Berita

ilustrasi, Police line

On The Spot

Sering Minta Izin Ketua RT Menggerebek Pelaku Mesum

Yusuf Rizaldi Tinggal Di Petojo Sejak 2004
SELASA, 11 SEPTEMBER 2012 | 09:33 WIB

Rumah semi permanen yang terletak di dalam gang sempit itu dipasang garis polisi (police line). Garis menyilang yang dibentuk dari pita plastik warna kuning dipasang agar tak ada yang mencoba masuk ke dalam rumah.

Pintu rumah yang terbuat dari trip­leks tertutup rapat dan di­gembok. Kaca jendela di samping pintu ditutupi terpal biru. “Police line belum boleh dibuka sama po­lisi,” kata Abdul Gani, ketua RT setempat.

Rumah kontrakan yang berada di wilayah RT 9 RW 8, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat ini sem­­pat menjadi perhatian warga. Minggu dinihari (9/9), polisi me­rang­sek ke rumah yang ditempati Yusuf Rizaldi dan keluarganya ini. Yusuf dicari polisi setelah bom meledak di kantor Yayasan Piatu Pondok Bidara di Jalan Nu­santara Raya, Depok beberapa jam sebelumnya.

Rumah yang dijadikan kantor ya­yasan itu adalah Lukman Ha­kim. Kepada polisi, Lukman me­ngaku menyewakan rumah­nya kepada Yusuf Rizaldi. Yusuf menghilang sejak kejadian itu. Ia pun jadi buruan polisi.

 Menurut Gani, Minggu dini­hari sekitar jam 12 dirinya dida­tangi enam pria yang mengaku dari Polda Metro Jaya. “Polisinya berpakaian preman semua. Minta di­tunjukkan rumah Yusuf,” kata­nya.

Gani lalu mengantarkan para polisi itu ke rumah yang ditem­pati keluarga Yusuf. Saat itu, di rumah hanya ada Siti Hafsah, istri Yusuf dan dua anak kembarnya yang berusia dua tahun. Mereka sedang tidur.

“Polisi kemudian menggeledah rumah. Kira-kira setengah jam-an,” katanya. Dari rumah itu, po­lisi menyita sejumlah barang yang ditaruh di dalam kardus bekas bungkus mie instant.

Polisi sempat memperlihatkan isi kardus kepada Gani. Di dalam­nya ada compact disc (CD), dan se­jumlah buku. Siti dan kedua anak­nya diminta ikut ke Polda. “Sa­ya sendiri yang menemani ke Pol­da. Sampai sekarang mereka ma­sih di Polda,” katanya Gani ke­tika ditemui Rakyat Merdeka kemarin.

Ia mengungkapkan, Yusuf su­dah tinggal di sini sejak 2004. “Istri­nya asli sini,” kata Gani. Ke­luarga Yusuf mengontrak rumah mengontrak rumah berukuran 4x8 meter yang berada di dalam gang. Harga sewanya Rp 150 ribu per bulan.

“Di rumah itu hanya ada Siti Hafsah, dua anak kembarnya dan kakak ipar Rizal,” katanya.

Gani mengatakan sejak dini­kahi Yusuf, penampilan Siti Haf­sah berubah. Bila keluar rumah dia mengenakan jilbab besar dan cadar. Sebelumnya, Siti sudah memakai jilbab.

“Sebetulnya orang tua Siti Haf­sah sempat protes dengan pe­ru­bahan anaknya itu, tapi nggak bisa berbuat apa-apa karena sudah menjadi perintah suami­nya,” kata dia.

Gani mengenal Yusuf sebagai pria asal Medan, Sumatera Utara yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bubur keliling. “Kadang dia juga melayani orang yang ingin dibekam,” katanya.

Ia tak melihat ada perilaku aneh dari diri Yusuf. Gani me­nyebut Yusuf kerap lewat depan rumahnya dan selalu menyapa. “Dia sering lapor ke saya bila ada warga yang kedapatan berbuat mesum di tempat kos dan minta izin untuk menggerebeknya,” tutur Gani.

Namun cara berpakaian Yusuf berbeda dengan warga lainnya. Ia sering terlihat mengenakan celana ngatung di atas mata kaki. “Juga sering pakai topi yang tidak pernah dilepaskan,” kata Gani.

Gani menyebutkan Jumat pagi (7/9) Yusuf pamit ke istrinya hen­dak ke Medan untuk menikahkan adik kandungnya. Tapi, menurut polisi yang mendatangi Gani, Yusuf berbohong.  “Soalnya di TKP di Beji Depok sana ada mo­tor­nya. Nggak tahu apa dia sering berbohong kepada istrinya,” katanya.

Selain kenal Yusuf, Gani juga tahu perilaku Siti Hafsah. Siti, kata Gani, suka bergaul dengan te­tangga. Begitu juga dengan anak kecil. Sehari-hari, Siti mem­bantu mencari nafkah dengan membuka warung kelontong.

Rumah yang ditempati keluar­ga Yusuf terletak di dalam gang selebar setengah meter. Gang ini berujung di Jalan Petojo Binatu V. Jalan ini hanya bisa dilalui se­peda motor karena lebarnya tak sam­pai dua meter.

Di sebelah kanan jalan terdapat gang menuju rumah kontrakan Yusuf. Saking sempitnya gang itu, motor pun sulit masuk.

Di kanan dan kiri gang itu pe­nuh dengan rumah petak yang di­kon­trakkan. Rata-rata bangun­an rumah kontrakan di sini semi permanent. Hanya bagian ba­wah­nya yang berdinding tembok. Dinding bagian atas terbuat dari kayu yang ditutup tripleks.

Rumah kontrakan Yusuf ter­letak 30 meter dari mulut gang. Tak sulit menemukannya karena ada petunjuk yang jelas: garis po­lice line.

Seperti rumah-rumah lainnya di gang ini, rumah kontrakan Yusuf tak memiliki nomor. Di atas pintu terdapat stiker besar war­na kuning bertuliskan “Ke­lom­pok Flamboyan 8-C, Ke­lurahan Petojo Utara”.

Di pintu depan rumah kon­trak­an Yusuf terdapat pintu kecil yang terbuat papan. Biasanya, pintu ini dipasang untuk mencegah anak-anak keluar rumah.

Saat Rakyat Merdeka datang ke­marin, suasana di gang ini sudah sempit. Tak tampak lagi warga yang berkerumun untuk melihat rumah orang yang tengah dicari-cari polisi.

Polisi menduga Yusuf terlibat tindak terorisme. Kepala Biro Pe­nerangan Masyarakat Mabes Polri menyebut Yusuf-lah yang me­ngumpulkan orang-orang di rumah kontrakan di Beji, Depok yang belakangan meledak.

Gaya Orde Baru Mau Dipakai Lagi

Intelijen Bisa Nangkap Orang

Kepala Badan Nasional Pe­nang­gulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai tak bisa memas­tikan jumlah kelompok teroris yang berkeliaran.

Ansyaad mengatakan, pihak­nya hanya tahu ada pelatihan ke­lompok teroris di berbagai tem­pat. Seperti di Poso, pelatih­an sudah sampai sembilan ang­katan. Selain itu, di perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Se­latan, sudah ada lima ang­kat­an yang berlatih. Terakhir, pe­latihan di pegunungan Mer­ba­bu, Jawa Tengah.

Ansyaad tak tahu seberapa kuat persenjataan mereka. Ha­nya saja, kata dia, sudah ditang­kap beberapa pihak yang me­ngua­sai senjata api di beberapa tempat.

“Di Ambon ditangkap enam orang. Jadi tersangka empat orang. Itu diamankan senapan me­sin ringan MK3. Ada se­napan serbu, pelontar granat, dan ribuan peluru. Kita belum tau ada berapa lagi. Kita hanya bisa waspada, intelijen terus me­nempel ketat. Kita tinggal me­nunggu, begitu memenuhi sya­rat kita akan tangkap,” jelas­nya.

Ansyaad juga mengatakan juga memantau aktivitas kelom­pok teroris di dunia maya. Ke­lom­pok ini diduga mengum­pul­kan dana lewat internet.

Penangkapan 11 orang pada Maret lalu menguatkan dugaan ini. “Mereka berhasil kum­pul­kan uang sekitar 8 miliar rupiah lewat hacking internet, kayak MLM (multi level marketing) online. Dalam jangka beberapa bulan berhasil mengumpulkan dana sebanyak itu. Dana itu ke­mudian digunakan untuk pe­latihan di Poso, membeli sen­jata, termasuk untuk membiayai bom di Solo. Ini yang sudah ter­ungkap,” katanya.

Ansyaad mengatakan, kinerja pemberantasan teroris ini akan lebih maksimal jika intelijen bisa ikut menindak. Menurut dia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen perlu direvisi.

“(Revisi) itu memang diper­lukan. Undang-undang itu harus bisa memberikan ruang bagi aparat (intelijen) untuk me­nin­dak seperti masa Orde Baru dulu,” katanya.

Ia berharap agar UU Intelijen kembali seperti masa Orde Baru karena pertimbangan segi efek­tif dan proaktif aparat kea­manan, terutama BIN dalam menindak teroris.

Pada masa tersebut, aparat kea­manan termasuk BIN me­miliki keleluasaan untuk lang­sung melakukan penindak­an pelaku kejahatan.

Teror Masih Marak, DPR Ancam Potong Anggaran 3 Lembaga

Kembali maraknya aksi teror membuat geram Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq. Ia me­ngancam akan memotong ang­garan Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, dan Badan Na­sional Penanggulangan Teroris­me (BNPT).

Ia menganggap ketiga lem­ba­ga tidak kompak dalam me­nang­gulangsi aksi teror. “Ang­garan mereka besar-besar. Tapi, jalan sendiri-sendiri dalam per­saingan dapat anggaran yang besar-besar tadi. Kalau ang­gar­annya ditam­bah, lalu kasus te­rorisme muncul terus, mending dipotonglah,” ujar politisi PKS ini.

Ia mengatakan, BIN menjadi ujung tombang mengendus te­rorisme. BNPT untuk de­radikalisasi. Sedangkan Polri untuk penindakan. Karena itu mestinya mereka kompak.

Mahfudz menilai, ketiga lem­baga tersebut belum memiliki grand design yang sama dalam menangkal aksi teror. Jika tidak ada penindakan, akan menyu­bur­kan kelompok-kelompok teror.

Oleh karena itu, menurut dia, sebaiknya BIN, Polri, dan BNPT tidak seharusnya memin­ta kenaikan anggaran sebelum bisa memberantas aksi teror.

“Komisi I melihat dalam me­nentukan anggaran yang harus diperhatikan itu kinerja dulu. Kalau kinerjanya jelek terus kan tidak etis kalau dinaikkan,” ka­tanya.

Mahfudz mengatakan pihak­nya berencana memanggil BIN, BNPT dan Polri pada 14 Sep­tember nanti. DPR ingin melihat apa­kah mereka sudah punya grand design terpadu mengenai penanganan terorisme. “Jangan sampai ini siklus berkala. Ke­tika ada kejadian tertentu per­sep­si itu ada lagi,” katanya.

Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia un­tuk Transparansi Anggaran (FITRA) Ucok Sky Khadafi me­nyebutkan anggaran BIN ta­hun 2012 adalah Rp 1,141 triliun. Tahun 2013 naik sedikit jadi Rp 1,145 triliun.

Dana itu untuk belanja pega­wai sebesar Rp 86,2 miliar. Alo­kasi untuk belanja barang se­besar Rp 850,8 miliar, dan be­lan­ja modal sebesar Rp208,3 miliar.

“Jadi, dengan demikian, alokasi anggaran BIN untuk ta­hun dari 2012 ke 2013 ke­naik­annya hanya sekira Rp3,5 mi­liar. Dan kenaikan yang pa­ling besar hanya untuk belanja pegawai sebesar Rp 7,5 miliar,” katanya.

Untuk tahun depan BNPT me­ngajukan anggaran Rp 152 miliar. Naik sekitar Rp 26 miliar dari tahun 2012. “Paling besar adalah kenaikan anggaran dalam belanja barang sebesar Rp25,3 miliar,” ka­tanya.

Sementara anggaran Polri tahun 2013 Rp 43,4 triliun. Naik sekitar Rp 3,6 triliun. Tahun 2012 anggarannya Rp 39,7 triliun.   [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

TB Hasanuddin Kritik Raffi Ahmad Pakai Seragam TNI: Ada Aturannya!

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48

Prabowo Harus Buktikan Betul-betul Bentuk Zaken Kabinet

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38

Ketum Garuda Diduga Aniaya Wanita Pernah Gagal Nyaleg Lewat Gerindra

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31

Hujan Ringan Diperkirakan Basahi Jakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17

Bambang Haryo Tinjau Pembangunan Terminal Internasional Bimoku

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50

Bahlil Diminta Serius Menata Ulang Aturan Pemanfaatan EBT

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20

Dukung Program Makanan Bergizi, KKP Gerilya Protein Ikan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50

Danjen Kopassus Pimpin Sertijab Sejumlah Posisi Strategis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25

Indonesia Ajak Negara Asia Pasifik Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58

Mbak Ita Optimis Gelaran Sembiz Mampu Gaet Banyak Investor

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30

Selengkapnya