Berita

Ditjen Pajak

X-Files

Bekas Sesditjen Pajak Belum Ditahan Kejagung

Dua Terdakwa Kasus Sisinfo Pajak Sudah Dipenjara
MINGGU, 23 SEPTEMBER 2012 | 09:52 WIB

Perkara korupsi pengadaan Sistem Informasi (Sisinfo) Ditjen Pajak yang ditangani Kejaksaan Agung belum tuntas.

Meski telah berstatus tersangka, bekas Sekretaris Direktorat Jen­deral Pajak Kementerian Ke­uangan Ahmad Sjarifudin Alsjah belum ditahan Kejaksaan Agung. Pa­dahal, dua terdakwa kasus ini te­lah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.  

Terdakwa Bahar selaku Ketua Pa­nitia Lelang Pengadaan Sisinfo Ditjen Pajak dijatuhi hukuman tiga ta­hun penjara. Sedangkan ter­dak­wa Pulung Sukarno selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Mengenai belum ditahannya ter­sangka Ahmad Sjarifudin Alsjah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman beralasan, pert­im­ba­ngan menahan atau tidak me­na­han adalah kompetensi penyi­dik. “Penyidik mempunyai hak un­tuk menentukan hal itu,” katanya.

Yang jelas, sambung Adi, pe­nyidik sudah berkoordinasi de­ngan intelijen kejaksaan. Hal itu dilakukan untuk mengawasi atau memantau pergerakan tersangka. Kejaksaan Agung, katanya, juga su­dah bekerjasama dengan Di­rek­torat Jenderal Imigrasi Ke­men­­terian Hukum dan HAM. Ben­­tuk kerjasama itu ditin­dak­lanjuti dengan permintaan dan penerbitan cegah ke luar negeri terhadap tersangka. “Intinya, kami berupaya maksimal dalam mengusut kasus ini,” ujar dia.

Terlebih, kata Adi, terdakwa kasus ini sudah ada yang divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. “Jadi, tidak ada alasan untuk menggantung penanganan kasus ini,” ucapnya.

Adi menyatakan, kejaksaan sedang berupaya agar penanga­nan empat tersangka lain juga bisa tuntas di pengadilan. Empat ter­sangka itu yakni bekas Di­rektur Informasi Perpajakan Riza Noor Karim, Direktur PT Berca Hardaya Perkasa Liem Wendra Ha­lingkar dan Michael Surya Guna­wan, serta bekas Sekretaris Ditjen Pajak Ahmad Sjarifudin Alsjah.

Namun, lanjutnya, berkas per­kara Liem Wendra sudah di­lim­pahkan ke pengadilan. “Sudah masuk persidangan,” ucapnya.   Jadi, Kejagung masih mem­pro­ses ber­kas perkara tiga tersangka ka­sus Sisinfo Ditjen Pajak. Me­nurut Adi, pemberkasan tiga ter­sangka itu sudah masuk tahap final.

Untuk melengkapi berkas per­ka­ra, menurut Adi, penyidik me­me­riksa tersangka Sjarifudin pada Selasa lalu, (18/9). Peme­rik­saan di­laksanakan untuk me­leng­kapi ber­kas perkara serta meng­kon­fron­­tir keterangan Sja­rifudin dengan ter­sangka lain. “Saya ha­rap per­ka­ra ini bisa ce­pat selesai,” ujarnya.

Pada Jumat lalu (21/9), ter­dak­wa Bahar dan terdakwa Pulung Sukarno divonis majelis hakim terbukti bersalah dalam kasus ini. Majelis hakim yang diketuai Su­hartoyo, menjatuhkan huku­man tiga tahun penjara kepada Bahar dan dua tahun penjara kepada Pu­lung. Keduanya sama-sama di­denda Rp 50 juta subsider tiga bu­lan kurungan.

“Bahar dan Pulung terbukti ber­sa­lah melakukan tin­dak pida­na korupsi  secara ber­sama-sama se­bagaimana dalam dakwaan sub­sider, yaitu Pasal 3 Undang Un­dang Tipikor,” tegas Su­hartoyo dalam sidang pem­ba­caan putusan.

Dalam pertimbangannya, ma­jelis hakim memutus, kedua ter­dak­wa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seba­gai­mana dalam dakwaan primer. Pa­sal-pasal yang terbukti dilanggar, katanya, sebatas penyalahgunaan wewenang.

REKA ULANG

Kasus Sisinfo Ditjen Pajak Berkembang Di Pengadilan

Penyidik Kejaksaan Agung juga mengembangkan kasus ko­rupsi pengadaan Sistem In­for­masi (Sisinfo) Direktorat Jen­de­ral Pajak tahun anggaran 2006 me­lalui persidangan di Penga­dilan Tipikor Jakarta

Berdasarkan jalannya per­si­da­ngan itulah, Direktur Technical Support PT Berca Hardaya Per­kasa Michael Surya Gunawan di­tetapkan sebagai tersangka. “Di­tetapkan tersangka baru berinisial MSG, yakni Direktur Technical Support PT Berca Hardaya Per­ka­sa,” ujar Kepala Pusat Pene­ra­ngan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman pada 13 Juli lalu.

Michael ditetapkan sebagai ter­sangka berdasarkan Surat Pe­rin­tah Penyidikan Nomor 59 tanggal 10 Juli 2012. “Dia ditetapkan se­b­agai tersangka karena mem­be­ri­kan keterangan yang tidak benar dalam persidangan perkara yang sama untuk terdakwa Bahar dan Pulung Sukarno,” ujar Adi.

 Sekadar mengingatkan, Bahar adalah Ketua Panitia Pengadaan, se­dangkan Pulung Sukarno me­ru­pakan Pejabat Pembuat Komit­men. Kedua tersangka ini adalah Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Keterangan MSG yang tidak be­nar itu, menurut Adi, disam­pai­kan dalam sidang tanggal 19 Juni 2012 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Direktur Penyidikan pada Jak­­sa Agung Muda Pidana Khu­sus Arnold Angkouw me­nya­takan, pro­ses pengusutan kasus ini ma­sih berlangsung. “Masih kami pro­ses,” ujar bekas Kepala Ke­jak­saan Tinggi Sulawesi Utara ini.

Sejumlah saksi dari Ditjen Pa­jak dan PT Berca Hardaya, lanjut Arnold, masih diperiksa pe­nyi­dik. “Sembari menunggu fakta-fakta persidangan, apakah ada fakta baru yang terungkap,” katanya.

Arnold mengaku, penyidik tidak berhenti pada tingkat pelaku rendahan saja. “Kami baru me­ngusut pelaksana di lapangan, yakni para pelaku dalam pe­nan­da­tanganaan pengadaannya. Apa­kah mengait ke atasannya, ya kita lihat saja nanti,” ujarnya.

Yang pasti, penyidik telah me­me­riksa Murdaya Poo sebagai sak­si. “Dia kan pemilik perusa­haan itu,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto.

Kasus ini bermula dari temuan Ba­­dan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa terjadi penyi­m­pa­ngan pengadaan Sistem Infor­masi Pajak di Direktorat Jen­de­ral Pajak tahun anggaran 2006. Total anggaran pengadaan ter­sebut sekitar Rp 43 miliar. D­u­gaan pe­nyimpangannya sekitar Rp 12 miliar.

“Setelah mengumpulkan do­­kumen-dokumen yang terkait kasus ini, kami datangkan auditor BPK. Soalnya, mereka yang me­nemukan kejanggalan itu,” kata Di­­rektur Penyidikan Pidana Khu­sus Kejagung Arnold Angkouw.

Menanggapi kasus ini, Ditjen Pajak menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. “Tentu kami prihatin. Tapi, kami sangat kooperatif dengan pihak berwajib agar segera tuntas,” kata Direktur Penyuluhan dan Bimbingan Pe­layanan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dedi Rudaidi.

Dedi menyatakan, kasus ini murni bukan perkara perpajakan, tapi pengadaan barang. “Tidak se­dikit pun kami resistance ter­ha­dap proses hukum ini. Justru kami dukung, karena kami se­dang berbenah,” ujarnya.

Kata Kuncinya Cermat Dan Cepat

Syarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Hanura Sya­rifudin Sudding minta Ke­jak­saan Agung segera me­nye­le­sai­kan pengusutan kasus ini. Soal­nya, cepatnya pelimpahan ber­kas perkara tersangka lain, diharapkan mampu menjadi alat untuk mengungkap keterlibatan pihak lain. “Kasus ini mesti di­tangani secara cermat dan ce­pat,” katanya.

Kecermatan diperlukan su­paya penuntutan dan penetapan vonis hukuman bisa maksimal. Selebihnya, kecepatan penyidik menyelesaikan berkas perkara nantinya menjadi tolok ukur dalam menilai profesionalisme penegak hukum. Dua kata kun­ci tersebut, idealnya selalu di­kedepankan dalam pengusutan perkara.

Dia menambahkan, jaksa perlu menunjukan ketegasan da­lam menangani kasus ini. Maksudnya, jika sudah ada alat bukti yang cukup, tersangka hen­daknya tidak boleh dibiar­kan bebas. “Segera lakukan pe­nahanan agar kekhawatiran menghilangkan barang bukti dan sebagainya dapat di­an­ti­si­pasi sejak dini.”

Sudding menyatakan, pena­hanan merupakan kon­se­kuensi logis dari pengusutan perkara. Jadi, apabila dinilai layak dita­han, penegak hukum tidak bo­leh mengabaikan hal yang satu ini.

Lebih jauh, Sudding ber­pen­dapat, penetapan vonis tiga ta­hun atau dua tahun penjara ma­sih menunjukkan rasa keadilan yang tidak berimbang. Dia membandingkan, vonis hu­ku­man pada pencuri atau tindak pidana umum lainnya kerap tinggi. “Kenapa vonis-vonis pada terdakwa kasus korupsi bisa berbanding terbalik. Tidak sesuai dengan harapan masya­rakat,” imbuhnya.

Dipicu banyaknya vonis ri­ngan kepada terdakwa kasus korupsi, dia meminta semua kalangan mengkaji kelemahan ini. Dia khawatir, vonis ringan tersebut tidak menimbulkan efek jera. Justru sebaliknya, di­manfaatkan para koruptor un­tuk meningkatkan nominal uang hasil kejahatannya. “Toh angga­pan mereka, hukumannya juga ringan kan,” tandasnya.

Patahkan Semangat Berantas Korupsi

Fadli Nasution, Ketua PMHI

Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution khawatir, sanksi ri­ngan bagi terpidana kasus ko­rupsi, ber­potensi mematahkan se­ma­ngat pemberantasan korupsi.

Akan tetapi, katanya, pena­nga­nan kasus korupsi mesti di­li­hat secara utuh. Tidak se­batas pada ringannya vonis un­tuk ter­dakwa. “Jadi, fokus pen­a­nga­nan kasus korupsi tidak hanya pada vonis hakim. Sejak proses pe­nye­lidikan, penyi­di­kan, pe­nun­tutan hingga vonis, idealnya di­la­kukan secara lebih profesional.”

Hal ini diharapkan memberi dam­pak yang signifikan. De­ngan begitu, masyarakat yang se­lama ini concern mengawal pem­berantasan korupsi pun menjadi tidak kecewa. Mereka akan terus bersemangat me­nga­wal setiap tindakan penegak hu­kum mengusut kasus korupsi.

Dia meminta, evaluasi pe­na­nganan kasus-kasus korupsi di­la­kukan secara berkala. Eva­luasi itu bisa dilakukan DPR, LSM, lembaga penegak hu­kum maupun pimpinan ne­gara. De­ngan evaluasi berkala tersebut, harapnya, segala ke­lemahan da­lam setiap tahapan dapat dilihat.

Kualitas pengusutan perkara, dengan sendirinya akan bisa diukur. Jika hal ini berjalan, dia yakin, putusan-putusan kasus korupsi di pengadilan mampu menghasilkan vonis yang berkualitas.

Evaluasi penanganan kasus korupsi ini pun diharapakan akan meminimalisir penyele­we­ngan. “Kebocoran-kebo­co­ran di tingkat penyelidikan sam­pai penetapan vonis setidaknya bisa ditekan,” katanya.

Dia menyebut, kemungkinan masih adanya penyelewengan da­lam penanganan kasus ko­rupsi juga bisa segera diatasi. Jadi, selain berefek pada pelaku korupsi, pola evaluasi ini di­ha­rapkan mampu meningkatkan profesionalisme penanganan per­kara korupsi. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya