Rustam Syarifuddin Pakaya
Rustam Syarifuddin Pakaya
Pemberian cek tersebut diÂsamÂpaikan Dirut PT Graha IsÂmaÂya (GI), Mazrizal di Pengadilan Tipikor, Selasa (18/9). Saksi kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Kemenkes tahun anggaran 2007 ini, memÂbeÂberkan, penggelontoran cek diÂlaksanakan atas permintaan terÂdakwa, bekas Kepala Pusat PeÂnangÂgulangan Krisis Kementrian Kesehatan (KPPK-Kemenkes) Rustam Syarifuddin Pakaya.
Di hadapan majelis hakim, saksi menyebut, pengiriman cek Rp 4,9 miliar pada Rustam, buÂkan sebagai fee kemenangan tenÂdÂer proyek alkes. Melainkan, seÂbaÂgai pinjaman. Pasalnya, terÂdakÂwa pernah mengajukan perÂminÂtaan pinjaman padanya.
“Beliau mÂengatakan mau pinjam,†kataÂnya. Masrizal sadar, pinÂjaman ini kemungkinan tak akan kembali. Meski tahu risiko tersebut, ia toh merelakan pemÂberian tersebut.
Untuk memuluskan pinjaman, saksi memerintahkan istrinya, Direktur Keuangan PT GI, Sri WahÂyuningsih alias Oning untuk membeli cek perjalanan senilai Rp 5 miliar. Oning pun melakÂsaÂnaÂkan perintah Masrizal. Cek perÂjalanan itu lalu disimpan di branÂkas pribadi. Brankas tersebut, katanya, hanya bisa dibuka oleh pasangan suami istri (pasutri) ini.
Setelah waktu pencairan tiba, Masrizal dan istrinya mengirim cek perjalanan pada Rustam. Tapi total cek perjalanan yang dikirim tidak genap Rp 5 miliar. Total cek perjalanan yang dikirim Rp 4,9 miliar. Sisa uang yang Rp 1 miÂliar, diakui saksi diambil oleh isÂtrinya untuk kepentingan pribadi. Oning yang ikut jadi saksi untuk terdakwa mengatakan, sebeÂlumÂnya tidak pernah mendengar suaÂminya meminjamkan uang pada terdakwa.
Mendengar keterangan saksi, Hakim Pangeran Napitupulu cuÂriga. Bagaimana mungkin proses pinjam-meminjam uang dalam jumlah sangat besar dilakukan tanÂpa syarat. Dia menduga, keÂteÂrangan ini hanyalah alibi yang diÂciptakan saksi untuk mengaÂburÂkan perkara.
Apalagi tambahnya, dakwaan jaksa menyebutkan bahÂwa MasÂrizal pernah menemui RusÂtam. Pertemuan ditujukan guna memÂberikan company proÂfile daftar harga alkes dan spesifikasi alkes yang disediakan PT GI untuk mengikuti lelang di Kemenkes.
Atas hal itu, Pangeran berÂsiÂkuÂkuh, pemberian cek perjalanan diÂdorong oleh motivasi tertentu. Jika berpatokan pada dakwaan jaksa, hakim menduga, pemÂbeÂrian cek perjalanan ditujukan seÂbagai imbalan atas upaya terÂdakwa meloloskan perusahaan terÂtentu dalam proyek senilai Rp 38,8 miliar tersebut.
Perusahaan yang dimaksud adaÂlah PT Indofarma Global MeÂdika (IGM). Pasalnya, PT IGM merupakan mitra PT GI. “PT inÂdofarma membeli alat dari PT GraÂha Ismaya Rp 33 miliar,†beÂber Pangeran. Dari keuntungan proÂÂyek tersebut, terdakwa RusÂtam pun minta jatah atau fee pada PT GI Rp 3,5 miliar. Masrizal dan istrinya lalu menyerahkan cek perjalanan yang sebelum telah disiapkan, senilai Rp 4,9 miliar.
Pangeran menilai, penjelasan Masrizal berbelit-belit. Lebih parah lagi, hakim menilai saksi tidak jujur dalam memberikan keÂterangan. Akibatnya, hakim meÂrasa, saksi mempersulit perÂsiÂdaÂngan. Hakim lalu bertanya pada jaksa, “Apakah saksi sudah diÂpeÂriksa dalam status sebagai terÂsangÂka?†Jaksa menjawab, “Belum yang mulia. statusnya masih saksi.â€
Menanggapi hal tersebut, Karo Humas KPK, Johan Budi SP menÂÂjelaskan, KPK senantiasa meÂnindaklanjuti fakta persiÂdaÂngan. Menurutnya, fakta-fakta tersebut menjadi masukan jaksa-jaksa KPK dalam menuntaskan masalah yang ada.
“Jadi sangat terÂbuka keÂmungÂkinannya saksi berubah jadi terÂsangka,†katanya. Namun dia beÂlum bisa memastikan, apakah jakÂsa KPK telah mereÂkoÂmenÂdasikan perubahan status saksi Masrizal dan istrinya sebagai tersangka.
Dia bilang, jaksa lazimnya perÂlu waktu untuk menentukan langÂkah tersebut. Soalnya, perubahan status saksi menjadi tersangka ada prosedurnya. Setidaknya, perÂlu ada pemeriksaan lanjutan terÂhadap yang bersangkutan serta saksi-saksi lainnya. Jika terdapat dua alat bukti yang cukup, maka tegasnya, peruÂbahan status saksi menjadi terÂsangÂka tidak perlu menunggu waktu terlalu lama.
REKA ULANG
Terdakwa Ngaku 3 Kali Ketemu Bos Graha Ismaya
Dalam sidang, terdakwa RusÂtam Pakaya mengatakan, bos PT Graha Ismaya (GI) pernah tiga kali melobi pihaknya untuk meÂmenangkan tender proyek Alkes 2007. Rangkaian pertemuan pada 2007 tersebut, seluruhnya dilakÂsaÂnakan di kantor terdakwa.
Pada pertemuan pertama, RusÂtam yang ditemui Dirut PT Graha Masrizal Achmad Syarief dan isÂtrinya, Direktur Keuangan Sri WahÂyuningsih alias Oning meÂngaÂku, menyampaikan keluhan. Keluhan itu terkait teguran bekas Menkes Siti Fadilah Supari. “KeÂnapa kamu jalan sama GraÂha?†ujar Rustam menyitir Siti.
Lalu sambungnya, pertemuan deÂngan PT GI berlanjut. Pada perÂtemuan kedua, Oning datang senÂdirian. Pada pertemuan itu, Oning menyampaikan permintaan agar Rustam memberi proyek pada PT GI. “Dia minta proyek.†Tapi RusÂtam meminta, PT GI ikut proÂses tender.
Setelah percakapan, kata RusÂtam, Oning nyaris pingsan. Dia meÂngaku, penyakit maag wanita itu tiba-tiba kumat. Melihat konÂdisi Oning kepayahan, Rustam meÂmesankan teh untuk Oning. SeÂlanjutnya, Rustam membeÂberÂkan, pertemuan ketiga beÂrÂlangÂsung seÂkitar pukul 18.00 WIB. Kata RusÂtam, Oning kembali menemuinya.
Kali ini, Oning datang ditemani Direktur Perencanaan Kemenkes Moerdiono. Kepada Rustam, MoerÂÂdiono menyampaikan agar terdakwa mau membantu PT GI. “Bos, tolong bantu Graha IsÂmaÂya,†kata Rustam menirukan ucaÂpan Moerdiono.
Mendapat penjelasan demiÂkiÂan, saksi Oning bereaksi. Ia memÂbantah semua keterangan terÂdakÂwa. Menurutnya, kedatangannya dan suaminya menemui Rustam pertama kali, bertujuan untuk meÂminta konfirmasi apa benar terÂdakÂwa telah memblack-list PT GI. Dia mengaku, mencari tahu apa kesalahan perusahaannya.
“Karena saya dengar, mohon maaf, Pak Rustam tidak suka deÂngan Graha. Kita mau bicara, apa kesalahan kami,†tandasnya. Tapi, menurut Oning, Rustam haÂnya mondar-mandir di mejanya.
Alhasil, Oning dan Masrizal tak mendapat jawaban meÂmuasÂkan. Menjawab keterangan terÂdakÂwa yang menyebutkan bahwa Oning pernah datang untuk kedua kalinya, dia membantah hal itu. “Tidak pernah ada pertemuan itu.†BegituÂpula dengan perteÂmuÂan ketiga, saksi juga mengaku tiÂdak pernah menemui terdakwa dengan diteÂmani salah satu peÂjabat Kemenkes.
Dalam sidang, Oning mengaku bahwa PT GI tak pernah ikut tenÂder, tapi pernah melakukan tranÂsaksi dengan PT Indofarma GloÂbal Medika (IGM). Atas peÂmeÂnaÂngan tender ini, KPK curiga, RusÂtam menerima suap berupa travel cek dari PT GI. Selain Rustam, beÂkas Menkes Siti Fadilah SuÂpari diduga juga kecipratan aliran dana kasus ini.
Rustam menjalani sidang perÂdaÂna pada Kamis, 9 Agustus 2012. Menurut jaksa KPK, RusÂtam melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan PaÂsal 3 UnÂdang Undang PembÂeÂranÂtasan TinÂÂdak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman maksimalnya 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. DaÂlam dakwaan, jaksa peÂnuntut umum (JPU) Agus Salim dkk menyebut Rustam mempÂerÂkaya diri sendiri sebesar Rp 2,47 miÂliar, bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari Rp 1,275 miliar.
Selanjutnya, ELS Mangundap Rp 850 juta, Amir Syamsuddin IsÂhak Rp 100 juta, Mediana HuÂtoÂmo dan Gunadi Soekemi Rp 100 juta, Tan Suhartono Rp 150 juta, Tengku Luckman Sinar Rp 25 juta, PT Indofarma Global MeÂdika Rp 1,763 miliar dan PT GraÂha Ismaya Rp 15,226 miliar.
Saat dikonfirmasi, bekas MenÂteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengaku tidak pernah menerima uang terkait kasus itu.
Agar Statusnya Jadi Lebih Jelas
Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi meÂminta KPK, kepolisian dan keÂjaksaan professional dalam meÂngusut kasus dugaan korupsi alat-alat kesehatan di KemenÂkes. Koordinasi intensif antar lembaga penegak hukum terseÂbut, diharapkan mampu memÂperjelas status bekas Menkes dan pihak lainnya.
Politisi Golkar ini memastiÂkan, penegak hukum perlu koorÂdinasi lebih intensif. MasaÂlahÂnya, kasus dugaan korupsi alkes di Kemenkes saat ini terpecah menjadi beberapa bagian.
“Ada yang ditangani KPK, kepolisian dan kejaksaan,†kataÂnya. Untuk itu, koordinasi antar lembaga itu harus lebih konkrit dan transparan. “Apa dan bagaimana hasilnya.â€
Dia menambahkan, fakta-fakÂta yang terungkap di perÂsiÂdaÂngan juga tidak boleh diabaiÂkan begitu saja. Fakta-fakta yang terungkap di sidang, henÂdaknya menjadi masukan bagi penyidik kasus tersebut. DiÂhaÂrapÂkan, fakta-fakta tersebut memotivasi penyidik dalam meÂngungkap pihak-pihak yang sama sekali belum tersentuh.
Lebih penting lagi, sebut dia, status bekas Menkes Siti FadiÂlah Supari hendaknya bisa diÂperÂjelas. Dia mengatakan, keÂtiÂdakpastian status hukum bekas pentolan Kemenkes ini, jelas merugikan yang bersangkutan.
“Kalau memang ada bukti-bukti yang kuat, mestinya dÂiÂtinÂdak. Tapi sebaliknya, bila tak terÂbukti, ya harus dihentikan peÂngusutannya,†tegasnya.
Dijelaskan, pengusutan kasus dugaan korupsi di Kemenkes ini sudah makan waktu yang panÂjang. Berlarutnya waktu peÂngusutan, menunjukan bahwa penyidik kurang optimal dalam mengusut perkara. Selain itu, juga menunjukan ketidak proÂfesionalan.
“Semua upaya pembuktian harus dilakukan secara serius. Dan pastikan, keterlibatan seÂtiap orang diusut. Jangan hanya bagian bawah dan pelaku sekeÂlas pejabat level bawah saja yang diusut. Ini harus menjadi perÂhatian bersama,†ucapnya.
Kemauan Penyidik Sangat Menentukan
Marsudhi Hanafi, Bekas Karo-Renmin Bareskrim
Bekas Kepala Biro PerenÂcaÂnaÂan dan Administrasi (Karo-Renmin) Bareskrim Polri BrigÂjen (Purn) Marsudhi Hanafi meÂnilai, kasus dugaan korupsi alÂkes Kemenkes masuk kategori kejahatan korporasi. KeberÂhaÂsiÂlan dalam mengungkapkan kaÂsus ini, sepenuhnya sangat berÂgantung pada kemampuan penyidik dalam mengungkap dan menggali fakta-fakta.
“Untuk kasus-kasus korporat, pasti tidak bergerak sendiri,†katanya. Oleh sebab itu, peÂngemÂbangannya sangat terganÂtung pada kemampuan penyidik atau hakim dalam menggali fakÂta dari terdakwa.
Secara umum, perkara-perÂkara korupsi melibatkan keÂlomÂpok terorganisir serta proÂfÂesioÂnal. Tidak jarang, para pelaku mempertahankan argumennya serta kerap pasang badan dalam menutupi kejahatannya. Hal-hal seperti itulah yang idealnya diÂpaÂhami betul oleh penyidik kaÂsus korupsi.
“Jarang di sini, pelakunya peÂcah kongsi. Biasanya, mereka pasang badan dan siap jadi tumÂbal apabila kasus korupsiÂnya meÂlibatkan atasan mereka,†tandasnya.
Selain, kemampuan penyiÂdik, faktor kemauan diÂyaÂkiÂniÂnya, menentukan keberhasilan dalam mengusut kasus korupsi beÂsar. Faktor kemauan ini, samÂbungnya, seringkali juga diÂÂÂpeÂngaÂruhi oleh berbagai seÂbab. SeÂbab-sebab itu bisa daÂtang dari interÂnal maupun eksÂternal peÂnyidik.
“Pada dasarnya, tiap penyidik punya kemampuan mengusut perkara. Tapi tidak semuanya memiliki kemauan untuk meÂnyelesaikan perkara secara proÂfesional atau adil. Ini semua baÂnyak dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu baik dari luar diri penyidik atau dari dalam diri peÂnyidik,†tuturnya.
Oleh sebab itu, dia mengiÂngatÂkan agar tiap pimpinan lemÂbaga penegak hukum, seÂnanÂtiasa mau mengevaluasi personilnya. Dari situ, akan terÂlihat siapa yang memiliki kreÂdibilitas menangani kasus koÂrupsi dan siapa yang tidak.
DeÂngan modal tersebut, dihÂaÂrapÂkannya, pengusutan kasus-kaÂsus korupsi bejalan lebih ceÂpat. “Tidak perlu ditangani daÂlam waktu yang tidak menentu atau digantung penguÂsutanÂnya.†[Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52