Berita

Bank Century

X-Files

Dua Tersangka Century Belum Ditangkap Polisi

Penggelapan & Pencucian Uang Oleh Robert Tantular Cs
SENIN, 03 SEPTEMBER 2012 | 09:00 WIB

Kasus pencucian uang hasil pembobolan Bank Century yang ditangani Bareskrim Polri, nyaris tak terdengar perkembangannya. Bahkan, dua kolega Robert Tantular belum ditangkap, alias masih buron. Polisi mengaku masih melacak keberadaan mereka.

Dua orang yang diduga melari­kan dana nasabah Bank Century melalui PT Graha Nusantara Uta­ma (GNU) sebesar Rp 15,4 miliar itu, bernama Umar Mucksin dan Feb­by. Dalam data kepolisian, Umar diduga ke­cipratan uang Cen­tury Rp 8,2 mi­liar. Sedangkan Feby diduga me­nerima dana Rp 7,2 miliar.

Menurut Kepala Bareskrim Pol­ri Komjen Sutarman, nama dua tersangka yang buron itu, te­lah dimasukkan ke dalam daftar pen­carian orang (DPO). Akan te­ta­pi, dia tidak mau membeberkan lokasi yang dijadikan target ke­po­lisian. “Kami juga sudah ber­koor­dinasi dengan pihak terkait, termasuk Interpol,” katanya.

Masih ada sederet nama lain yang diidentifikasi polisi terkait pencucian uang hasil pemb­o­bo­lan Bank Century melalui PT GNU, an­ta­ra lain tersangka Sar­wono, ter­sangka Seftanus Farok, ter­sangka Totok Kuntjoro, Yaya­san Fa­t­ma­wati dan terpidana Ro­bert Tantular.

Dana Century yang dialo­ka­si­kan alias didistribusikan le­wat GNU, berdasarkan data kepo­li­sian, jumlahnya sekitar Rp 176 mi­liar. “Kami fokus mena­ngani kasus penggelapan dan pencucian uangnya,” ujar Sutarman.

Sekadar mengingatkan, yang me­nyangkut apakah ada korupsi di balik bailout Rp 6,7 triliun ter­hadap Bank Century, itu menjadi urusan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka ka­sus Bank Century.

Di kepolisan juga belum tam­pak perkembangan penanganan kasus Century yang signifikan. Su­tarman berharap, berkas per­kara atas nama Totok Kuntjoro yang tengah disidangkan dan di­duga terkait aliran uang ke Ya­ya­san Fatmawati, mampu me­ngungkap keterlibatan pihak lain.

Akan tetapi, dia tidak mau mem­beri jawaban mengenai dugaan adanya perusahaan lain di balik PT GNU dan PT NUS. Peru­sa­ha­an lain itu diduga mengakusisi PT GNU dan PT NUS yang sem­pat gagal melunasi pembayaran aset Yayasan Fatmawati berupa la­pangan golf. Uang perusahaan itu, ditengarai juga berasal dari pembobolan dana Bank Century.

Sumber di kepolisian meng­in­for­masikan, saat GNU dan NUS kolaps, perusahaan lain itu pada 5 Mei 2011 melanjutkan keku­rangan pembayaran ke Yayasan Fatmawati. Namun, anggota tim kuasa hukum Yayasan Fatma­wati, Andreas Dony menyatakan bahwa pihak yayasan menolak menerima pembayaran kedua. Soal­nya, tenggat waktu pemba­ya­ran sudah habis. Lagipula, saat itu sudah ada putusan pengadilan yang menerangkan proses gagal bayar tersebut.

Kemudian, karena tidak mau di­anggap menampung uang hasil ke­jahatan yang dilakukan Robert Tan­tular dan kroninya, pihak ya­ya­san melapor ke kepolisian. Ha­sil­nya, uang Century yang masuk ke re­kening Yayasan Fatmawati me­lalui PT GNU dan NUS se­be­sar Rp 20 miliar pada Mei 2010, dise­rah­kan ke kepolisian untuk disita, dan akan dikembalikan ke kas negara.

Wakabareskrim Irjen Saud Us­man Nasution saat dikonfirmasi mengenai dugaan keterlibatan pe­ru­sahaan lain yang berupaya me­nga­kusisi GNU dan NUS, me­no­lak memberikan penjelasan. Dia beralasan tidak punya kewe­na­ngan untuk menyampaikan me­ka­nisme penyidikan. Lantaran itu, Saud mengarahkan agar kon­fir­ma­si mengenai informasi itu di­ta­nya­kan ke Humas Polri. “Da­ta­nya sudah disampaikan ke Hu­mas,” kata bekas Kepala Densus 88 Polri ini.

Saat disinggung mengenai per­­buruan dua DPO dalam kasus ini, Saud juga  menolak bicara pan­jang lebar. Dia hanya me­ng­ga­ris­bawahi, kepolisian masih me­nge­jar buronan itu serta me­la­kukan penyidikan.

Menurut sumber di kepolisian, se­dang didalami, apakah moti­vasi perusahaan lain tersebut di­dasarkan pada permintaan PT GNU dan NUS. “Atau, atas ini­sia­tif perusahaan itu sendiri,” ucap­nya.  Selain ke PT GNU, dana Bank Century juga masuk ke PT Antaboga Delta Securitas dan re­kening pribadi Robert Tantular di beberapa bank, baik di dalam ne­ge­ri maupun luar negeri. REKA ULANG

Kasus Century Senggol Yayasan Fatmawati

Salah satu kasus Bank Century menyenggol Yayasan Fatmawati. Hal itu terlihat dari berkas per­kara tersangka Toto Kuntjoro yang memuat materi mengenai pengalihan aset Yayasan Fat­ma­wati ke Bank Century. Jual-beli aset berupa tanah bernilai Rp 25 miliar tersebut, sarat muatan pen­cucian uang.

Kabareskrim Polri Komjen Su­tar­man menyatakan, dugaan ada­nya pencucian uang ter­iden­ti­fikasi dari laporan Yayasan Fat­ma­wati. Pengurus yayasan me­nilai, ada kejanggalan pada pe­nga­lihan aset mereka ke tangan be­kas bos Century, Robert Tan­tu­­lar lewat ter­sangka Totok Kunj­toro. Kata Su­tarman, setelah di­selidiki,  Totok merupakan salah satu direktur PT Graha Nusa Utama (GNU).

Keterlibatan Totok, imbuh sum­ber di lingkungan penyidik Ti­pikor Ba­reskrim Polri, diduga diawali pada 2004. Saat itu Totok  yang mem­bawa bendera PT GNU dan PT Nusa Utama Sentosa (NUS) melaku­kan perikatan per­alihan hak atas tanah.

Perjanjian perikatan yang di­buat PT GNU dan PT NUS berisi renca­na pengalihan aset Fat­ma­wati seni­lai Rp 25 miliar. Namun belaka­ngan, PT GNU dan PT NUS gagal bayar. Setelah lewat ja­tuh tempo, kedua perusahaan itu tak mampu memenuhi kewa­jibannya. Dari situ, siapa orang di belakang PT GNU dan PT NUS pun terbongkar.

Dari keterangan saksi-saksi dan tersangka, polisi mendapat pen­jelasan bahwa  Robert Tan­tu­lar, bos Bank Century diduga pu­nya ambisi mengalihkan aset Cen­tury untuk membeli tanah yayasan seluas 2,8 hektar.

Dari transaksi tersebut, polisi menyimpulkan adanya dugaan pencucian uang. Apalagi, dana yang dipakai membayar aset Fat­mawati, terkait dengan dana pro­duk investasi Antaboga Delta Se­cu­ritas  yang dinyatakan bermasalah.  

Dalam pengusutan kepolisian, di­duga uang Century yang di­pa­kai tersangka Totok totalnya Rp 59 Miliar. Uang itu diperoleh Totok dari hasil usahanya ber­sama Ro­bert Tantular mengalih­kan ­aset Cen­tury.

“Modusnya, menjual aset Century yang macet. Lalu di­ali­hkan ke rekening me­reka. Uang itu antara lain digu­na­kan untuk ke­perluan membeli tanah milik Ya­ya­san Fatmawati,” tuturnya.

Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, tambah Sutar­man, sejak Desember 2011 Polri telah memblokir rekening ya­yasan Fatmawati di Bank CIMB Niaga Cabang Gajah Mada.

Menurut Sutarman, keber­a­da­an dana Century di Yayasan Fa­t­ma­wati  mencuat lewat laporan De­wan Pengurus Yayasan Fatma­wati. Laporan bernomor LP559/VIII/2011 itu ditandatangani Dewan Pengurus Yayasan Fat­ma­wati, RP Harisoerahardjo dan HRP Laks­mono. Pelapor minta, Bareskrim mengusut dugaan aliran dana Century yang masuk ke yayasan.

Dokumen-dokumen yang di­ikutsertakan dalam laporan, me­muat keterangan  bahwa Yayasan Fatmawati pemilik lahan 22,8 hektar di Cilandak Barat, Jakarta Se­latan. Dokumen itu juga me­muat keterangan, penggunaan la­han sesuai sertifikat hak guna pa­kai. Keabsahan kepemilikan hak terurai dalam dokumen gambar situasi tanggal 20 Agustus 1990 No­mor 1672/1990.  

Mereka juga melampirkan do­kumen penguasaan hak yang te­lah diputus Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan itu ber­nomor 229/Pdt.G/1995/PN Jak­sel, 5 Juli 1996. Selain itu, me­re­ka menyertakan dokumen putu­san Pengadilan Tinggi Jakarta no­mor 827/ Pdt/1997 tanggal 19 Maret 1999 dan penetapan nomor 1115/Pdt.G/2008/PN Jaksel pada 15 September 2009 yang mene­rang­kan hak pengelolaan aset di­kuasai Yayasan Fatma­wati.

Dalam dokumen akta perda­maian tanggal 13 Desember 2000 Nomor 3, notaris Felix Fran­sis­cus Xaverius Handojo me­ne­rang­kan, Ya­yasan Fatmawati melakukan pe­rikatan peralihan hak atas tanah dengan PT Graha Nusa Utama (GNU) dan PT Nusa Utama Sen­tosa (NUS) pada 2004. Atas dasar ter­sebut, PT GNU dan PT NUS me­lakukan pembayaran ke­pada Yayasan Fatmawati se­be­sar Rp 25 miliar.

Kuasa hukum Yayasan Fat­mawati, Roni Hartawan me­nya­takan, yayasan tidak punya hu­bungan dengan Robert Tantular.

Ingatkan Polisi Jangan Masuk Ke Perdata

Trimedya Pandjaitan, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Tri­medya Pandjaitan mengi­ngat­kan, langkah kepolisian me­ngusut kasus Century yang me­nyeret Yayasan Fatmawati mesti tepat. Sebaiknya, ke­po­li­sian tak terpengaruh pendapat yang berupaya menggiring pe­nanganan perkara masuk ranah perdata.

“Kalau disebut-sebut ada pro­ses gagal bayar, itu ranahnya per­data. Kepolisian tidak ber­we­nang masuk ke situ,” tan­das­nya. Bekas Ketua Komisi III DPR ini mengatakan, polisi su­dah on the track dalam me­ng­u­sut perkara ini. Jadi, sam­bung­nya, kerja kepolisian itu hen­dak­­nya dijaga konsistensinya. Ja­ngan justru salah langkah da­lam mengambil tindakan hu­kum. Hal ini bisa berakibat fatal terhadap institusi kepolisian.

Dia menggarisbawahi, p­e­ker­jaan rumah kepolisian mem­bu­ru para DPO kasus Century ha­rus dimaksimalkan. Kerjasama dengan jaringan Interpol se­luruh negara, semestinya dii­n­tensifkan.

Supaya, keberadaan para bu­ronan tersebut jelas. Kejelasan posisi buronan Century ini se­di­kit banyak membantu kepo­lisian dalam membawa para bu­ronan pulang ke Tanah Air.  “Se­telah menjalani proses hu­kum, tentunya pengembalian aset negara menempati posisi vital,” ucapnya.

Dia menegaskan, kerugian ne­gara akibat tindakan para ter­sangka harus bisa di­tang­gu­la­ngi. Untuk itu, sebelum para pelaku kejahatan atau tersangka kasus korupsi melarikan diri, pe­negak hukum hendaknya mam­pu lebih dulu memblokir dan menyita aset tersangka. “Dengan begitu, kerugian ne­gara yang selama ini terjadi bisa ditekan seminimal mungkin,” ujarnya.

Jangan Setelah Tersangka Buron Baru Ada Proses

Edi Saputra Hasibuan, Komisioner Kompolnas

Komisioner Komisi Ke­po­lisian Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan me­nya­ta­kan, kepolisian tidak boleh te­bang pilih dalam menangani per­kara. Jika bukti-bukti yang ada sudah dianggap cukup, po­lisi harus mengambil langkah hu­kum yang cepat dan tepat.

“Jangan setelah tersangkanya buron, baru ada proses hukum. Bisa sia-sia semuanya,” kata­nya. Dia mengemukakan, bu­ron­nya para DPO dipicu masih le­mahnya mekanisme penga­wa­san di lingkup penegak hukum.

Menanggapi masih ba­nyak­nya DPO ini, dia mendesak ke­polisian lebih progresif mem­buru para buronan.

Caranya, tentu dengan me­man­faatkan semua jaringan yang dimiliki. Sebab, kata dia, keberhasilan membekuk dan membawa pulang buronan itu, akan meningkatkan kepe­r­ca­ya­an masyarakat pada kepolisian.

Edi menekankan, siapa pun yang diduga melanggar hukum, hendaknya diproses sesuai ke­tentuan yang ada. “Jangan ada lagi kesan tebang pilih. Si A di­tindak, sementara yang lainnya tidak, atau bahkan justru dibiar­kan lolos,” tegasnya.

Prinsipnya, tindakan kepoli­sian sekarang ini harus benar-benar mampu memberikan pe­nga­yoman bagi masyarakat.

Terutama masyarakat pencari keadilan. Apabila tidak beru­pa­ya membenahi diri, cepat atau lambat masyarakat akan ber­pa­ling dari kepolisian. Ma­sya­ra­kat akan menggantungkan pe­ngusutan kasus-kasus korupsi ke intitusi lain, seperti kejak­sa­an maupun KPK.  “Jika ini yang terjadi, berarti polisi gagal men­jadi pengayom, pelindung dan pe­negak hukum yang pr­o­fe­sio­nal,” tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya