Agar tercipta pemerintahan yang kuat dan responsif, maka dibutuhkan koalisi permanen. Hal ini juga diperlukan untuk menghindari partai politik yang hipokrit atau koalisi politik yang dihasilkan oleh pragmatisme kekuasaan.
Demikian disampaikan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Jafar dalam rilis yang diterima wartawan, Jakarta, Kamis (11/10).
"Koalisi permanen juga dibutuhkan untuk mempermudah membangun komitmen parpol-parpol yang tergabung dalam koalisi. Ini harus dilakukan untuk menyukseskan program dan kebijakan pemerintah," sambungnya.
Koalisi harus dibangun atas dasar kepentingan dan kehendak bersama, bukan sekadar code of conduct. Jadi, koalisi harus diikat dalam sebuah regulasi.
"Pelembagaan koalisi untuk menghindari ketidakjelasan sikap politik, antara oposisi dan koalisi," tambah Marwan.
Dijelaskannya, perlu dibangun koalisi terbatas agar pemerintahan berjalan efektif dan tidak sering tersandera oleh parpol-parpol anggota koalisi yang tidak berkomitmen.
"Koalisi sebagai wujud relasi dan kerja sama partai-partai politik dalam menjalankan pemerintahan tidak saja di kekuasaan eksekutif, tetapi juga di legislatif. Pelembagaan praktik demokrasi ini perlu diatur dan dilembagakan dalam sebuah mekanisme yang baku," ujarnya.
Ia menegaskan, adanya pelembagaan koalisi membuat kebijakan Presiden menjadi lebih predictable dan sederhana dibandingkan dengan hanya mengandalkan dukungan secara ad hoc dari kebijakan yang satu ke kebijakan lainnya.
"Penguatan koalisi melalui pelembagaan koalisi yang diatur dalam UU justru akan memperkuat sistem presidensial yang berlaku di negeri ini, karena proses pencalonan presiden di tengah situasi multipartai dengan perolehan suara yang tidak mutlak, diperlukan koalisi partai-partai pendukung," paparnya.
Marwan menjelaskan, amanah konstitusi (UUD 1945) istilah koalisi sendiri secara hakikat termaktub dalam Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 pada amandemen keempat: "Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum".
[arp]