Yulianis menyampaikan banyak informasi atau keterangan dalam persidangan terdakwa Angelina Sondakh yang didakwa Jaksa KPK menerima suap pemulusan anggaran di Kemenpora Kemendiknas. Selain mengungkap penerimaan suap oleh Angie, dia juga mengungkap keterlibatan politisi Senayan lainnya, di antaranya Wayan Koster dan Mirwan Amir.
Menurut pakar hukum DR Ferdinand T. Andi Lolo, SH., LLM, pernyataan seorang Yulianis belum dapat menjadi dasar bagi otoritas hukum untuk melakukan penyidikan. Prinsip yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia adalah Unus Testis Nullus Testis, artinya satu saksi bukan saksi.
"Jadi apa yang dikatakan Yulianis di Pengadilan tidak serta merta dapat dikatakan sebagai suatu fakta hukum. Tapi harus ada alat bukti lain yang bersesuaian dengan keterangan yang bersangkutan dan diperoleh dengan cara yang sudah sesuai dengan prosedur hukum," terang dia kepada wartawan, Minggu (14/10).
Dikatakan pengajar yang konsern di Departemen Kriminologi Universitas Indonesia itu, ada dua penafsiran para ahli hukum terkait keterangan seorang saksi. Pendapat pertama menganggap tiap keterangan saksi mempunyai nilai masing-masing sebagai alat bukti. Jadi, jika ada tiga keterangan saksi maka terdapat tiga alat bukti. Sedangkat pendapat lainnya menganggap keterangan saksi sebagai satu alat bukti walaupun yang memberi keterangan lebih dari satu saksi.
Masalah dengan pendapat pertama adalah jika hanya ada saksi-saksi lalu kemudian para saksi itu mengadakan mufakat jahat (berkonspirasi) untuk memberatkan seorang tersangka atau terdakwa, kata Ferdinand, maka tersangka atau terdakwa tersebut tidak akan mendapat keadilan karena secara matematika yuridis persyaratan minimum dua saksi sudah terpenuhi. Adapun pendapat kedua lebih obyektif karena memperkecil kemungkinan adanya konspirasi oleh para saksi.
"Karena Yulianis sudah mendalilkan, maka ia harus membuktikan. Jika tidak maka pernyataannya di dalam persidangan menjadi keterangan palsu dan ada sanksi pidana bagi pemberi keterangan palsu. Pihak yang merasa dirugikan dapat melaporkan Yulianis, jika pernyataannya kemudian ternyata tidak benar, sebagai pencemaran nama baik," katanya.
Hal senada disampaikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Jakarta, Chaerul Huda. Menurutnya, keterangan saksi baru bisa dijadikan sebagai alat bukti apabila memenuhi dua unsur. Yakni adanya kesaksian saksi lain dan barang bukti.
Saksi Yulianis menurut dia, tidak bisa sepenuhnya dianggap sebagai saksi kunci. Pasalnya, kriteria saksi kunci adalah orang yang melihat, mendengar dan mengalami sebuah peristiwa pidana. Dia bilang, status saksi Yulianis ini pun sewaktu-waktu bisa berubah. Apalagi, apabila dalam validasinya, KPK tak menemukan keterkaitan para politisi yang seperti yang disebutkannya, saksi bisa dijadikan tersangka.
"Dia memberikan kesaksian bohong dan mencemarkan nama baik orang lain," tegasnya. [dem]