bankj dki
bankj dki
Anehnya, dua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang pada Rabu malam (31/10), yakni Siska BasÂtari dan Ahmad Syarifudin meÂngaku tidak tahu apa jenis usaha tempat mereka bekerja.
Dalam kesaksiannya, Siska yang mengenakan kerudung, meÂngaku hanya mengurusi adÂmiÂnisÂtrasi ringan. Dia tidak tahu meÂnahu, sejak kapan PT ES, milik terÂdakwa Banu Anwari berdiri serÂta bagaimana rencana pembeÂlian pesawat udara jenis ATR 42-5000 dari Phoenix Lease Pte. Ltd. Singapore.
Dia pun mengaku tidak tahu, darimana sumber biaya sewa peÂsawat PT ES selama ini. PengaÂkuannya itu membuat hakim SuÂdjatmiko terperanjat. Bagaimana mungkin, karyawan yang meÂnguÂrusi administrasi kantor, tidak tahu jenis usaha yang dilakoni peÂrusahaan tempatnya bekerja.
“Sebagai tenaga administrasi, paling tidak, Saudara tahu jenis perusahaan itu dari surat meÂnyuÂrat dan dokumen yang Anda urusi,†kata Sudjatmiko.
Namun, sakÂsi bersikukuh, urusan surat meÂnyurat dihandle langsung terÂdakwa Banu. “Saya hanya meÂnguÂrusi karyawan di kantor,†kata bekas karyawan PT ES ini.
Menanggapi hal itu, hakim menÂanyakan, berapa jumlah karÂyawan PT ES. “Ada lima sampai enam orang,†jawab Siska. JaÂwaÂban ini membuat hakim curiga, ada yang tidak beres dalam peÂnguÂcuran kredit ke PT ES. SoalÂnya, bagaimana mungkin, peruÂsaÂhaan yang hanya memÂpeÂkerÂjaÂkan enam orang, mendapat kucuÂran dana Rp 100 miliar dari Bank DKI.
Lalu, hakim melanjutkan perÂtanyaan seputar peran Siska daÂlam urusan sewa menyewa peÂsaÂwat. Lagi-lagi, Siska mengataÂkan tidak tahu. Siska beralasan, surat menyurat menggunakan Bahasa Inggris. Sedangkan SisÂka yang jebolan diploma III itu, mengaku tidak mengerti Bahasa Inggris.
Tapi, Siska menginformasikan, dirinya pernah bertemu dua terÂdakwa lainnya, yakni Staf Analis Pembiayaan Hendro Wiratmoko dan Kepala Divisi Pemasaran Bank DKI Syariah Atouf IbÂnuÂtama. Pertemuan terjadi di kantor PT ES, di bilangan Bintaro. NaÂmun saat itu, dia tidak kenal keÂdua terdakwa.
“Mereka ingin bertÂemu Pak Banu,†ucapnya tanpa merinci, kapan pertemuan terjadi. “Saya lalu mempersilakan mereka naik ke ruangan Pak Banu.â€
Siska menambahkan, tidak tahu apa materi pembahasan saat itu. Sementara saksi Ahmad Syarifudin menerangkan, dirinya mengenal kedua terdakwa dari Bank DKI itu setelah dikenalkan terdakwa Banu.
“Waktu itu saya belum menÂjaÂbat direktur di EnerÂgy SpecÂtrum.†Perkenalan dilaÂkuÂkan semÂbari makan siang. “Ini teman-teman dari Bank DKI,†sitir Ahmad meÂnirukan Banu.
Selanjutnya, hakim minta penÂjelasan sewa menyewa pesawat. Menurut saksi, pesawat tipe ATR 42-5000 bukan milik PT ES. MeÂlainkan milik Frontline disewa oleh PT ES menggunakan jasa PT Gatari untuk disewakan kembali pada Premiere Oil.
Dia hanya tahu, PT Gatari seÂkali menyewa pesawat tersebut. Jika belakangan ternyata ada perubahan jadwal sewa pesawat atau penambahan waktu sewa, dia tidak tahu. Soalnya, dia maÂsuk perusahaan tersebut pada 2009. Lalu sempat keluar pada 2010.
Sepanjang pengetahuannya, pemilik pesawat yang resmi adaÂlah PT Frontline. Mekanisme pembayaran sewa, sebutnya, dilaÂkukan PT ES kepada leasor PT Phoenix Lease Pte. Ltd. SingaÂpore. Seingat dia, untuk sekali sewa pesawat, pembayaran yang dilakukan senilai 94 ribu Dolar Amerika Serikat.
Namun, mekanisme itu beruÂbah tatkala kepemilikan PT ES direstrukturisasi alias beralih ke taÂngan orang lain. Sayangnya, saksi mengaku tidak tahu apa maksud dan hal yang mendasari peÂrubahan kepemilikan peruÂsaÂhaan tersebut.
“Apakah terkait dengan resÂtrukturisasi utang di Bank DKI, saya tidak tahu,†katanya.
Yang jelas, tegas dia, peruÂbaÂhan status kepemilikan tersebut meÂngubah pola pembayaran sewa pesawat. Dampak peruÂbaÂhan pola pembayaran inilah yang didugaÂnya membuat pembayaran kredit itu makin macet.
REKA ULANG
Kredit Rp 100 Miliar Tanpa Menimbang Profesionalisme
Kasus ini berawal pada 2007. KeÂÂtika itu, PT Energy Spectrum (ES) mengajukan kredit (permoÂhoÂnan pembiayaan) ke PT Bank DKI Syariah. Namun, pembaÂyaÂran kredit guna membeli pesawat ATR 42-5000 dari Phoenix Lease Pte Ltd Singapore itu, macet. DiÂduga, pemberian kredit dilakuÂkan tanpa memenuhi ketentuan perbankan.
“Mulai dari debt equity ratio (moÂdal) yang tidak mencukupi, tiÂdak berpengalaman di bidang penerbangan, dan persyaratan lain, sehingga sedari awal tidak mamÂpu melaksanakan kewajiban. Kalaupun ada, yang diselesaikan haÂnya bunga. Utang pokok pun diÂlunasi sangat kecil,†kata KeÂpala Pusat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Noor RochÂmad, November 2011. Kini, Noor menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Sekalipun manajemen Bank DKI Syariah memprakarsai resÂtruÂkÂturisasi utang tersebut, toh haÂsilnya tetap negatif. “ResÂtrukÂtuÂriÂsaÂsiÂnya dilakukan secara tidak beÂnar dan akibatnya terjadi koÂlekÂtaÂbilitas lima alias macet,†ujar bekas KeÂpala Kejaksaan Tinggi Gorontalo ini.
Atas pelanggaran tersebut, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang UnÂdang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut Jaksa Agung Muda BiÂdang Pidana Khusus (JamÂpidÂsus) Andhi Nirwanto, pihak bank diduga tidak menimbang aspek kecukupan modal perusahaan, dan tidak menimbang proÂfeÂsioÂnaÂlisme perusahaan. Lantaran itu, kejakÂsaÂan menetapkan tersangka dari piÂhak bank, yakni Hendro WiÂratÂmoko bagian Analis PemÂbiaÂyaan dan Kepala Divisi PeÂmaÂsaÂrÂan dan Pemimpin Grup SyaÂriah Bank DKI Athouf Ibnutama. Sedangkan tersangka dari PT ES adalah Banu Anwari. Penetapan status tersangka dilakukan sejak November 2011.
Andhi menambahkan, bekas Direktur Utama Bank DKI Winny Erwinda masih berstatus saksi kasus ini. Dia menyatakan, peÂningÂkatan status hukum yang berÂsangÂkÂutan sangat tergantung hasil persidangan dua pejabat Bank DKI Syariah dan pihak PT ES yang menÂjadi terÂdakwa. “TenÂtu, akan dilihat dari hasil persidaÂngan para tersangka itu, kemuÂdian statusnya dievaÂluasi. Kini, dia masih berstaÂtus seÂbagai saksi,†katanya.
Andhi menambahkan, instiÂtusiÂnya selalu bersandar pada alat-alat bukti dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. “Jadi semua berjalan. Bagaimana statusnya, nanti dilihat dari hasil persidangan,†ucap bekas Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.
Saat penanganan kasus ini, nama bekas Direktur Utama Bank DKI itu sempat mencuat. Dia disebut-sebut memiliki tangÂgungjawab dalam pemberian kreÂdit Rp 100 miliar dari Bank DKI SyaÂriah kepada PT Energy SpecÂtrum.
Selalu Libatkan Dua Belah Pihak
Hifdzil Alim, Aktivis Pukat UGM
Aktivis Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Hifdzil Alim menyatakan, pengusutan kasus-kasus perbankan harus terpadu. Soalnya, identifikasi atas kejahatan perbankan selalu melibatkan dua pihak. Pertama, kalangan internal bank dan yang kedua, pihak eksternal alias dari luar bank.
Dia menduga, ada hubungan simbiosis mutualis dalam kejaÂhatan di sini. Karenanya, peÂnaÂnganan kasus perbankan perlu kecermatan ekstra.
“Tidak bisa diÂlaksanakan sembarangan,†katanya. PenguÂsuÂtannya perlu waktu panjang. Tapi tidak boleh secara sengaja diulur-ulur temponya.
Hifdzil menilai, kasus kejÂaÂhaÂtan perbankan biasa dilakukan oleh kelompok profesional. KeÂterlibatan oknum internal bank idealnya diusut secara komÂpleks. Artinya, penindakan tiÂdak boleh sekadar menyentuh staf biasa. Dugaan keterlibatan petinggi bank hendaknya juga diusut.
“Karena pemberian kredit daÂlam jumlah besar harusnya diÂketahui pimpinan bank,†tuturÂnya. Penelitian terhadap kondisi debitur mutlak diperlukan daÂlam memutuskan layak tiÂdakÂnya mengucurkan kredit.
Jika azas kehati-hatian itu dilanggar, mudah disimpulkan, kredit akan bermasalah atau macet. Kerugian bank, apalagi bank milik pemerintah tentu meÂngandung muatan kerugian negara. “Di sinilah peran kunci pimpinan bank dalam menenÂtukan kemajuan bank yang diÂpimpinnya,†tuturnya.
Dia menilai, kredit PT Energi Spectrum sejak awal sehaÂrusÂnya sudah mengundang keÂcuÂriÂgaan. Bagaimana mungkin, peÂrusahaan yang tidak proÂfeÂsioÂnal seperti ini, diberikan keÂsemÂpatan mendapat kucuran kredit daÂlam jumlah besar.
Karena itu, dia menduga, seÂlain ada ketidakberesan dari peÂrusahaan yang menjadi debitur, pengawasan dan pengendalian di internal bank sangat lemah. KeÂlemahan inilah yang menuÂrutÂnya harus disikapi dengan biÂjaksana. “Apakah sengaja atau bagaimana. Faktanya, negara dirugikan akibat hal ini,†imÂbuhnya.
Semua Yang Terlibat Mesti Dimintai Pertanggungjawaban
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menyatakan, peÂngusutan perkara kredit maÂcet di Bank DKI harus diÂkemÂbangkan. Tujuannya, agar siapa pihak yang belum tersentuh huÂkum, dapat dimintai perÂtangÂgungÂjawaban secara jelas.
“Pada prinsipnya, siapapun mempunyai tanggungjawab huÂkum yang sama,†katanya. Oleh sebab itu, dia mengingatkan agar rangkaian persidangan kasus ini dilaksanakan secara cermat.
Jangan sampai, pengusutan kaÂsus yang sudah berlarut ini tiÂdak jelas juntrungannya. Dia seÂpendapat bahwa hakim bisa meÂmerintahkan jaksa untuk meÂnindaklanjuti penyelidikan dan penyidikan kasus ini.
Jika masih ada kecurigaan mengenai pihak lain yang luput, idealnya, hakim tidak ragu meÂminta jaksa melanjutkan proses kasus tersebut. Dengan kata lain, hakim memiliki komÂpeÂtensi dan kewenangan meminta jaksa menindaklanjuti apa-apa yang dianggap kurang.
“Bisa saja hakim meminta jaksa menjadikan seseorang seÂbaÂgai tersangka,†jelasnya. Akan tetapi, permintaan itu henÂdaknya diikuti oleh argumen atau perÂtimÂbangan hukum yang matang.
Jika bukti-bukti yang terÂungÂkap di persidangan meÂnyeÂbutÂkan bahwa saksi layak diubah statusÂnya menjadi tersangka, haÂÂkim bisa mengambil kepuÂtuÂsan terÂsebut. “Yang paling utaÂma, bukti-buktinya cukup,†tandasnya.
Jadi, permintaan hakim tidak didasarkan asumsi-asumsi atau pendapat-pendapat saja. “SeÂsuai KUHAP, minimal harus memenuhi dua unsur peÂlangÂgaÂran,†kata anggota DPR dari ParÂtai Golkar ini. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30