Berita

PT Askrindo

X-Files

1 Tersangka Kasus Askrindo Tidak Kunjung Jadi Terdakwa

Perkara Pembobolan Duit Negara Rp 439 Miliar
SABTU, 01 SEPTEMBER 2012 | 10:09 WIB

Penanganan kasus pembobolan dana perusahaan asuransi milik negara, PT Askrindo sekitar Rp 439 miliar masih jauh dari kata tuntas. Salah satu tersangka, pengusaha bernama Caydi The, tak kunjung menjadi terdakwa. Pengembalian kerugian negara dalam perkara ini pun masih jauh dari total uang yang diduga dibobol para tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Khu­sus Polda Metro Jaya Kom­bes Sufyan Sjarif mengaku, ber­kas perkara tersangka Caydi The sudah dilimpahkan pihaknya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Menurut Sufyan, semua pe­tun­juk jaksa, sudah dilengkapi pe­nyi­dik Krimsus Polda Metro Jaya. Na­mun, dia menolak mem­be­ber­kan substansi perkara yang d­i­lengkapi itu. “Ada beberapa poin petunjuk jaksa yang kami leng­kapi,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Saat disinggung, kapan berkas per­kara pemilik PT Harvestindo Aset Manajemen (HAM) itu di­kembalikan ke kejaksaan, Sufyan mengaku tidak ingat. “‘Tanggal per­sisnya, nanti saya cek ke pe­nyi­dik. Tapi, sudah dilimpahkan kembali ke kejaksaan,” ujarnya.

Asisten Pidana Khusus Kejak­saan Tinggi DKI Jakarta Adi­tia­war­man mengaku belum tahu bah­wa berkas tersangka Caydi te­lah dikembalikan penyidik Polda Metro ke Kejati DKI. “Saya be­lum terima laporannya. Nanti akan saya cek. Setahu saya, ter­akhir di­kembalikan ke Polda,” katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Senada dengan Sufyan, Aditia berharap, berkas perkara Caydi se­gera selesai alias lengkap. Se­hingga, status Caydi bisa segera di­tingkatkan dari tersangka men­jadi terdakwa. Yang juga penting, ha­rapnya, kerugian negara akibat kasus ini bisa segera ditanggulangi.

Dikonfirmasi kenapa Caydi tak ditahan seperti tersangka lain ka­sus ini, Direktur Reskrimsus Pol­da Metro Sufyan Syarif me­nya­ta­kan bahwa keputusan penyidik tidak menahan Caydi, dilatari si­kap kooperatif si tersangka. Se­lama ini, katanya, Caydi bisa di­ajak kerjasama untuk membuat te­rang kasus Askrindo.

Selain itu, menurut Sufyan, pi­haknya menilai Caydi tidak akan me­larikan diri, tak akan meng­hi­langkan barang bukti, serta tidak akan mengulangi tindak pidana serupa. “Tidak semua tersangka ha­rus ditahan. Ada syarat teknis yang menjadi pertimbangan pe­nyidik untuk tidak menahan se­se­orang,” ucapnya.

Sufyan mengaku, tidak dita­han­nya Caydi bukan karena ada se­toran dari sang tersangka. Caydi, katanya, kooperatif karena mengembalikan aset Askrindo sebesar Rp 10,5 miliar. Uang itu, me­nurutnya, kini disimpan pe­nyidik di rekening khusus pe­nam­pungan barang sitaan.

“Itu re­kening milik negara. Bu­­kan rekening Ditkrimsus. Kami sama sekali tidak memperoleh ke­untungan dari penyitaan aset ters­angka, karena bunga reke­ning langsung masuk ke kas ne­gara,” katanya.

Soal duit Rp 10,5 miliar itu, ter­ungkap dalam sidang di Pe­nga­dilan Tipikor Jakarta pada Senin sore, 27 Agustus lalu. Saat mem­berikan keterangan sebagai saksi, Caydi menyatakan sempat me­ne­rima primesori note Rp 11,4 mi­liar. Dia mengaku mulai mencicil utang kepada Askrindo pada 2009. Pembayaran dilakukan secara bertahap sampai sekarang. “Sudah lunas pokoknya. Bunga­nya yang belum terbayar akan di­perhitungkan,” kata dia.

Tapi, majelis hakim yang sudah cukup lama menangani kasus ini, tidak percaya begitu saja pada ke­saksian Caydi. “Jangan main-main, ancaman hukuman dalam kasus ini  tinggi,” tegas anggota ma­jelis ha­kim Pangeran Napitupulu.

Pangeran pun bertanya, pe­r­nah­kah Caydi memerintahkan un­tuk mentransfer dana ke PT Rea­lliance Aset Management (RAM) agar disalurkan ke Askrindo? Tapi, Caydi malah menyatakan, dana Rp 10,5 miliar telah dise­rah­kan ke polisi. “Ada berita acara penyitaannya. Ada surat sitanya,” kata dia.

Dalam sidang ini, jaksa pe­nun­tut umum juga menghadirkan Di­rektur Utama PT Tranka Kabel Umar Zen ke hadapan majelis ha­kim. Tapi, Umar yang telah ber­status terdakwa, dalam sidang kali ini dihadirkan sebagai saksi.

Dalam kesaksiannya, dia me­ngaku tidak tahu bahwa sejumlah manajer investasi dalam kasus ini saling bekerjasama untuk mem­bo­bol dana Askrindo. Umar juga me­ngaku, baru pada 2008 me­nge­tahui bahwa dana Askrindo itu terkait dengan PT RAM, milik ter­dakwa Ervan Fajar Mandala, yang mengalir ke Tranka Kabel.

“Saya tidak tahu ada kerjasama antara PT RAM dengan As­krin­do. Saya baru tahun tahun 2008 akhir, bahwa uang yang saya terima adalah milk Askrindo,” katanya membela diri. Padahal, Umar diduga menerima uang yang sumbernya dari Askrindo sejak tahun 2004, yakni sebesar Rp 104 miliar.

REKA ULANG

2 Bos Askrindo Sudah Jadi Terpidana

PARA tersangka kasus Askrindo su­dah menjalani proses per­si­da­ngan di Pengadilan Tipikor Ja­kar­ta. Bahkan, bekas Direktur Ke­uangan PT Askrindo Zulfan Lu­bis dan bekas Direktur Investasi PT Askrindo Rene Setiawan telah berstatus terpidana.

Menurut majelis hakim, Zulfan dan Rene terbukti melakukan tin­dak pidana korupsi pengelolaan dana investasi perusahaan asu­ransi di bawah BUMN itu.

“Me­nya­takan terdakwa ter­bukti se­ca­ra sah dan meyakinkan me­la­ku­kan tindak pidana korup­si secara bersama-sama,” ujar Ke­­tua Ma­jelis Hakim Pangeran Na­pitupulu saat membacakan vonis bagi Zulfan pada Kamis, 5 Juli lalu.

Kedua terdakwa itu dijatuhi hu­­kuman lima tahun penjara, ken­dati jaksa menuntutnya 13 ta­hun pen­jara. Sedangkan den­da­nya Rp 1 mi­liar, atau jika tidak di­bayar, di­ganti 6 bulan kurungan.

Kasus ini bermula ketika PT Askrindo menjadi penjamin L/C yang diterbitkan PT Bank Man­diri pada empat perusahaan, yaitu PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT In­dowan dan PT Multimegah. Ke­tika memasuki jatuh tempo, em­pat nasabah itu tak mampu membayar L/C pada Bank Man­diri. Sehingga, Askrindo harus membayar jaminan L/C kepada Bank Mandiri.

PT Askrindo kemudian mener­bitkan Promissory Notes (PN) dan Medium Term Notes (MTN) atas empat nasabah itu. Tu­juan­nya agar jaminan yang diba­yar­kan Askrindo kepada Bank Man­diri, kembali ke kas Askrindo.

PT Askrindo kemudian me­nya­lurkan dana melalui manajer in­vestasi kepada empat nasabah. “Terdakwa menempatkan inves­tasi melalui manajer investasi, de­ngan total dana yang diinvestasi Rp 442 miliar. Tujuannya untuk memberi dana talangan kepada nasabah PT Askrindo yang belum bisa membayar,” kata hakim anggota Alexander.

Namun, manajer investasi dari empat perusahaan, yakni dari PT Jakarta Asset Management, PT Jakarta Investment, PT Reliance Asset Management dan PT Har­vestindo Asset Management tidak dapat mengembalikan dana ke PT Askrindo.

“Penempatan investasi tidak dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, dan tidak meng­hitung risi­ko kerugian. Terbukti, terdakwa melakukan perbuatan melawan hu­kum,” sebut Alexander.

Menurut Pangeran Napitupulu, penempatan dana Askrindo da­lam bentuk repurchase agreement (Repo), kontrak pengelolaan dana (KPD), obligasi dan reksa­da­na telah memperkaya pihak manajer investasi.

Dari dana investasi Rp 442 mi­liar, manajer investasi baru me­ngembalikan Rp 35 miliar. Masih sekitar Rp 407 miliar yang belum kembali ke kas PT Askrindo. “Dana yang belum kembali ada­lah kerugian PT Askrindo. Ka­rena sahamnya milik pemerintah, maka keuangan PT Askrindo adalah keuangan negara,” terang Pangeran.

Patut Diduga Para Pelaku Terkoordinir

M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menduga, ka­sus korupsi dana PT Asu­ransi Kre­­dit Indonesia (As­krin­do) me­­libatkan kelompok intelek­tual yang terkoordinir secara rapi. Bisa diduga pula, pe­la­ku­nya ada­lah kelompok yang biasa me­l­akukan tindak pidana sejenis.

“Pengusutuan kasus ini harus jelas dan transparan. Supaya pe­ngembalian kerugian keuangan negaranya juga jelas,” ujar ang­gota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PAN ini.

Taslim juga meminta, m­e­ka­nisme pengawasan terhadap perusahaan manajer investasi dibenahi agar stabilitas ekono­mi bisa terjaga. Soalnya, jika ka­sus-kasus seperti ini dibiar­kan, akan berdampak buruk pada sektor ekonomi. “Iklim in­vestasi dan usaha bisa ter­gang­gu akibat perkara seperti ini,” katanya.

Dia menegaskan, tugas pe­nga­wasan yang diemban Badan Pengawasas Pasar Modan dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) idealnya ditingkatkan. Pe­n­ingkatan pengawasan itu dapat menjadi modal penegak hukum untuk menentukan upaya hu­kum yang diperlukan. Jadi, ma­syarakat nantinya tidak pesimis menanggapi hasil penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai tingkat vonis kasus seperti ini.

Dia berharap, jika regulasi atu­ran dan sanksi terkait ma­sa­lah ini jelas, maka kasus serupa da­pat diminimalisir pada masa yang akan datang. Sehingga, pelaku kejahatan yang masuk kategori profesional ini bisa di­minimalisir, baik oleh piranti hu­kum maupun unsur penga­wa­­san yang ada.

Cium Indikasi Kongkalikong Dan Rekayasa

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Sekjen Perhimpunan Ma­gis­ter Hukum Indonesia (Sekjen PMHI) Iwan Gunawan me­min­ta hakim Pengadilan Tipikor Jakarta cermat menimbang per­kara. Jangan sampai aktor besar di balik aksi penggasakan dana PT Askrindo divonis ringan.

“Diduga, kasus ini penuh re­kayasa. Sarat muatan kong­ka­li­kong. Hal itu terlihat dari mun­culnya sederet perusahaan ma­najer investasi dalam perkara korupsi ini,” tandasnya.

Dengan kata lain, menurut Iwan, ada semacam broker atau pialang yang secara sengaja bekerja untuk membobol dana Askrindo. Upaya itu, lanjutnya, terindikasi dari pola kerjasama pihak-pihak yang disangka ter­libat, dengan manajer investasi. “Mereka saling kenal. Perusa­haan yang dijadikan pen­ja­mi­nan itu, diduga juga akal-aka­lan,” tandasnya.

Lantaran itu, Iwan me­ngi­ngatkan agar majelis hakim yang menangani kasus As­krin­do, betul-betul mampu me­ng­a­nalisis persoalan secara jernih. Se­hingga, aktor di balik kasus ini juga bisa diadili sesuai ke­tentuan hukum yang ada.

Dia menambahkan, pena­nga­­nan kasus ini masih pan­jang dan berliku. Jadi, ke­po­li­sian, kejak­saan dan pengadilan tidak boleh berpuas diri sampai di sini. “Ma­sih ada pihak lain yang di­duga terkait kasus ter­sebut. Ini harus dikejar dan di­ungkapkan secara pro­por­sio­nal,” tuturnya.

Iwan pun meminta hakim me­ngarahkan perkara ini ke pi­hak-pihak yang diduga menjadi aktor utamanya. “Jika ada pe­tinggi Askrindo lain yang ter­libat, hendaknya segera di­pro­ses tanpa pandang bulu,” tan­dasnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya