Pintu rumah yang terbuat dari tripÂleks tertutup rapat dan diÂgembok. Kaca jendela di samping pintu ditutupi terpal biru. “Police line belum boleh dibuka sama poÂlisi,†kata Abdul Gani, ketua RT setempat.
Rumah kontrakan yang berada di wilayah RT 9 RW 8, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat ini semÂÂpat menjadi perhatian warga. Minggu dinihari (9/9), polisi meÂrangÂsek ke rumah yang ditempati Yusuf Rizaldi dan keluarganya ini. Yusuf dicari polisi setelah bom meledak di kantor Yayasan Piatu Pondok Bidara di Jalan NuÂsantara Raya, Depok beberapa jam sebelumnya.
Rumah yang dijadikan kantor yaÂyasan itu adalah Lukman HaÂkim. Kepada polisi, Lukman meÂngaku menyewakan rumahÂnya kepada Yusuf Rizaldi. Yusuf menghilang sejak kejadian itu. Ia pun jadi buruan polisi.
Menurut Gani, Minggu diniÂhari sekitar jam 12 dirinya didaÂtangi enam pria yang mengaku dari Polda Metro Jaya. “Polisinya berpakaian preman semua. Minta diÂtunjukkan rumah Yusuf,†kataÂnya.
Gani lalu mengantarkan para polisi itu ke rumah yang ditemÂpati keluarga Yusuf. Saat itu, di rumah hanya ada Siti Hafsah, istri Yusuf dan dua anak kembarnya yang berusia dua tahun. Mereka sedang tidur.
“Polisi kemudian menggeledah rumah. Kira-kira setengah jam-an,†katanya. Dari rumah itu, poÂlisi menyita sejumlah barang yang ditaruh di dalam kardus bekas bungkus mie instant.
Polisi sempat memperlihatkan isi kardus kepada Gani. Di dalamÂnya ada compact disc (CD), dan seÂjumlah buku. Siti dan kedua anakÂnya diminta ikut ke Polda. “SaÂya sendiri yang menemani ke PolÂda. Sampai sekarang mereka maÂsih di Polda,†katanya Gani keÂtika ditemui Rakyat Merdeka kemarin.
Ia mengungkapkan, Yusuf suÂdah tinggal di sini sejak 2004. “IstriÂnya asli sini,†kata Gani. KeÂluarga Yusuf mengontrak rumah mengontrak rumah berukuran 4x8 meter yang berada di dalam gang. Harga sewanya Rp 150 ribu per bulan.
“Di rumah itu hanya ada Siti Hafsah, dua anak kembarnya dan kakak ipar Rizal,†katanya.
Gani mengatakan sejak diniÂkahi Yusuf, penampilan Siti HafÂsah berubah. Bila keluar rumah dia mengenakan jilbab besar dan cadar. Sebelumnya, Siti sudah memakai jilbab.
“Sebetulnya orang tua Siti HafÂsah sempat protes dengan peÂruÂbahan anaknya itu, tapi nggak bisa berbuat apa-apa karena sudah menjadi perintah suamiÂnya,†kata dia.
Gani mengenal Yusuf sebagai pria asal Medan, Sumatera Utara yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bubur keliling. “Kadang dia juga melayani orang yang ingin dibekam,†katanya.
Ia tak melihat ada perilaku aneh dari diri Yusuf. Gani meÂnyebut Yusuf kerap lewat depan rumahnya dan selalu menyapa. “Dia sering lapor ke saya bila ada warga yang kedapatan berbuat mesum di tempat kos dan minta izin untuk menggerebeknya,†tutur Gani.
Namun cara berpakaian Yusuf berbeda dengan warga lainnya. Ia sering terlihat mengenakan celana ngatung di atas mata kaki. “Juga sering pakai topi yang tidak pernah dilepaskan,†kata Gani.
Gani menyebutkan Jumat pagi (7/9) Yusuf pamit ke istrinya henÂdak ke Medan untuk menikahkan adik kandungnya. Tapi, menurut polisi yang mendatangi Gani, Yusuf berbohong. “Soalnya di TKP di Beji Depok sana ada moÂtorÂnya. Nggak tahu apa dia sering berbohong kepada istrinya,†katanya.
Selain kenal Yusuf, Gani juga tahu perilaku Siti Hafsah. Siti, kata Gani, suka bergaul dengan teÂtangga. Begitu juga dengan anak kecil. Sehari-hari, Siti memÂbantu mencari nafkah dengan membuka warung kelontong.
Rumah yang ditempati keluarÂga Yusuf terletak di dalam gang selebar setengah meter. Gang ini berujung di Jalan Petojo Binatu V. Jalan ini hanya bisa dilalui seÂpeda motor karena lebarnya tak samÂpai dua meter.
Di sebelah kanan jalan terdapat gang menuju rumah kontrakan Yusuf. Saking sempitnya gang itu, motor pun sulit masuk.
Di kanan dan kiri gang itu peÂnuh dengan rumah petak yang diÂkonÂtrakkan. Rata-rata bangunÂan rumah kontrakan di sini semi permanent. Hanya bagian baÂwahÂnya yang berdinding tembok. Dinding bagian atas terbuat dari kayu yang ditutup tripleks.
Rumah kontrakan Yusuf terÂletak 30 meter dari mulut gang. Tak sulit menemukannya karena ada petunjuk yang jelas: garis poÂlice line.
Seperti rumah-rumah lainnya di gang ini, rumah kontrakan Yusuf tak memiliki nomor. Di atas pintu terdapat stiker besar warÂna kuning bertuliskan “KeÂlomÂpok Flamboyan 8-C, KeÂlurahan Petojo Utaraâ€.
Di pintu depan rumah konÂtrakÂan Yusuf terdapat pintu kecil yang terbuat papan. Biasanya, pintu ini dipasang untuk mencegah anak-anak keluar rumah.
Saat Rakyat Merdeka datang keÂmarin, suasana di gang ini sudah sempit. Tak tampak lagi warga yang berkerumun untuk melihat rumah orang yang tengah dicari-cari polisi.
Polisi menduga Yusuf terlibat tindak terorisme. Kepala Biro PeÂnerangan Masyarakat Mabes Polri menyebut Yusuf-lah yang meÂngumpulkan orang-orang di rumah kontrakan di Beji, Depok yang belakangan meledak.
Gaya Orde Baru Mau Dipakai Lagi
Intelijen Bisa Nangkap Orang
Kepala Badan Nasional PeÂnangÂgulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai tak bisa memasÂtikan jumlah kelompok teroris yang berkeliaran.
Ansyaad mengatakan, pihakÂnya hanya tahu ada pelatihan keÂlompok teroris di berbagai temÂpat. Seperti di Poso, pelatihÂan sudah sampai sembilan angÂkatan. Selain itu, di perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi SeÂlatan, sudah ada lima angÂkatÂan yang berlatih. Terakhir, peÂlatihan di pegunungan MerÂbaÂbu, Jawa Tengah.
Ansyaad tak tahu seberapa kuat persenjataan mereka. HaÂnya saja, kata dia, sudah ditangÂkap beberapa pihak yang meÂnguaÂsai senjata api di beberapa tempat.
“Di Ambon ditangkap enam orang. Jadi tersangka empat orang. Itu diamankan senapan meÂsin ringan MK3. Ada seÂnapan serbu, pelontar granat, dan ribuan peluru. Kita belum tau ada berapa lagi. Kita hanya bisa waspada, intelijen terus meÂnempel ketat. Kita tinggal meÂnunggu, begitu memenuhi syaÂrat kita akan tangkap,†jelasÂnya.
Ansyaad juga mengatakan juga memantau aktivitas kelomÂpok teroris di dunia maya. KeÂlomÂpok ini diduga mengumÂpulÂkan dana lewat internet.
Penangkapan 11 orang pada Maret lalu menguatkan dugaan ini. “Mereka berhasil kumÂpulÂkan uang sekitar 8 miliar rupiah lewat hacking internet, kayak MLM (multi level marketing) online. Dalam jangka beberapa bulan berhasil mengumpulkan dana sebanyak itu. Dana itu keÂmudian digunakan untuk peÂlatihan di Poso, membeli senÂjata, termasuk untuk membiayai bom di Solo. Ini yang sudah terÂungkap,†katanya.
Ansyaad mengatakan, kinerja pemberantasan teroris ini akan lebih maksimal jika intelijen bisa ikut menindak. Menurut dia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen perlu direvisi.
“(Revisi) itu memang diperÂlukan. Undang-undang itu harus bisa memberikan ruang bagi aparat (intelijen) untuk meÂninÂdak seperti masa Orde Baru dulu,†katanya.
Ia berharap agar UU Intelijen kembali seperti masa Orde Baru karena pertimbangan segi efekÂtif dan proaktif aparat keaÂmanan, terutama BIN dalam menindak teroris.
Pada masa tersebut, aparat keaÂmanan termasuk BIN meÂmiliki keleluasaan untuk langÂsung melakukan penindakÂan pelaku kejahatan.
Teror Masih Marak, DPR Ancam Potong Anggaran 3 Lembaga
Kembali maraknya aksi teror membuat geram Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq. Ia meÂngancam akan memotong angÂgaran Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, dan Badan NaÂsional Penanggulangan TerorisÂme (BNPT).
Ia menganggap ketiga lemÂbaÂga tidak kompak dalam meÂnangÂgulangsi aksi teror. “AngÂgaran mereka besar-besar. Tapi, jalan sendiri-sendiri dalam perÂsaingan dapat anggaran yang besar-besar tadi. Kalau angÂgarÂannya ditamÂbah, lalu kasus teÂrorisme muncul terus, mending dipotonglah,†ujar politisi PKS ini.
Ia mengatakan, BIN menjadi ujung tombang mengendus teÂrorisme. BNPT untuk deÂradikalisasi. Sedangkan Polri untuk penindakan. Karena itu mestinya mereka kompak.
Mahfudz menilai, ketiga lemÂbaga tersebut belum memiliki grand design yang sama dalam menangkal aksi teror. Jika tidak ada penindakan, akan menyuÂburÂkan kelompok-kelompok teror.
Oleh karena itu, menurut dia, sebaiknya BIN, Polri, dan BNPT tidak seharusnya meminÂta kenaikan anggaran sebelum bisa memberantas aksi teror.
“Komisi I melihat dalam meÂnentukan anggaran yang harus diperhatikan itu kinerja dulu. Kalau kinerjanya jelek terus kan tidak etis kalau dinaikkan,†kaÂtanya.
Mahfudz mengatakan pihakÂnya berencana memanggil BIN, BNPT dan Polri pada 14 SepÂtember nanti. DPR ingin melihat apaÂkah mereka sudah punya grand design terpadu mengenai penanganan terorisme. “Jangan sampai ini siklus berkala. KeÂtika ada kejadian tertentu perÂsepÂsi itu ada lagi,†katanya.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia unÂtuk Transparansi Anggaran (FITRA) Ucok Sky Khadafi meÂnyebutkan anggaran BIN taÂhun 2012 adalah Rp 1,141 triliun. Tahun 2013 naik sedikit jadi Rp 1,145 triliun.
Dana itu untuk belanja pegaÂwai sebesar Rp 86,2 miliar. AloÂkasi untuk belanja barang seÂbesar Rp 850,8 miliar, dan beÂlanÂja modal sebesar Rp208,3 miliar.
“Jadi, dengan demikian, alokasi anggaran BIN untuk taÂhun dari 2012 ke 2013 keÂnaikÂannya hanya sekira Rp3,5 miÂliar. Dan kenaikan yang paÂling besar hanya untuk belanja pegawai sebesar Rp 7,5 miliar,†katanya.
Untuk tahun depan BNPT meÂngajukan anggaran Rp 152 miliar. Naik sekitar Rp 26 miliar dari tahun 2012. “Paling besar adalah kenaikan anggaran dalam belanja barang sebesar Rp25,3 miliar,†kaÂtanya.
Sementara anggaran Polri tahun 2013 Rp 43,4 triliun. Naik sekitar Rp 3,6 triliun. Tahun 2012 anggarannya Rp 39,7 triliun. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30