Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) bergabung dengan organisasi
petani tembakau lain di Asia untuk menentang usulan baru yang mengatur
pertanian tembakau melalui Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau, atau
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO).
"Dengan menyarankan pemerintah untuk menghapuskan pertanian tembakau
setahap demi setahap melalui usulan pedoman FCTC yang baru ini, maka
mata pencaharian sekitar 30 juta petani tembakau di dunia, termasuk
petani tembakau Indonesia sangat terancam," kata Sekjen APTI, Budidoyo,
di Jakarta, Selasa (18/9).
Meski Indonesia bukan penandatangan FCTC, petani tembakau Indonesia
tetap merasa khawatir akan usulan pedoman yang semena-mena tersebut.
Jika Indonesia sampai menandatangani FCTC, mata pencaharian 1,5 juta
petani tembakau di Indonesia bisa musnah.
Rancangan pedoman ini dikenal sebagai "Pasal 17 & 18" dan akan
dibahas pada COP 5 (Conference of the Parties), yang akan berlangsung di
Seoul, Korea Selatan, pada tanggal 12-17 November mendatang. 175
negara yang telah menandatangani FCTC berhak menghadiri Konferensi untuk
memberikan suara.
Menurut pria yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Aliansi Masyarakat
Tembakau Indonesia (AMTI) itu, rancangan pedoman telah melenceng dari
amanat awal FCTC yang bertujuan untuk menyediakan "bantuan teknis dan
keuangan untuk membantu transisi ekonomi bagi petani dan pekerja
tembakau yang mata pencahariannya terkena dampak karena turunnya
permintaan yang disebabkan oleh program pengendalian tembakau."
Alih-alih membantu petani tembakau, pedoman ini malah dirancang untuk
mematikan petani tembakau melalui berbagai pembatasan, mulai dari
pembatasan produksi dengan mengatur musim untuk menanam tembakau,
pengurangan area yang diperbolehkan untuk menanam tembakau, pelarangan
pemberian dukungan keuangan dan teknis untuk petani tembakau, sampai
dengan pembubaran semua lembaga yang menghubungkan petani dengan
pemerintah
Sementara, Ketua Departemen Advokasi AMTI, Soeseno, menegaskan bahwa
hingga saat ini belum ditemukan pengganti tanaman tembakau yang dapat
memberikan keuntungan bagi kesejahteraan petani tembakau.
"Kami belum menemukan tanaman pengganti yang dapat memberikan keuntungan
setara dengan tembakau, terutama di tempat-tempat yang karena kondisi
tanahnya yang sedemikian rupa, hanya dapat ditanami tembakau," kata
Soeseno.
Sebagai bentuk solidaritas dalam upaya perlawanan terhadap usulan ini di
Indonesia, APTI bergabung dengan International Tobacco Growers'
Association (ITGA) dalam mendapatkan dukungan global, melalui
pengumpulan petisi secara online maupun secara langsung kepada anggota
APTI.
Petisi ini berisi permintaan kepada pemerintah untuk menolak usulan yang
irasional dan merusak dan agar mengedepankan pendekatan yang lebih
realistis dalam membantu petani beradaptasi saat terjadi perubahan
permintaan tembakau.
[ald]