Berita

ilustrasi/ist

Sakti, Sudah Di-blacklist Masih Bisa Menang Tender Pupuk

SENIN, 10 SEPTEMBER 2012 | 18:46 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Salah satu faktor yang membuat suburnya praktek mafia pupuk di tubuh Kementerian Pertanian (Kementan) adalah fenomena kerjasama kotor antara pengusaha hitam dan oknum pejabat di dalamnya.

"Biasanya praktek tersebut terjadi dalam setiap proyek yang APBN di Kementerian itu. Mulai dari pengawalan tender hingga penetapan pemenang tender proyek," kata Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, ketika mengomentari persoalan masih maraknya mafia pupuk di Kementan, dalam rilisnya (Senin, 10/09).

Menurut Uchok, dari hasil investigasi yang dilakukan Fitra terkait dugaan korupsi di pengadaan paket pupuk hayati dan variannya, ditemukan beberapa kejanggalan. Salah satunya adalah adanya perusahaan peserta tender di Paket C untuk pengadaan Dekomposer Cair dan Pupuk Hayati Cair senilai Rp 81 miliar, yakni PT DMP, yang pernah berafiliasi dengan terpidana korupsi wisma atlet dan juga mantan Bendum Demokrat, Muhammad Nazaruddin.


Selain pernah berafiliasi, perusahaan tersebut juga pernah diberi label hitam alias di-blacklist untuk tidak diikutsertakan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di lingkup Kementerian Pertanian selama satu tahun. Lantaran, PT DMP juga dinilai telah telah gagal menjalankan pengadaan Ternak kambing Kacang  pada 2011. Artinya, kata Uchok, PT DMP sebagai Pihak Penyedia Barang dinilai tidak bertanggungjawab dan tidak melaksanankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.

"Kenapa pada 2012 sudah bisa ikut tender lagi, salah satunya tender Pupuk Paket C, ini ada apa? Tidak mungkin perusahaan itu bisa dilibatkan lagi dalam pelaksanaan barang dan jasa jika tidak ada permainan dengan pejabat di dalam. Bahkan, Pejabat Pembuat Komitmen-nya saja sudah diberi sanksi, perusahaanya masih bisa terus ikut pengadaan lagi?" gugat Uchok.

Bahkan, lanjut Uchok, perusahaan yang pernah digunakan Nazaruddin untuk menjebol salah satu proyek di Universitas Sriwijaya, Palembang, itu juga kembali ikut di tender Pengadaan Benih Jagung Hibrida di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2012 di Kementan senilai Rp 70 miliar.

"Lalu hasil laporan Audit Investigasi Inspektorat Jenderal 2011 yang menegaskan perusahaan tersebut di-blacklist dianggap apa? Diangap angin lalu saja? Padahal, semua suratnya dan dokumennya sudah jelas kok. Jangan-jangan perusahaan ini sepertinya sakti sekali, jadi lolos terus di Kementan dan sering menang," tegas Uchok sambil menegaskan investigasi didasarkan pada dokumen-dokumen yang valid.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Martin Hutabarat, sangat geram. Pasalnya, bukan negara saja yang dirugikan tapi juga kaum petani. Karena itu, dirinya  menagih janji KPK untuk segera membongkar mafia pupuk di Kementerian Pertanian. Jika dibiarkan, tidak hanya negara yang dirugikan, tetapi juga petani di Indonesia.

"Sedari awal saat fit and proper test calon pimpinan KPK di DPR, saya di Komisi III sudah meminta pada Bambang Widjojanto agar segera mengusut mafia pupuk di Kementan. Jadi saya tunggu janji dia," kata Martin.

Dia pun mendesak agar KPK segera turun tangan untuk melakukan penyidikan di Kementan. Jangan tunggu sampai para petani marah karena merasa dibohongi.

"Saya pikir ini momen yang tepat bagi KPK karena sudah banyak aduan masyarakat soal dugaan penyimpangan di tender pengadaan pupuk hayati dan dekomposer cair yang berisi lima paket itu, yang kabarnya melibatkan oknum DPR dan eksekutif," ujarnya.

Jika produk pupuk cair yang disediakan ternyata tidak memenuhi standar, maka bukan mustahil jika lahan para petani dan tanamannya rusak. Ancaman gagal panen sudah jelas bisa terjadi.

"Kalau panen gagal, selain petani pastinya rakyat banyak yang dirugikan, dan ini jelas mengancam kemanan pangan bangsa ini," tegas Martin. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya