Berita

Kurtubi Jelaskan Keburukan Iklan Kaleng Migas di Harian Kompas

RABU, 05 SEPTEMBER 2012 | 08:04 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Iklan yang mendukung keberadaan UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas yang dimuat di Kompas bulan Agustus lalu dinilai sebagai upaya untuk membohongi publik, memutarbalikkan fakta, sesat dan menyesatkan. Karena belum diketahui siapa pihak yang memesan, iklan itu pun disebut sebagai iklan kaleng.

"Iklan itu sarat dengan kebohongan publik," ujar pakar perminyakan Kurtubi dalam pertemuan di rumah mantan wakil presiden almarhum Bung Hatta, kemarin (Selasa, 4/9).

Dalam UU itu disebutkan bahwa Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) mewakili pemerintah. Padahal, BP Migas tidak punya aset, dan dengan demikian aset BP Migas adalah aset pemerintah.

Di sisi lain juga disebutkan BP Migas mewakili Ppemerintah menandatangani kontrak dengan perusahaan asing dalam pola business to government (B to G).

Ini bertolak belakang dengan UU 8/1971 yang menyatakan Pertamina sebagai pihak yang menandatangani kontrak dengan perusahaan asing dalam pola business to business (B to B). Menurut UU itu, aset Pertamina jelas terpisah dengan aset Pemerintah. Dengan demikian, pemerintah berada di atas kontrak sehingga kedaulatan negara tetap terjaga.

UU Migas juga menjadi alat untuk melegalkan kekuasaan pihak asing dan swasta atas migas nasional. Hal ini tampak pada pasal 12 ayat 3 yang menyatakan bahwa menteri menyerahkan Kuasa Pertambangan kepada perusahaan asing/swasta.

"Sementara itu, implementasi kepemilikan atas sumber daya migas alam (SDA) migas sengaja dikaburkan dengan tidak adanya pihak yang membukukannya karena BP Migas tidak punya neraca,” papar Kurtubi.

Kurtubi juga mengatakan, UU Migas pada dasarnya melegalkan penguasaan kekayaan migas dengan mendesainBP Migas yang tanpa komisaris. Selain itu, UU Migas disusun dengan tujuan untuk memecah belah Pertamina dengan memaksakan penerapan pola unbundling/devide et empera agar mudah dijual.

Pendeknya, dengan kehadiran BP Migas, tata kelola migas Indonesia menjadi yang paling buruk di Asia Oceania. Hal ini ditandai dengan produksi anjlok, cost recovery melonjak, karyawan BP Migas melonjak 10 kali lipat, merugikan negara dan melanggar Konstitusi. [guh]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya