatkan bukti-bukti bah­wa pihak lain seperti BP Mi­gas dan Kementerian Li­ng­ku­ngan Hidup terlibat, maka me­re­ka pun akan dijadikan tersangka.

“Proses hukum terus berjalan, siapa pun yang terlibat dan ada buktinya, maka harus mem­per­tanggungjawabkannya. Tunggu saja waktunya.”

Reka Ulang

Keluarga 4 Tersangka Ke Komnas HAM

Keluarga empat tersangka kasus Chevron mengadu ke Komnas HAM pada Jumat siang, 23 November. Soalnya, menurut mereka, penahanan yang dilaku­kan Kejaksaan Agung merampas hak asasi para tersangka.

Yang datang mengadu adalah keluarga tersangka dari pihak PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Yakni, suami Manajer Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) PT CPI Endah Rumbiyanti, istri Team Leader SLN Kabupaten Duri Provinsi Riau PT CPI Widodo, istri Team Leader SLS Migas PT CPI Ku­kuh Kertasafari, istri  General Ma­najer SLS Operation PT CPI Bachtiar Abdul Fatah.

Keluarga empat tersangka itu, melakukan pertemuan tertutup de­ngan komisioner Komnas HAM di Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat. Setelah pertemuan itu, Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Nurkholis menyatakan, pi­haknya masih belum bisa menen­tukan sikap.

Mereka masih akan mela­kukan pemeriksaan dan pe­ne­litian, sehingga bisa diketahui apakah benar telah terjadi pe­langgaran HAM terhadap para tersangka itu.

Menurut Nurkholis, Komnas HAM akan melihat penanganan kasusnya dan bagaimana kejang­galannya terlebih dahulu. “Kami akan pelajari materi kenapa se­se­orang dijadikan tersangka. Kami akan minta klarifikasi ke Ke­ja­gung. Selain itu, menghubungi ter­sangka di rumah tahanan jika diperlukan,” ujarnya.

Tapi, keluarga para tersangka itu yakin bahwa penahanan ini melanggar hak asasi manusia ka­rena sangkaan keterlibatan sua­mi­nya tidak masuk akal. “Saya minta Komnas HAM secepatnya menyelesaikan persoalan ini, ka­rena hak asasi suami saya sudah terjajah,” kata Mimi, istri ter­sang­ka Kukuh Kertasafari.

Sebelumnya, empat tersangka itu melalui kuasa hukumnya, me­ngajukan praperadilan di Pe­nga­dilan Negeri Jakarta Selatan atas tindakan Kejagung menetapkan dan menahan mereka sebagai ter­sangka. Proses sidang pr­a­pe­ra­dilan digelar sejak Senin,  19 No­vember lalu.

Kuasa Hukum para tersangka dari pihak Chevron, Maqdir Is­mail menjelaskan, mereka me­nga­jukan praperadilan karena Ke­jagung melakukan penetapan ter­sangka dan melakukan pena­hanan, padahal tidak ada angka kerugian negara dalam kasus ini.

Seperti diketahui, Kejagung baru mendapatkan angka keru­gian negara dari Badan Pen­gawa­san Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setelah melakukan pe­netapan tersangka dan melakukan penahanan.

Menurut kuasa hukum ter­sang­ka dari pihak Chevron, To­dung Mulya Lubis, pengajuan pra­pe­ra­dilan merupakan hak te­r­sangka. “Hak mereka untuk mem­per­tanyakan landasan hu­kum pe­na­hanan mereka oleh Ke­jagung. Se­ba­gai warga negara, merupakan hak para karyawan yang paling men­dasar untuk mengetahui ala­san penahanan mereka.”

“Karyawan PT CPI telah me­minta Kejagung untuk me­nyam­paikan bukti-bukti yang me­n­du­kung tuduhan Kejagung terhadap mereka, dan meminta kasus ini bisa diselesaikan segera serta mem­pertimbangkan hak-hak me­reka,” paparnya.

Jangan Membuat Penanganan Perkara Jadi Bertele-tele

Nikson Gans Lalu, Pengamat Hukum

Pengamat hukum dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Nikson Gans Lalu me­nyam­paikan, proses penyidikan dan penuntutan kasus korupsi ini mesti dipercepat.

Sebab, se­lain jumlah ke­rugian ke­uangan negara dari BPKP sudah ada, semua pem­buktian hendaknya segera dilakukan di persi­da­ngan. “Tak perlu berlama-lama lagi, dan jangan membuat pe­na­nganan perkara ini mandeg atau bertele-tele,” ujar Nikson.

Nikson menyebut, walaupun ada celah dalam KUHAP yang memungkinkan kejaksaan mem­berikan ruang bagi ter­sang­ka untuk mengajukan saksi ahli, tapi hendaklah segera di­nai­kkan ke penuntutan.

“Semakin dikasih ruang, akan semakin membuat proses persidangan lama dan lambat. Jangan sampai peluang itu ma­lah menjadi upaya meng­gem­bosi pengusutan kasus ini,” katanya.

Dia mengingatkan, dalam pengusutan kasus ini, masih ada pi­hak lain, seperti pihak Ke­menterian Lingkungan Hidup (KLH) dan BP Migas yang perlu ditelusuri apakah terlibat. “Hendaknya penyidik jeli dan segera bekerja konsiten, profe­sional melakukan pengusutan. Masyarakat memantau per­kem­bangan kasus ini,” ujarnya.

Jika masih menggantung pada proses penyidikan, lanjut Nikson, kepastian hukum pe­na­nganan perkara ini pun semakin goyah. “Maka sebaiknya segera dibawa ke persidangan, dan buk­tikan di sana. Lalu, pihak-pihak terkait pun segera di­usut,” ucapnya.

Kejagung Tampak Tidak Percaya Diri Menuju Penuntutan

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa menilai, Kejaksaan Agung tampak tidak percaya diri mengusut kasus ini. Padahal, pihak Kejagung kerap mengklaim telah mengantongi bukti-bukti yang kuat.

“Apalagi rupanya yang men­jadi persoalan penyidik, se­hingga tak kunjung melim­pah­kan para tersangka ke pe­nun­tutan? Bukti-bukti katanya ada, jumlah kerugian negara katanya sudah ada, tersangka sudah dita­han. Kok, belum ditindaklanjuti segera. Apakah penyidik tidak percaya diri,” tandasnya.

Desmon menambahkan, ma­sih banyak perkara korupsi yang harus dituntaskan Korps Adhyaksa. Namun, bila kiner­ja­nya lamban, tentu akan men­jadi pertanyaan publik, ada apa di balik kelambanan itu. “Jika su­dah tidak bisa dipercaya me­ngusut dan menuntaskan kasus korupsi, ngapain masih kita ka­sih kepercayaan kepada ke­jaksaan untuk menangani ka­sus-kasus korupsi,” ujarnya.

Ia pun mengingatkan kejak­sa­an agar tidak membuat ma­sya­rakat kecewa karena lam­ban­nya penanganan kasus ko­rupsi. “Jika masih tetap begitu cara kerjanya, masyarakat se­makin kecewa. Bisa saja kita dorong total agar semua per­kara korupsi ditangani KPK saja,” ujarnya.

Bahkan, lanjut Desmon, dalam pembahasan Rancangan Undang Undang Kejaksaan, dengan melihat penanganan per­kara korupsi yang seringkali bertele-tele dan sering meng­gantung di kejaksaan, pihaknya berpikir untuk mengevaluasi kewenangan kejaksaan itu.

“Biar tegas, sekalian dalam pembahasan Undang Undang itu, dibicarakan mengenai ke­wenangan mereka, dan serah­kan ke KPK,” tandasnya.

Dia mendesak Kejaksaan Agung tidak bermain-main me­nuntaskan kasus korupsi. “Tun­jukkanlah kinerja yang dapat dipercaya publik dalam mem­berantas korupsi. Jangan mem­buat penanganan perkara me­ng­gantung atau lamban, atau bahkan memberikan ruang bagi para koruptor untuk bermain. Masyarakat tidak tutup mata,” ingatnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya