PT Chevron Pacific Indonesia
PT Chevron Pacific Indonesia
Kendati empat tersangka kasus ini mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri JaÂkarÂta Selatan, hal itu tidak menÂjadi masalah bagi Kejagung.
“Kami siap menghadapinya. Bahkan, kami sedang menyiapÂkan proses penuntutan,†kata KeÂpala Pusat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi ToegaÂrisÂman pada Kamis (1/11).
Menurutnya, gugatan praÂpeÂradilan yang diajukan pihak ChevÂron, merupakan hak setiap terÂsangka, sesuai aturan perÂunÂdang-undangan. “Gugatan itu tiÂdak masalah buat kami, silakan saja,†ujar bekas Kepala KeÂjakÂsaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Adi menegaskan, jika yang diÂpersoalkan para tersangka dalam gugatan praperadilan adalah perihal penahanan, maka hal itu pun siap dihadapi Kejagung. SeÂbab, menurutnya, semua tahapan penahanan dilakukan sesuai proÂsedur dan perundang-undangan, serta kebutuhan penyidik.
“Penahanan terhadap para terÂsangka itu sudah sesuai peraturan perundang-undangan, sebaÂgaiÂmana Pasal 21 KUHAP. MeÂngaÂpa mereka ditahan, karena beÂrÂdaÂsarÂkan bukti yang cukup, kami menduga kuat mereka melakukan tindak pidana,†tandas bekas AsisÂten Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.
Atas dasar pertimbangan peÂnyiÂdik dan mekanisme yang diÂatur KUHAP itulah, lanjut Adi, maka para tersangka ditahan guna menghindari persoalan dalam proses penuntasan kasus ini. “KaÂrena itu, akan kami hadapi guÂgaÂtan mereka di pengadilan,†ucap jaksa asal Madura ini.
Penangguhan penahanan yang diajukan para tersangka dari piÂhak Chevron pun, lanjut Adi, buÂkan merupakan hal penting bagi Kejaksaan Agung. “Sampai saat ini, pengajuan penangguhan peÂnahanan itu, tidak kami kaÂbulÂkan,†tandasnya.
Adi mengingatkan, soal penaÂhaÂnan, sepenuhnya merupakan kewenangan penyidik. KeÂmuÂdiÂan, bukti-bukti yang dimiliki peÂnyiÂdik atas para tersangka, tidak perlu menjadi tanya jawab di luar persidangan. “Soal pembuktian, kita lihat saja prosesnya nanti di pengadilan,†ujarnya.
Sekadar mengingatkan, KejakÂsaÂan Agung menetapkan tujuh terÂsangka kasus ini. Lima dianÂÂtaÂranya berasal dari Chevron, yakÂni Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah dan Alexiat. Dua tersangka lainnya dari kelompok kerja sama operasi (KSO), yakni yakni Herland seÂlaku Dirut PT Sumigita Jaya dan Ricksy Prematuri dari PT Green Planet Indonesia. Tapi, Alexiat belum ditahan karena berada di Ameriksa Serikat dengan alasan menemani suaminya yang sakit.
Nah, empat tersangka dari pihak Chevron yang ditahan sejak 26 September lalu itulah yang mengajukan gugatan praÂpeÂraÂdiÂlan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Empat tersangka itu, menggunakan hak memperÂtaÂnyaÂkan landasan hukum penahanan mereka oleh Kejaksaan Agung.
Menurut kuasa hukum terÂsangÂka dari pihak Chevron, Todung Mulya Lubis, keinginan meÂngeÂtahui alasan penahanan, meÂruÂpaÂkan hak tersangka yang paling mendasar. “Gugatan praperadilan ini didasarkan pada kenyataan, ada jaminan yang telah disamÂpaikan tersangka dan PT ChevÂron,†katanya pada Rabu (31/10) di Jakarta.
Todung menegaskan, empat tersangka itu tidak akan kabur, mengingat hubungan baik peruÂsaÂhaan yang sudah hadir di IndoÂnesia sejak 88 tahun lalu itu, deÂngan berbagai komunitas maÂsyaÂrakat di sini. “Kami telah meÂminÂta Kejaksaan Agung mÂeÂnyamÂpaiÂkan bukti-bukti yang mendukung tuduhan mereka, meminta kasus ini diselesaikan segera dan memÂpertimbangkan hak-hak terÂsangÂka,†ujarnya.
Kasus proyek fiktif pemulihan lingkungan ini, berawal dari perÂjanjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT ChevÂron. Salah satu poin perjanjian itu, mengatur tentang biaya peÂmuÂlihan lingkungan (cost reÂcovery) bekas lahan eskpolrasi miÂnyak Chevron dengan cara bioremediasi.
Bioremediasi adalah teknik penormalan tanah setelah terkena limbah minyak. Chevron telah menunjuk dua perusahaan untuk melakukan bioremediasi itu pada 2006 sampai 2011, yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Tapi, meÂnurut Kapuspenkum Kejagung Adi Toegarisman, bioremediasi yang seharusnya dilakukan selaÂma perjanjian berlangsung, tidak dilaksanakan dua perusahaan yang ditunjuk Chevron itu.
Padahal, kata Kapuspenkum, anggaran sebesar 23,361 juta DoÂlar Amerika Serikat telah dicairÂkan BP Migas untuk bioremediasi itu. Namun, proyek bioremediasi itu diduga fiktif, sehingga negara dirugikan sebesar 23,361 juta Dolar AS. “Akibat proyek fiktif ini, negara dirugikan Rp 200 miÂliar,†tegasnya.
Vice President Policy GovernÂment and Public Affair PT ChevÂron Pacific Indonesia Yanto SiaÂnipar mengaku tak mengerti, keÂnapa Kejagung menaksir keÂruÂgian negara dalam kasus ini seÂbeÂsar Rp 200 miliar. “Saya tidak tahu menahu angka yang dikeÂluarÂkan Kejagung. Yang pasti, kami memiliki selÂuruh data proÂyek bioremediasi, dan akan kami jelaskan selama berjalannya peÂmeÂriksaan,†katanya.
Reka Ulang
Ditahan Setelah 10 Jam Diperiksa
Enam tersangka kasus Chevron ditahan Kejaksaan Agung pada Rabu malam, 26 September lalu, setelah menjalani pemeriksaan selama 10 jam. Namun, satu terÂsangka lainnya belum ditahan.
Enam tersangka yang ditahan itu, terdiri dari empat orang PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan dua orang kelompok kerja sama operasi. Yang berasal dari Chevron, yaitu Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh dan Bachtiar AbÂdul Fatah. Dua tersangka lainnya yang ditahan adalah Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT SuÂmigita Jaya, Herlan.
Kapuspenkum Kejagung Adi Toegarisman menjelaskan, terÂsangÂka Herlan ditahan dengan SuÂrat Perintah Penahanan No Print-29/F.2/Fd.1/09/2012, BahÂtiar Abdul Fatah dengan Surat PeÂrintah Penahanan No Print-30/F.2/Fd.1/09/2012, Widodo deÂngan Surat Perintah Penahanan No Print-31/F.2/Fd.1/09/2012, Endah Rubianti dengan Surat Perintah Penahanan No Print-32/F.2/Fd.1/09/2012, Kukuh Kerta Safari dengan Surat Perintah Penahanan No Print-33/F.2/Fd.1/09/2012, Riksy Prematuri dengan Surat Perintah Penahanan No Print-34/F.2/Fd.1/09/2012.
Para tersangka itu ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jakarta SelaÂtan dan Rutan Pondok Bambu, JaÂkarta Timur. “Lima tersangka yang laki-laki, semua ditahan di Rutan SaÂlemba Cabang KeÂjaÂgung. SeÂdangÂkan yang peremÂpuan, ditahan di Rutan Pondok Bambu,†kata Adi.
Sedangkan satu tersangka lainÂnya yang berasal dari pihak ChevÂÂron, yakni Alexiat TirtaÂwiÂjaÂya belum diperiksa dan belum ditahan karena masih berada di AmÂerika Serikat, dengan dalih menjaga suaminya yang sakit di negeri Paman Sam itu.
“Nanti akan dilakukan peÂmangÂgilan ulang. Dia memang meÂngiÂrimÂkan surat tidak bisa hadir karena menjaga suaminya yang sedang sakit di Amerika,†kata Adi.
Anggota kuasa hukum para terÂsangka dari pihak Chevron, MaqÂdir Ismail menyayangkan peÂnaÂhanan tersebut. “Padahal, mereka kooperatif, sudah dicegah ke luar neÂgeri dan tidak akan menghiÂlangkan barang bukti. Jadi, penaÂhaÂnan ini tidak ada urgensinya. Karena itu, kami akan meÂngaÂjukan upaya penangguhan peÂnaÂhanan,†katanya.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, jajaÂranÂnya telah mengantongi bukti-bukti kuat mengenai tindak piÂdaÂna korupsi yang dilakukan para tersangka. “Semua unsur terÂpeÂnuhi,†ujarnya di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, seusai meÂmanÂtau para penyidik membawa enam tersangka tersebut ke rumah tahaÂnan pada Rabu malam itu.
Akan Masuk Angin Jika Prosesnya Terlalu Lama
Alex Sato Bya, Bekas Jaksa Agung Muda
Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Alex Sato Bya menyampaikan, para tersangka kasus Chevron seÂmestinya segera naik ke peÂnunÂtutan. Sebab, akan meÂnimbulkan efek negatif seperti “masuk angin†jika prosesnya terlalu lama.
“Kejaksaan kan sudah meÂmiliki bukti-bukti yang kuat, buat apa lagi berlama-lama. SeÂgera saja bawa para tersangka kasus ini naik ke penuntutan, dan buktikan di persidangan,†saran Alex.
Menurut dia, semakin lama perkara ini berkutat pada tahap penyidikan, maka akan memÂbuat penyidik kewalahan. “SeÂbab, perkara yang masuk akan kian menumpuk. Hendaknya seÂgera para tersangka kasus Chevron ini disidangkan,†ujar pria yang bekerja sebagai jaksa selama 40 tahun ini.
Alex mengingatkan, perkara dugaan bioremediasi fiktif ini sudah menjadi sorotan publik. Kasus ini pun menjadi salah satu poin penting bagi KeÂjakÂsaÂan Agung untuk menunÂjukÂkan kinerjanya kepada maÂsyaÂrakat luas.
“Kerugian negara yang diÂduga ditimbulkan dalam kasus ini pun sangat besar. Harus diÂseÂlamatkan, supaya bisa diguÂnaÂkan untuk kepentingan pubÂlik yang lebih mendasar, seperti membangun sekolah di daerah-daerah terpencil dan sebaÂgaiÂnya,†kata dia.
Dia pun menyatakan, proses pembuktian di persidangan pun harus dipantau masyarakat. Sebab, menurutnya, kasus seÂperti ini rentan dipermainkan. “Jangan sampai lengah. Saya pun berkeyakinan, masih baÂnyak kasus serupa,†ucapnya.
Sekali lagi, Alex meÂnyaÂranÂkan kejaksaan segera menyeret para tersangka ke kursi terÂdakwa di Pengadilan Tipikor. “Itu akan menjadi proses untuk kepastian hukum, dan juga meÂlihat baÂgaiÂmana keuangan neÂgaÂra disÂeÂlaÂmatÂkan,†ujarnya.
Tarik Menarik Kepentingan Sejumlah Politisi
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III NuÂdirÂman Munir menyampaikan, kaÂsus Chevron menjadi pemÂbaÂhasÂÂan serius di Komisi Hukum DPR.
Menurutnya, dalam kasus dugaan korupsi ini, ada tarik menarik kepentingan sejumlah politisi. Antara politisi yang menÂdesak segera dituntaskan dengan politisi yang mencoba menghambat proses pengusuÂtan. “Saya tetap dorong supaya diÂtuntaskan sampai ke akar-akarnya,†ujar dia.
Dia menambahkan, bukan perkara dugaan bioremediasi fikÂtif ini saja yang semestinya diÂÂusut, tapi juga kewajiban paÂjak perusahaan-perusahaan beÂsar, multinasional dan asing seÂperti PT Chevron Pacific IndoÂnesia. “Biar semua diusut. NyaÂtaÂnya, ada saja yang berÂmaÂnuÂver dan tidak setuju itu semua diusut. Ada apa ini sebeÂnarÂnya?†kata Nudirman.
Lantaran itu, Nudirman menÂdesak agar kasus ini dibongkar semuanya. “Kita berharap PanÂsus Pemberantasan Mafia Pajak juga benar-benar serius meÂnguÂsut ini,†ujar anggota DPR dari Partai Golkar ini.
Selain itu, jika penanganan perkara ini tampak kian lemah, maka Komisi Pemberantasan Korupsi mesti turun tangan. “KPK jangan terjebak menguÂsuÂt kasus-kasus yang tamÂpakÂnya cenderung politis,†ujarnya.
Nudirman mengingatkan, pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum perlu terus dilakukan, agar penaÂngaÂnan suatu kasus tidak berlarut-larut atau berputar-putar saja. Apalagi perkara korupsi yang mengandung kerugian negara miliaran rupiah. “Pengawasan atau tekanan yang kuat dari DPR dan publik, dapat memÂperÂcepat proses,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52