Berita

ilustrasi/ist

MK: Segera Tindak Lembaga Penyiaran Swasta yang Melakukan Monopoli

KAMIS, 04 OKTOBER 2012 | 11:59 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menjalankan secara konsisten amanah UU 32/2002 tentang Penyiaran, dengan menertibkan praktik-praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang dilakukan oleh perseorangan atau satu badan hukum.

MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta, yang telah melakukan praktik monopoli dan pemindahantanganan frekuensi. Praktik-praktik seperti ini, menurut MK, bukan masalah konstitusi, melainkan karena gagalnya pemerintah menjalankan UU Penyiaran.

Hal itu disampaikan majelis hakim MK dalam sidang pembacaan keputusan gugatan uji materi  dua  pasal UU 32/2002 yakni Pasal 18 Ayat 1 dan Pasal 34 Ayat  4 yang diajukan oleh Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran  (KIDP) di gedung MK, Jakarta, Rabu (3/10). Sidang yang dipimpin Ketua MK, Mahfud MD, lengkap dengan delapan hakim anggota dihadiri pemohon, pemerintah, DPR, dan pihak terkait.


Dalam amar putusannya, MK menilai amanat pembatasan kepemilikan dan larangan pemindahtangan frekuensi yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 dan Pasal 34 Ayat 4, yang implementasinya diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) 50/2005 telah sesuai dengan UUD 1945.

"Jika terjadi penyimpangan dalam tataran praktik, maka itu bukan masalah konstitusional,  melainkan norma hukumnya dilanggar. Karena itu, pemerintah harus menegakkan UU Penyiaran dan aturan pelaksanaannya secara konsisten. Pemerintah juga harus menelusuri kepemilikan saham yang melanggar UU dan aturan pelakasanaanya," demikian putusan MK.

MK menilai, kedua pasal itu tidak bersifat multitafsir sebagaimana dalil yang  menjadi dasar gugatan pihak pemohon KIDP. Karena itu, MK menolak seluruh  dalil multitafsir yang diajukan KIDP,  karena kedua pasal tersebut sudah jelas dan tidak perlu ditafsir lagi.

Dalam uraian putusannya, MK menegaskan meski dalil gugatan KIDP ditolak, namun praktik pemusatan dan penguasaan frekwensi pada satu orang atau satu badan hukum serta pemindahtanganan frekwensi jelas melanggar amanat 2 pasal UU Penyiaran yang digugat KIDP.

Dengan demikian, dalil multitafsir atas kedua pasal itu tidak dapat membenarkan praktik monopoli dan pemindatangan spektrum frekuensi.

Sementara itu, dua  hakim MK yakni Achmad Sodiki dan Harjono memilih berbeda pendapat dengan 7 hakim MK lainnya. Mereka berpendapat seharusnya gugatan KIDP dikabulkan, guna memberikan kepastian bila praktik monopoli dan pemindahan frekuensi yang dilakukan lembaga penyiaran swasta melanggar konstitusi.

Hakim Harjono menilai, jika pemerintah selaku pelaksana UU tidak dapat mengatur kepemilikan dan membiarkan pemindahtangan frekwensi berarti mereka melawan perintah UU Penyiaran.

Dengan putusan MK tersebut berarti sejumlah praktik  monopoli dan pemindahtangan frekuensi  pada satu badan usaha, seperti kasus akusisi terakhir yang dilakukan PT. EMTK atas Indosiar jelas melanggar hukum. Demikian pun Transcorp yang memiliki Transtv dan Trans7, Vivanews yang memiliki ANTV dan TVONE, serta MNC group yang memiliki RCTI, MNCtv dan Globaltv. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya