Berita

James Gunaryo

X-Files

James Gunaryo Diomelin Hakim Pengadilan Tipikor

Ngaku Lupa Nomor Telepon Selulernya
SELASA, 02 OKTOBER 2012 | 08:45 WIB

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menangani kasus suap pajak PT Bhakti Investama, lagi-lagi dibuat kesal. Kali ini, hakim kesal kepada James Gunaryo yang didakwa sebagai perantara suap kepada petugas Ditjen Pajak Tommy Hindratno.

Hakim kesal bukan hanya ka­rena James menyangkal pem­bi­ca­raannya dengan saksi Ko­mi­saris Independen PT Bhakti In­ves­tama Antonius Tobeng dan pi­hak lain yang disadap tim KPK. Kekesalan hakim muncul lan­taran James mengaku tidak ingat nomor telepon selulernya yang disadap itu.

Lantas, hakim Alexander Mar­wata dan hakim Anwar tam­pak berang. Keduanya heran, sebab Ja­mes mengaku tidak ingat no­mor telepon selulernya sendiri. Apalagi, dalam berkas acara pe­meriksaan (BAP), James mem­be­nar­kan, nomor ponsel 08788211­xxx itu miliknya.

Pertanyaan hakim mengenai nomor telepon seluler dalam si­dang kemarin itu, bermula dari per­nyataan James pada sidang pe­kan lalu, bahwa suara dalam re­kaman tersebut, bukanlah sua­ranya. Akibatnya, hakim Anwar mencecar terdakwa. Anwar ber­tanya, kalau itu bukan suara ter­dakwa, kenapa suara hasil sa­dapan diperoleh dari nomor pon­sel James.

“Apa benar nomor 08788­211­xxx ini nomor HP saudara,” tanya Anwar. James menjawab, “Saya lupa.” Mendapat jawaban yang ti­dak memuaskan, Anwar menegur ter­dakwa. “Jangan main-main, ini ja­waban saudara di BAP,” omel­nya. Anwar pun meminta James jujur dalam memberikan kete­rangan.

Dalam sidang pekan lalu, saksi Antonius Tonbeng juga me­nyang­kal terlibat skenario pem­berian suap Rp 280 juta kepada pe­gawai pajak Tommy Hin­dratno. Dia membantah hasil pe­nyadapan teleponnya.

Untuk mendapatkan kebenaran materil, majelis hakim meminta jaksa penuntut umum (JPU) KPK me­maparkan bukti-bukti reka­m­an. Maka, hasil sadapan pe­nyidik KPK diputar dalam sidang ke­marin. Sehingga, terdengarlah per­cakapan via telepon, yang me­nurut JPU, antara terdakwa de­ngan sejumlah orang.  

Sedikitnya, terdapat dua po­tong­an rekaman yang diputar JPU. Potongan rekaman pertama, diy­akini JPU berisi suara James dan Antonius. Dalam rekaman itu, James bertanya mengenai bia­ya operasional untuk melo­los­kan pengembalian pajak lebih ba­yar PT Bhakti. Pada percakapan itu, Antonius mengiyakan apa yang dikemukakan James.

Percakapan melalui telepon yang disadap pada 5 Juni 2012 itu, memberi petunjuk tentang usaha James menagih kompen­sasi atas pencairan pajak lebih bayar PT Bhakti kepada Anto­nius. Dalam rekaman tersebut, orang yang diyakini JPU adalah Antonius itu mengatakan, “Saya usahakan hari ini cash.” Ucapan itu menanggapi perkataan James, “Dia­mbil cek aja juga tidak apa-apa.”

Akan tetapi, James membantah isi percakapan tersebut. Dia pun mengaku tidak mengenal suara orang yang diidentifikasi sebagai lawan bicaranya. “Saya tidak kenal,” katanya.

Tak puas atas jawaban terdak­wa, jaksa memutar penggalan re­kaman lain. Kali ini, isi per­ca­kapan antara James dengan Maya, Saf Acounting PT Bhakti. Substansi rekaman ini tentang upa­ya james mengetahui, sejauhmana Antonius mengu­pa­yakan pencairan succes fee untuk Tommy Hindratno Cs.

Dalam rekaman, beberapa kali lawan bicara James memanggil dengan sebutan Jim, Jimmy dan Gun. Tapi lagi-lagi, James me­ngaku tidak kenal suara per­em­puan yang berbicara dengannya. “Saya tidak kenal.”

Pernyataan James tidak mengenal lawan bicaranya, mem­buat hakim merasa janggal. Soalnya, keterangan tersebut sangat berbeda dengan apa yang dipaparkan James dalam BAP.

Hakim Alexander menegaskan, keterangan terdakwa yang berbeda dengan pengakuannya di dalam BAP menjadi pertim­bangan hakim. Menurutnya, ke­terangan tersebut akan di­klarifikasi dengan saksi-saksi lain. “Ketidakjujuran terdakwa akan jadi pertimbangan untuk memperberat putusan,” an­cam­nya.

REKA ULANG

Dari Penyadapan Hingga CCTV

Dalam sidang pekan lalu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK me­mutar potongan cuplikan rekam­an CCTV dan penyadapan tele­pon.

Rekaman CCTV itu diperoleh dari Bank BCA cabang Wahid Hasyim, Jakarta. Dalam tayangan yang kurang jernih itu, tampak saksi Aep Sulaiman, staf finance PT Bhakti Investama mencairkan cek Rp 340 juta tanggal 5 Juni 2012,  sekitar pukul 14.00 WIB. Setelah cek cair, Aep mema­suk­kan uang ke amplop coklat. Am­plop itu lalu dimasukkan ke tas hitam. Setelah beres, Aep ber­ge­gas meninggalkan kasir bank.

Cuplikan gambar itu ditun­juk­kan JPU untuk mencocokkan tas yang dipakai Aep, dengan tas yang diserahkan terdakwa pe­ran­tara suap James Gunaryo kepada petugas Ditjen Pajak Tommy Hindratno. “Tidak ada yang meng­gunakan tas itu selain saya,” kata Aep di hadapan majelis ha­kim Pengadilan Tipikor Jakarta.  

Dalam gambar, Aep terlihat mem­bawa uang dengan sebuah tas karton (paper bag) bertuliskan ‘Lennor’ berwarna hitam. Tas ini, menurut JPU, sama seperti tas saat James ditangkap KPK. Na­mun, Aep menampik tas miliknya dipa­kai untuk menyerahkan uang suap. “Ini saya bawa tasnya,” kata­nya.

Lebih jauh, Aep mengatakan, pencairan cek diketahui direksi PT Bhakti Investama. “Sudah ditan­datangani Direktur Keuang­an Wandhy Wira Riyadi dan Di­rektur Dharma Putra Wati.”

Namun Aep mengatakan, sepe­ngetahuannya, pencairan cek untuk pembayaran uang muka biaya publik ekspos. Bukan untuk kepentingan memberi succes fee atau suap. Tapi, dia mengaku, aca­ra publik ekspos itu batal dilak­sanakan.

JPU juga memutar rekaman percakapan terdakwa James de­ngan sejumlah orang, seperti sak­si Antonius Tonbeng, Kom­isaris In­dependen PT Bhakti In­ves­tama. Menurut jaksa, kesimpulan tersebut diambil setelah meminta keterangan dua saksi ahli.

Pemutaran rekaman suara itu untuk mematahkan argumen An­ton yang bersikukuh, tak menge­nal James dan tak pernah berko­mu­nikasi dengan terdakwa peran­tara suap dari PT Bhakti ke pe­tu­gas Ditjen Pajak Tommy Hin­drat­no itu. “Itu bukan suara saya,” sanggah Antonius.

Dalam rekaman itu, menurut JPU, Antonius aktif menyiapkan succes fee untuk Tommy melalui Ja­mes. Apalagi, yakin jaksa, suara dalam rekaman itu menye­but satu sama lain dengan pang­gilan James dan Pak Anton.

Salah satu penggalan rekaman mengisahkan bagaimana dialog orang yang diyakini JPU sebagai James dengan Antonius. Dialog itu menyoal upaya James men­da­patkan komisi 10 persen dari perannya sebagai perantara suap. “Itu kan 10 persen, Saya ngo­mong ke sono Rp 330, yang 10 juta kita bagi dua aja, mau nggak pak?” ucap suara orang yang di­yakini JPU sebagai James.

Menanggapi itu, orang yang diyakini JPU sebagai Antonius menyatakan, “Kebanyakan itu, saya sih nggak usah.” “Nggak apa-apa, Bapak kan juga perlu,” kata James. “Harusnya lo ngam­bil lebih gedean,” timpal Antonius.

Mendengar sanggahan dari Antonius, hakim bereaksi keras. “Kita nggak mau dipermainkan,” tegas hakim Alexander Marwata. Ha­kim Anwar pun ikut mem­be­ron­dong Anton dengan per­nya­taan keras. “Saksi sudah disum­pah. Selain bertanggung jawab kepada Tuhan, ada juga sanksi hukum lainnya.”

Dalam sidang pekan lalu, jaksa juga menghadirkan saksi Accoun­­ting Manajer PT Bhakti yang ber­nama Mayasari Dewi. Seperti An­tonius, Mayasari membantah re­kaman percakapannya dengan Ja­mes yang diputar JPU KPK.

Piranti Digital Untuk Pembuktian

Alfons Leomau, Purnawirawan Polri

Purnawirawan Polri Al­fons Leomau menilai, terdakwa seringkali membuat alibi untuk meloloskan diri dari jerat hu­kum. Jadi, jaksa maupun hakim idealnya mampu meminimalisir kemungkinan itu lewat berbagai metode.

“Hal yang paling penting, ba­gaimana majelis hakim mem­buktikan keterangan terdakwa dalam rekaman sadapan itu, be­nar atau tidak,” katanya, ke­marin.

Untuk menguji hasil sadapan serta siapa pemilik suara, Al­fons menyarankan, jaksa pe­nun­tut umum dan majelis ha­kim menggunakan piranti tek­nologi digital yang mampu mengidentifikasi suara.

Indikator digital yang  meng­gu­nakan berbagai karakteristik be­rupa garis-garis dan grafik, akan menunjukan akurasi suara yang dideteksi. “Nanti akan ter­lihat, apakah keterangan ter­dak­wa benar atau tidak. Pada sis­tem tersebut, ukurannya meng­gunakan indikator digital,” katanya.

Dengan kata lain, lanjut Al­fons, siapa pemilik suara yang disadap atau terekam dalam me­dia penyimpanan akan di­ketahui. Piranti teknologi ter­se­but, juga dapat dimanfaatkan untuk mengukur kebenaran keterangan seseorang.

Alat tersebut, katanya, juga bisa dipakai untuk mem­buk­ti­kan apakah hasil sadapan ter­se­but asli atau tidak. “Penggunaan tek­nologi itu sangat ber­man­faat. Selain bagi penegak hu­kum, juga buat para pihak yang berperkara,” tuturnya.

Alfons menyarankan peng­gunaan piranti digital itu dalam persidangan lantaran terdakwa dan sejumlah saksi membantah hasil penyadapan tim KPK. Bah­kan, kemarin, terdakwa pe­rantara suap James Gunaryo membantah rekaman itu, meski dalam BAP mengakui nomor telepon seluler yang disadap tersebut adalah miliknya.

Bantahan senada disam­pai­kan saksi yang merupakan Ko­misaris Independen PT Bhakti Investama, Antonius Z Tonbeng dan saksi Accounting Manajer PT Bhakti yang bernama Ma­yasari Dewi di hadapan majelis ha­kim Pengadilan Tipikor Ja­karta.

Perkara Suap Ada Perancangnya

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Sya­rifuddin Suding meng­ingat­kan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta cermat me­ng­gali fakta perkara suap pe­nanganan pajak PT Bhakti Investama.

Beragam alibi yang muncul dalam sidang kasus suap kepada pegawai Ditjen Pajak Tommy Hindrato, lanjut dia, hendaknya tidak membuat kabur substansi perkara. “Tindak semua pihak yang memberikan suap serta se­mua pihak yang menerima suap,” ujarnya.

Dia menggarisbawahi, di balik kasus suap ada aktor in­telektual sebagai perancangnya. Maka, selain ada dua pihak yang terlibat langsung, patut diduga ada pihak ketiga yang terlibat penyusunan skenario suap tersebut. Hendaknya, hal ini pun ditindaklanjuti secara men­dalam. “Semua yang didu­ga terkait masalah ini harus diproses. Tidak boleh ada yang luput,” tandasnya.

Sedangkan berbagai alibi ter­dakwa dan saksi-saksi, me­nu­rut Syarifuddin, hal-hal se­ma­cam itu seringkali terjadi dalam persidangan. “Pengalaman ha­kim tipikor menghadapi per­soalan seperti itu, tentu sudah ba­nyak. Karena itu, saya per­caya hakim kasus ini akan mem­­pertimbangkan semua fak­ta yang ada secara profesional.”

Jadi, lanjut Syarifuddin, pihak-pihak yang selama ini me­rasa tidak terlibat kasus ter­sebut, hendaknya tidak perlu risau. Apalagi galau dalam me­nyikapi perkembangan per­sidang­an kasus tersebut. Se­baliknya, justru mereka diha­rapkan mau berperan aktif menyampaikan fakta dan bukti kepada penegak hukum.

“Teknisnya banyak yang bisa dilakukan. Salah satunya mem­berikan keterangan yang benar dan jujur dalam sidang. Itu su­dah menjadi poin yang bagus,” ucap anggota DPR dari Partai Hanura ini. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya