Berita

ilustrasi/ist

X-Files

Kasus Mafia Pulsa Masih Saja Mandek

Berkas Tersangka 6 Kali Bolak-balik Polri-Kejagung
KAMIS, 08 NOVEMBER 2012 | 09:10 WIB

Pengusutan kasus mafia atau maling pulsa mandeg. Berkas perkara tiga tersangka perkara ini tidak kunjung lengkap. Padahal, mereka telah ditetapkan sebagai tersangka sejak awal Maret 2012.

Menurut Kepala Pusat Pene­ra­ngan dan Hukum Kejaksaan Agung M Adi Toegarisman, jaksa penuntut umum (JPU) belum bisa melakukan proses penuntutan terhadap para tersangka kasus ini, sebab berkas perkara mereka masih belum lengkap.

“Untuk dua tersangka, sudah enam kali jaksa peneliti me­ngem­balikan berkasnya ke penyidik ke­polisian. Sedangkan, tersangka yang satu lagi sudah tiga kali dikembalikan. Banyak petunjuk yang belum dilengkapi,” ujar Adi di Gedung Kejaksaan Agung, Ja­lan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan pada Selasa, 6 November.

Adi menjelaskan, dua tersang­ka yang berkasnya enam kali di­kembalikan ke kepolisian adalah atas nama NHB (Nirmal Hiro Bar­wani) selaku Direktur Utama PT Colibri Network dan KP (Kris­nawan Pribadi) selaku Wakil Di­rektur PT Telkomsel. “Pe­ngem­balian berkas untuk keenam kalinya kepada penyidik kepoli­sian, telah kami lakukan pada 9 Oktober lalu,” katanya.

Berkas yang dikembalikan itu, lanjut Adi, juga masih berisi se­jumlah petunjuk dari jaksa pe­neliti yang mesti dilengkapi pe­nyidik kepolisian. “Kami akan tunggu sampai petunjuk itu di­leng­kapi,” ujar bekas Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.

Untuk berkas tersangka yang ketiga, atas nama WMH (Windra Mai Harianto) selaku Direktur Uta­ma PT Media Play dikem­balikan untuk ketiga kalinya pada hari yang sama. “Untuk berkas WMH, dikembalikan juga, yang ketiga kalinya,” ucapnya.

Berkas ketiga tersangka itu di­buat secara terpisah. Petunjuk yang diberikan jaksa peneliti pun di­sampaikan secara terpisah. “Ber­kas berbeda dengan tersang­ka yang berbeda, displit,” ujar be­kas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.

­Ketika ditanya, mengapa pe­nanga­nan kasus ini begitu lama, Adi menyatakan bahwa pihaknya tetap menunggu kelengkapan berkas dari penyidik kepolisian. “Kami tetap berpegang pada ke­tentuan dan mekanisme hukum. Jika petunjuk yang diberikan jaksa belum lengkap, tentu belum bisa naik ke penuntutan. Jadi, masih di kepolisian,” katanya.

Sebagai latar, kepolisian mene­tapkan tiga tersangka kasus pen­curian pulsa. Ketiganya disangka punya peran penting dalam kasus penyedotan pulsa konsumen.

Seperti pernah dijelaskan Boy Rafli Amar saat menjabat Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, tiga tersangka itu adalah KP sela­ku Vice Presiden Digital Music Content Management PT Tel­komsel. Tersangka kedua adalah NHB selaku Direktur PT Colibri Network. Tersangka ketiga ber­inisial WMH sebagai Direktur PT Mediaplay.

Ketiga tersangka itu adalah penandatangan perjanjian kerja­sama antara Telkomsel de­ngan pe­rusahaan penyedia lay­a­nan content provider.

Boy menambahkan, KP dite­tap­kan sebagai tersangka pada 8 Maret 2012. Sedangkan status dua tersangka lainnya ditetapkan penyidik pada 6 Maret 2012.

Dia menjelaskan, ketiga ter­sang­ka diduga melanggar Pa­sal 62 juncto Pasal 9 Undang Un­dang Nomor 8 Tahun 1999 ten­tang Perlindungan Kon­su­men, Pa­sal 28 juncto Pasal 45 Undang Un­dang Nomor 11 ta­hun 2008 ten­tang ITE, serta Pa­sal 362 dan 378 KUHP. “Masuk kategori pe­lang­garan berlapis,” tandas Boy yang saat itu masih berpangkat Kombes.

Kabareskrim Komjen Sutar­man juga pernah menjadi korban pencurian pulsa. Ia mengaku per­nah mendapat ringtone dangdut, tanpa memesan. “Saya pernah di­hubungi kok ringtone saya dang­dutan, padahal saya cek sendiri saya tidak pernah mendaftar. Itu kalau sebulan tidak di unreg akan terus diperpanjang,” keluhnya.

Menurutnya, masyarakat tidak akan menyadari pencurian pulsa. Sementara pulsanya terus ter­potong. “Walaupun sebulan ha­nya Rp 6 ribu, tapi kalau yang lang­ganan 10 juta, itu banyak sekali. Itu baru ringtone, belum yang ingin mendapatkan jodoh,” ujar Sutarman.

Reka Ulang

“Maaf, Sistem Sedang Bermasalah”

Kepala Bareskrim Polri Kom­jen Sutarman mengaku, kasus pencurian pulsa konsumen ini, masih ditangani pihaknya.

Tapi, dia beralasan, jajarannya butuh waktu untuk menjelaskan kepada jaksa, sehingga jaksa yakin bahwa para tersangka melakukan tindak pidana. “Kalau jaksa sudah yakin, hakim akan yakin,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, awal Juni 2012.

Hal itu disampaikan Sutarman un­tuk menanggapi kecurigaan, apakah perkara yang merebak sejak Oktober 2011 ini, diam-diam dihentikan penanganan­nya­. Saat itu, Sutarman juga me­nam­pik bahwa penanganan kasus ini lambat.

“Kasus ini, barang buk­tinya adalah elektronik. Tempat dan waktu terjadinya tindak pida­na ada di server besar itu. Saya per­nah ibaratkan, seperti me­nang­kap lalat di hutan Amazon. Saya tidak boleh keliru, kalau keliru, saya bisa mengambil data seseorang atau perusahaan,” ujarnya.

Pada kesempatan yang ber­beda, Sutarman menanggapi po­sitif semua petunjuk jaksa pe­ne­liti. Namun, dia menolak mem­be­berkan substansi petunjuk jak­sa yang belum dipenuhi penyidik Bareskrim. Hanya, Sutarman mengakui, banyak substansi yang harus dipenuhi polisi.

Selain berupaya memenuhi pe­tunjuk kejaksaan, Sutarman me­nambahkan, jajarannya juga me­ngembangkan kemungkinan keter­libatan operator lain. Seperti dike­tahui, kepolisian telah me­netapkan tiga tersangka kasus ini. Tapi, be­lum ada tersangka dari operator telepon seluler selain Telkomsel.

Kasus pencurian pulsa antara lain dilaporkan konsumen ber­nama Feri Kuntoro. Dia mengadu ke Markas Polda Metro Jaya pada 4 Oktober 2011.

Feri merasa dirugikan karena harus membayar tagihan pasca bayar hingga ratusan ribu rupiah setelah registrasi undian ber­ha­diah melalui SMS premium ke no­mor 9133. Registrasi itu didu­ga menjerat Feri. Dia sering me­nerima SMS berupa informasi se­putar artis dan nada dering. Setiap kali menerima SMS dari nomor itu, pulsa Feri terpotong tanpa persetujuan.

Feri mengaku telah berusaha menghentikan layanan SMS de­ngan mengetik unreg dan mengi­rimkannya ke nomor tersebut. Namun, usahanya itu selalu gagal dan ia hanya mendapat jawaban “Maaf, sistem sedang ber­ma­sa­lah, silakan ulangi lagi”.

Lantaran terus-menerus men­da­patkan jawaban senada, Feri kemudian mengadukan masalah ini ke Grapari Telkomsel di Gam­bir, Jakarta Pusat. Namun, kata dia, jawaban petugas di sana ku­rang memuaskan. Akhirnya, Feri melaporkan kasus tersebut ke Mar­kas Polda Metro Jaya.

Kasus tersebut kemudian di­ambil alih Mabes Polri. Soalnya, laporan mengenai penyedotan pulsa terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. “Kasus ini bu­kan hanya terjadi di lingkup Polda Metro, tapi juga di daerah lain, sehingga kami ingin penye­li­dikannya satu pintu, dilakukan Mabes Polri,” ujar Kabidhumas Polda Metro Jaya saat itu, Kom­bes Baharudin Djafar.

Penanganan oleh Mabes Polri, diharapkan mampu menekan beda argumen antar penyidik pol­da-polda, sehingga langkah pe­nyi­dikan, penerapan pasal, du­ga­an kerugian konsumen serta pe­nun­tasan kasus ini bisa berjalan searah.

Pelimpahan perkara ini ke Ma­bes juga untuk memudahkan koor­dinasi Polri dengan lembaga tinggi negara lain seperti Kemen­terian Komunikasi dan Infor­ma­tika  serta Panja Mafia Pulsa DPR. Kendati begitu, kasus ini mandeg. Soalnya, para tersangka kasus ini tak kunjung naik ke penuntutan.

Mesti Ada Kepastian Proses Hukum

Alvon Kurnia Palma, Direktur YLBHI

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menyampaikan, para tersangka kasus pencurian pulsa bisa se­ge­ra dibawa ke proses pe­nun­tutan bila penyidik kepolisian serius memenuhi petunjuk jaksa peneliti.

Bila berlama-lama atau tidak mampu melengkapi petunjuk ter­sebut, kepolisian bisa dinilai tidak kuat dalam melakukan penyidikan terhadap para ter­sangka kasus mafia pulsa. Bah­kan, masyarakat bisa curiga, ada apa di balik mandeknya pe­nanganan kasus ini.

“Ini sangat tergantung legal annotation dari kejaksaan. Apa saja yang diminta dalam legal annotation tersebut, ya harus di­lengkapi kepolisian,” katanya.

Proses bolak-balik berkas dari kejaksaan kepada kepoli­san ini disebut P19, tapi tidak ada batasan waktu dan kuantitas tentang berapa kali harus di­per­baiki. Kendati begitu, menurut Alvon, harus ada kepastian da­lam proses hukum.

“Ini m­e­rupakan suatu kele­mahan dalam KUHAP kita, ja­di­nya bisa berlindung pada ke­lemahan itu,” katanya.

Sebaliknya, Alvon juga me­ngingatkan, apabila penyidik ke­polisian telah melengkapi buk­ti-bukti dan saksi yang di­dapat secara sah untuk me­ru­muskan dakwaan dan pasal untuk penuntutan, maka wajib bagi kejaksaan untuk segera me­nerima pelimpahan ini. “Dan, melanjutkannya ke pe­nun­tutan,” tandas dia.

Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah, para tersangka kasus maling pulsa ini tidak ditahan. Padahal, kasus ini ditengarai merugikan masyarakat luas. Tidak adanya penahanan itu, menurut Alvon, menimbulkan persoalan.

“Itu masalah serius, mengapa tidak ditahan. Lantaran itu, pe­nanganan kasus ini patut di­curigai,” ujarnya.

Masyarakat Curiga Kenapa Mandek

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menilai, proses pelengkapan berkas ter­sangka agar segera P21, bu­kan­lah hal yang sangat sulit. Soal­nya, penyidik sudah memiliki bukti dalam melakukan pene­ta­pan tersangka.

Jika petunjuk itu tidak kun­jung dipenuhi, maka kinerja pe­nyidik dan para pimpinannya da­pat dipertanyakan. Bahkan, masyarakat akan curiga, kenapa kasus tersebut mandek. “Saya me­nyampaikan prihatin atas kinerja kepolisian dalam mena­ngani kasus ini,” ujarnya.

Makanya, Eva meminta ke­po­lisian melakukan pe­nga­wa­san internal dan mengevaluasi kinerja mereka dalam pe­na­nga­nan perkara seperti ini. “Se­pa­tut­nya, Bareskrim melakukan evaluasi, kenapa berkas para tersangka kasus ini tak kunjung lengkap,” saran politisi PDIP ini.

Apabila tidak ada langkah maju, menurut Eva, maka Ko­misi Hukum DPR akan me­la­ku­kan fungsinya memanggil dan mengawasi aparat hukum, termasuk para pimpinan ke­po­lisian. “Jika tetap berlarut-larut, maka Komisi III bisa meminta Polri untuk melakukan gelar per­kara dalam rapat kerja de­ngan kami. Ini sebagai bagian dari pengawasan,” tandasnya.

Eva juga melontarkan kecu­ri­gaannya, mengapa Bareskrim Polri tidak bisa cekatan meleng­kapi berkas para tersangka ka­sus mafia pulsa.

“Tidak se­ha­rus­nya berlama-lama dalam melengkapi berkas itu, karena petunjuknya sudah spesifik,” katanya.

Peneliti Konsorsium Refor­masi Hukum Nasional Arifin Firmansyah juga me­ngi­ngat­kan, penanganan perkara mafia pulsa hendaknya tak sekadar bo­lak-balik kepolisian-kejak­sa­an, tapi mesti bergulir ke pengadilan.

Hal lain yang menjadi perha­tian­nya adalah keterbukaan. Jika materi berkas perkara di­anggap masih kurang, hen­dak­nya kepolisian dan kejaksaan mau membukanya secara gam­blang. Dari keterbukaan itu, kata Arifin, masyarakat akan mendapatkan gambaran, belum lengkapnya perkara tersebut seperti apa. Soalnya, ketertu­tu­pan membuat publik kerap cu­riga dan sinis. “Jangan salahkan publik jika ada penilaian miring seperti yang terjadi selama ini,” ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya