Berita

Siti Hartati Murdaya

X-Files

Masa Penahanan Hartati Tetap Diperpanjang KPK

Perkara Suap Terhadap Bupati Buol
SABTU, 29 SEPTEMBER 2012 | 08:36 WIB

KPK menerbitkan berita acara penolakan terhadap permintaan Siti Hartati Murdaya agar masa penahanannya tidak diperpanjang. Penerbitan surat itu untuk melegalkan perpanjangan masa penahanan Hartati selama 20 hari ke depan.

Menurut Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Jo­han Budi Sapto Prabowo, per­pan­jangan masa penahanan Har­tati itu untuk mendalami kasus suap Bupati Buol Amran Ba­ta­lipu. Soalnya, masih banyak ke­te­rangan pihak lain yang perlu dijawab Hartati Murdaya.

“Perpanjangan masa pe­na­ha­nan itu atas permintaan penyidik. Penyidik memerlukan waktu tam­bahan untuk menggali data guna menyusun berkas perkara kasus ini,” katanya, kemarin.

Johan menambahkan, berita aca­ra perpanjangan masa pena­ha­nan diperlukan untuk melegalkan langkah penyidik KPK. Dengan kata lain, penolakan tersangka me­nandatangani surat masa per­pan­jangan penahanan, tidak mem­pe­ngaruhi penyidikan. “Se­suai be­rita acara, tersangka tetap ditahan se­lama 20 hari ke depan,” ucapnya.

Patra M Zein, kuasa hukum Hartati bersikukuh, perpanjangan masa penahanan kliennya tidak berdasar. Soalnya, menurut Patra, kliennya kooperatif menjalani pro­ses hukum. “Ada tiga dasar lagi untuk tidak memperpanjang pe­nahanan itu,” katanya.

Tiga alasan itu, sebutnya, me­rujuk pada sidang terdakwa Yani Anshori, General Manajer PT Hardaya Inti Plantations (HIP) di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis lalu (27/9). Pertama, da­lam sidang tersebut, Direktur PT HIP Totok Lestiyo menyebutkan bah­wa Hartati tak pernah meme­rintahkan pengeluaran cek Rp 3 mi­liar untuk Amran Batalipu. “Ja­ngankan memerintahkan atau menyuruh, mengetahui pe­nye­ra­han cek pun tidak,” belanya.

Kedua, menurut Patra, pihak yang memberikan, menyuruh dan menginstruksikan penyerahan cek kepada Amran adalah Totok Les­tiyo. Bukan Hartati. “Selaku Direktur PT Hardaya, Totok me­ngelabui Hartati,” dalihnya.

Tindakan Totok membohongi Ha­rtati, lanjut Patra, ter­iden­ti­fi­kasi lewat upaya memecah uang suap Rp 3 miliar. “Pak Totok dan Pak Arim mengelabui dengan cara memecah cek Rp 250 juta se­banyak 12 lembar. Supaya Ibu Har­tati tidak tahu,” tandasnya.

Tapi, menurut Johan Budi, per­panjangan masa penahanan ter­sangka tidak bisa ditawar-tawar. Penyidik memerlukan keterangan tambahan untuk melengkapi ber­kas perkara. “Itu wewenang pe­nyi­dik, mereka masih me­mer­lukan keterangan tambahan, se­hingga perlu perpanjangan masa penahanan tersangka,” tegasnya.

Johan menegaskan, penetapan sta­tus tersangka dan perpan­ja­ngan masa penahanan Hartati, ti­d­ak dilakukan atas pertimbangan atau intervensi pihak tertentu. “Se­mata-mata karena memenuhi unsur pidana.

Sangkaan bahwa Hartati ter­libat kasus ini, antara lain tampak dalam surat dakwaan Jaksa Pe­nuntut Umum (JPU) KPK te­r­ha­dap Direktur Operasional PT Har­daya Inti Plantation (HIP), Gondo Sudjono Notohadi Susilo. Dalam dakwaan itu digambarkan pertemuan Hartati dan sejumlah anak buahnya, dengan Amran di Kemayoran, Jakarta. Isi perte­mu­an itu antara lain menyepakati pem­berian Rp 3 miliar untuk Amran.

Tapi, bela Patra, Hartati meng­hadiri pertemuan itu karena ada paksaan dari Totok. Dia menepis sa­ngkaan bahwa pertemuan itu di­rancang untuk memuluskan suap kepada Amran. Menu­rut­nya, isi pertemuan itu hanya ter­kait perkenalan Hartati dengan Bu­pati Buol. Tidak membahas ma­salah suap. “Ibu Hartati sama se­kali tak pernah memberi per­se­tujuan untuk memberi uang ke­pa­da Amran,” tandasnya.

Seusai peme­rik­saan di Gedung KPK, Hartati me­minta agar per­karanya segera di­sidangkan. De­ngan begitu, per­soa­lan yang mem­belitnya bisa se­­­gera memiliki kepastian hu­kum.

“Saya hanya ingin yang be­nar dikatakan benar, yang salah dikatakan salah. Kalau terbalik-balik seperti ini, korbannya ka­si­han,” katanya.

REKA ULANG

Pertemuan Dengan Amran Di Kemayoran

Sangkaan bahwa pengusaha Siti Hartati Murdaya terlibat ka­sus suap Bupati Buol Amran Ba­ta­lipu, antara lain tampak dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap Di­rektur Operasional PT Hardaya Inti Plantation (HIP), Gondo Sudjono Notohadi Susilo.  

Dalam dakwaan itu disebutkan, pada 1998, PT HIP memperoleh HGU seluas 22.780,866 hektar. Tapi, PT HIP kembali me­nga­ju­kan permohonan HGU seluas 33.083,30 hektar. Permohonan ini belum disetujui karena ada ke­te­ntuan pembatasan lahan per­ke­bunan sawit seluas 20 ribu hektar.

Karena terbentur ketentuan itu, Gondo mengajukan permohonan izin lokasi atas nama PT Sebuku Inti Plantations seluas 4.500 hek­tar. Lahan tersebut telah ditanami kelapa sawit. Lahan itu juga me­rupakan bagian dari lahan seluas 33.083,30 hektar.

Atas rencana itu, pada 15 April 2012, Gondo mengikuti perte­mu­an di Gedung Pusat Niaga Ke­ma­yoran, Jakarta. Pertemuan diikuti Amran Batalipu, Hartati Mu­r­da­ya, Totok Lestiyo dan Arim. Da­lam pertemuan itu, berdasarkan dakwaan ini, Hartati meminta ban­tuan Amran agar menerbitkan surat izin lokasi dan mengurusi surat hak guna usaha atas lahan seluas 4.500 hektar yang dikelola PT HIP.

Hartati juga meminta Bupati membantu membuatkan surat pada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Surat itu terkait pengurusan HGU atas sisa lahan yang berada dalam izin lokasi se­luas 75.090 hektar untuk PT HIP. Tujuannya, kata jaksa, agar BPN tak menerbitkan HGU untuk PT Sonokeling Buana, karena izin lokasi PT Sonokeling berada di dalam izin lokasi PT HIP.

Untuk keperluan itu, pihak PT HIP berjanji membantu Amran de­ngan meminta bantuan Saiful Mu­jani, reseach and consulting un­tuk melakukan survei pen­ca­lo­nan kembali Amran sebagai Bu­pati Buol.

Amran pun me­nang­gapi akan membantu Hartati. Lalu pada pertemuan 11 Juni 2012 di tempat yang sama, dis­e­pa­kati, Hartati akan memberikan dana Rp 3 miliar kepada Amran.

Pada malam harinya, perte­muan berlanjut di Hotel Grand Hyatt Jakarta. Pertemuan dila­ku­kan Hartati, Amran Batalipu, To­tok Lestiyo dan Arim. Pada per­temuan tersebut, Hartati m­e­mastikan, uang Rp 1 miliar akan diberikan melalu Arim. Sisanya, Rp 2 miliar akan disampaikan me­lalui Gondo.

Lalu pada 12 Juni, pukul 16.30 WIB, Gondo dan Arim menemui Amran di showroom Metro Tiga Berlian, Jalan Yos Sudarso, Ja­kar­ta. Ketika itu, Amran kembali me­nyatakan, akan membantu setelah menerima uang yang dijanjikan.

Selanjutnya, untuk melengkapi janji memberi uang Rp 3 miliar, Gondo ditemani Arim, pada 20 Juni 2012 mendapat perintah me­ngantar uang Rp 2 miliar kepada Amran. Uang Rp 2 miliar tersebut di­pecah jadi tujuh bagian. Rin­cian­nya, Rp 500 juta ditransfer atas nama Gondo via Bank Man­diri, Rp 500 juta lainnya di­trans­fer atas nama manajer keuangan PT HIP Dede Kurniawan via Bank Mandiri.

Sisanya, masing-masing Rp 250 juta ditranfer atas nama Seri Shi­riton via Bank BNI, Rp 250 juta berikutnya dikirim oleh Ben­­hard Rudolf Galenta via Bank BNI. Selanjutnya, uang sisa Rp 500 juta, dibawa tunai oleh Gondo se­­ba­nyak Rp 250 juta dan Rp 250 juta lainnya di­bawa Dede Kur­niawan.

Kasus Tetap Jalan Meski Tersangka Menolak Ditahan

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Sekjen Perhimpunan Ma­gis­ter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menilai, pe­no­la­kan tersangka menan­da­ta­ngani surat perpanjangan masa penahanan, sah secara hukum. Namun, proses pengusutan per­kara ini tetap harus berjalan.

“Tersangka punya hak untuk menolak perpanjangan masa penahanan. Tapi, pertimbangan penolakan itu harus kuat. Tidak boleh hanya dilakukan ber­da­sar­kan asumsi semata. Apalagi, kasus ini mendapatkan sorotan publik yang begitu besar,” ka­ta­nya, kemarin.

Kendati begitu, apapun ala­san­nya, penolakan masa pe­r­pan­­jangan penahanan itu me­n­jadi masukan bagi KPK untuk lebih profesional menangani per­kara ini. Jika tetap menolak memberikan penangguhan pe­na­hanan, maka KPK harus ce­pat menyelesaikan berkas per­kara. “Idealnya, pengusutan per­­kara tidak berlarut-larut. Su­­paya jelas, mempunyai ke­pas­tian hu­kum yang mutlak,” tandasnya.

Kendati begitu, Iwan menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai alasan yang kuat untuk menahan atau mem­per­panjang masa penahanan se­se­orang. Perpanjangan masa pe­nahanan itu, katanya, dilandasi fakta-fakta kuat. Bukan di­lak­sanakan secara serampangan.

Lantaran itu, dia meminta se­mua pihak merespon masa­lah perpanjangan  penahanan Har­tati secara positif. “Saya per­­ca­ya, masih ada bukti-bukti lain yang digali penyidik KPK,” katanya.

Menurut bekas Direktur Ya­yasan Lembaga Bantuan Hu­kum Indonesia (YLBHI) As­fi­nawati, perkara suap ke­pada Bu­pati Buol adalah tindak pi­dana yang tidak rumit. Arti­nya, pengusutan kasus ini tidak perlu waktu panjang serta me­nguras energi yang besar.

“Kasus ini berangkat dari ter­tangkap tangannya pihak pe­nerima suap dan perantara suap,” katanya.

Peristiwa tangkap tangan ini­lah yang menurut dia, memu­dahkan penyidik membongkar mata rantai kasus penyuapan tersebut.

KPK Memiliki Kewenangan Paksa

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sindari mengakui, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki kewenangan paksa untuk memperpanjang masa penahanan tersangka.

Menurutnya, upaya KPK mem­perpanjang masa pena­ha­nan tersangka didasarkan pada pertimbangan hukum yang mak­simal. “Itu adalah kom­pe­tensi mereka. Kewenangan mereka,” katanya.

Jika tersangka menolak me­nan­datangani surat per­pan­ja­ngan masa penahanan, lanjut Eva, hal itu tidak masalah bagi KPK. Soal­nya, KPK mempu­nyai ke­wen­angan paksa. “KPK me­mi­liki ke­wenangan me­mak­sa ter­sang­ka untuk menjalani pe­na­ha­nan dan sebagainya,” ingat dia.

Akan tetapi, Eva menilai, se­lama ini KPK terkesan hanya m­engambil tindakan maksimal. Lantaran itu, dia mem­pe­r­ta­nya­kan, mengapa KPK tidak mau memberikan ruang lingkup yang cukup untuk tersangka mem­bela diri. “Tersangka belum tentu ber­salah. Tidak salah bila me­re­ka diberi ruang untuk mem­bela diri,” ucapnya.

Anggota DPR dari Fraksi PDIP ini menambahkan, proses hukum di KPK hendaknya juga menimbang aspek-aspek kema­nusiaan. “Tidak saklek hanya me­ngedepankan pertimbangan hukum maksimal,” ujarnya.

Dia pun melihat beberapa ce­lah atau kelemahan KPK dalam menangani kasus korupsi. Ke­lemahan-kelemahan tersebut, kata Eva, hendaknya diatasi. “Di­perbaiki agar tidak ter­ulang,” ucapnya.

Sementara itu, anggota Ko­misi III DPR Taslim Chaniago mengingatkan, persidangan ka­sus suap Bupati Buol mesti di­tangani secara teliti. Rangkaian fakta yang terungkap di per­si­dangan, hendaknya ditelusuri se­cara intensif. Sebab dari situ, rangkaian peristiwa maupun keterkaitan para pihak bisa ter­lihat secara utuh. “Persidangan kasus ini harus benar-benar di­cermati,” katanya.

Dia menduga, suap terhadap Bupati Buol ini dirancang dan dilaksanakan beberapa orang. Jadi, rangkaian peran terdakwa satu dengan terdakwa lain mau­pun dengan tersangka lain akan terlihat. “Ini saling meng­kait satu dengan lainnya,” tutur dia.

Karena itu, Taslim meng­ha­rap­kan, hakim dan jaksa jeli melihat perkembangan atau hasil persidangan. Kejelian ini diperlukan agar apa-apa yang masih tersembunyi dalam kasus ini dapat terbongkar. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya