Berita

PT Chevron

X-Files

Kasus Chevron Masih Ngendon Di Kejagung

Musim Liburan Lebaran 2012 Telah Usai
SELASA, 28 AGUSTUS 2012 | 10:16 WIB

Liburan Lebaran telah usai, apakah kejaksaan segera membawa kasus dugaan korupsi proyek pemulihan lahan bekas eksplorasi minyak PT Chevron Pasific Indonesia ke Pengadilan Tipikor?

Sebelum Idul Fitri, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Ang­kouw menyatakan, kasus Chevron diupayakan segera ma­suk ke per­sidangan seusai Lebaran.

“Ada penambahan alat bukti. Kini tinggal mencocokkan yang satu dengan yang lainnya. Dalam waktu dekat ke penun­tutan. D­i­usahakan, sehabis Lebaran naik ke penuntutan,” ujar Arnold di Kompleks Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.

Penyidik, lanjut Arnold, masih mencocokkan alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain agar sa­ling berkaitan. Soalnya, kata dia, Kejaksaan Agung ingin me­ngantispasi kegagalan dalam me­nangani perkara-perkara korupsi besar. “Selain itu, masih kami tam­bahkan alat buktinya supaya lebih kuat. Seperti, mencocokkan satu alat bukti dengan yang lain, misalnya transaksi dan surat yang diperlukan,” ujarnya.

Kendati begitu, bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara ini mengaku, jajarannya sudah mengantongi alat bukti yang kuat untuk masuk ke proses penun­tutan. “Kami mau perkara ini secepatnya disidangkan, sembari melakukan pengusutan dan pe­ngembangan,” ujar Arnold.

Akan tetapi, dia mengatakan bahwa Kejaksaan Agung belum memastikan nilai kerugian negara dalam perkara korupsi ini. Ala­sannya, Kejaksaan Agung masih menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pem­bangunan. “Masih dalam proses audit oleh BPKP,” alasannya.

Kejaksaan Agung pun belum melakukan penahanan terhadap para tersangka kasus ini. Namun, katanya, para tersangka itu akan ditahan menjelang proses penun­tutan di pengadilan. “Soal me­na­han kan urusan yang tidak sulit. Kita tunggu saja,” katanya.

Sekadar mengingatkan, Ke­jak­saan Agung telah menetapkan tu­juh tersangka kasus ini. Lima ter­sangka berasal dari PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), yaitu En­dah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Alexiat Tirtawidjaja dan Bachtiar Abdul Fatah. Dua tersangka lain­nya dari perusahaan swasta ke­lompok kerjasama (KKS) yakni, Ricksy Prematuri (Direktur PT Green Planet Indonesia) dan Her­lan (Direktur PT Sumigita Jaya). Semua tersangka telah dicegah ke luar negeri, kecuali Alexiat Tir­tawidjaja yang keburu pergi ke Amerika Serikat.   

Menurut Arnold, berdasarkan keterangan pihak PT CPI, Alexiat masih menemani suaminya yang sakit di negeri Paman Sam. “Tapi, kami tentu akan mengontak ke­dutaan besar Indonesia di Ame­rika untuk progres tersangka AT. Kalau memungkinkan, ya kami panggil,” ujarnya.

Arnold menambahkan, jaj­a­ran­nya juga masih menelisik, apakah oknum-oknum BP Migas dan Kementerian Lingkungan Hidup terlibat dalam kasus korupsi pe­mu­lihan tanah bekas lahan eks­plorasi minyak PT Chevron ini. “Apabila ditemukan alat bukti yang kuat, jangankan hanya pi­hak BP Migas atau KLH, yang lain pun kita proses,” katanya.

Menurut Kepala Pusat Pene­rangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, penyidik masih melakukan pemeriksaan-peme­rik­saan guna melengkapi berkas para tersangka kasus Chevron. Mi­salnya, penyidik memanggil dan mengorek keterangan dua saksi pada Selasa, 14 Agustus lalu.

“Sejak pukul 10 pagi, diperiksa dua saksi, yaitu teknisi lapangan PT Sumigita Jaya bernama Syaf­rul dan Direktur PT Sumigita Jaya Herland. Herland dalam ka­sus ini juga sebagai tersangka, tapi kali itu dia diperiksa sebagai saksi untuk para tersangka lain­nya,” kata Adi.

Kasus ini berawal dari proyek pemulihan lahan bekas eksplorasi PT Chevron Pasific Indonesia di Duri, Riau sejak 2003 sampai 2011. Proyek senilai 270 juta dolar AS itu, disangka Kejaksaan Agung fiktif.

Apalagi, menurut Arnold, salah satu sampel dalam kasus ini (Tph) tidak bisa diuji pihak Ke­menterian Lingkungan Hidup ka­rena tidak ada alat labo­ra­to­rium­nya. Tapi, lanjut dia, pihak KLH tetap memberikan rekomendasi ke­pada BP Migas untuk memba­yar proyek bioremediasi yang di­kerjakan CPI dan dua pe­ru­sa­haan kerjasama operasionalnya. Aki­bat­nya, menurut perkiraan awal Ke­jagung, negara dirugikan seki­tar Rp 200 miliar. Kejaksaan Agung mulai menyelidiki kasus ini pada Oktober 2011.

REKA ULANG

Lima Pakar KLH Jadi Saksi

Lima anggota Dewan Pakar Kementerian Lingkungan Hidup dipanggil penyidik Kejaksaan Agung sebagai saksi kasus pe­mu­lihan tanah bekas lahan esks­plorasi minyak PT Chevron Pa­cific Indonesia (CPI).

“Pemeriksaan terhadap Dewan Pakar dari KLH itu terkait reko­mendasi dan pemberian izin bio­re­mediasi, serta pemberian peng­hargaan kepada PT Chevron ka­rena dianggap berhasil mela­ku­kan pengelolaan lingkungan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.

Tim penyidik menyampaikan surat panggilan kepada lima orang Dewan Pakar Kementerian Lingkungan Hidup itu sebagai saksi, yakni Prof Chandra Setiadi, Dr Edwan Kardena, Prof Yayat Dhahiyat, Dr Herry Y Hadi­ku­su­mah dan Dr Suwarno. “Prof Chan­dra Setiadi tidak hadir, de­ngan alasan ada kesibukan lain. Surat keterangannya ada,” ujar Adi pada Senin, 18 Juni lalu.

Menurut Deputi Bidang Pe­nge­lolaan Bahan Beracun Ber­bahaya (B3), Limbah dan Sam­pah Ke­menterian Lingkungan Hidup Masnellyarti Hilman, pi­hak KLH yang diperiksa sebagai saksi itu memang para pakar. Se­hingga, wajar jika diminta mem­beri ma­sukan kepada pihak lain seperti Chevron.

“Mereka adalah pakar di bi­dangnya, sehingga setiap pihak yang meminta mereka un­tuk memberikan masukan terkait kepakarannya, tidak masalah kan?” ujarnya.

 Kendati begitu, lanjut dia, Kementerian Lingkungan Hidup menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Kejaksaan Agung. “Kami mengikuti saja pro­ses hukum yang berjalan. Me­ngingat masih dalam penyidikan, kita tunggu saja per­kem­ba­ngan­nya dari kejaksaan,” ujar dia.

Kasus proyek fiktif pemulihan lingkungan ini, berawal dari per­janjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT CPI. Sa­l­ah satu poin perjanjian itu me­ngatur tentang biaya untuk me­lakukan pemulihan lingkungan dengan cara bioremediasi.

Bioremediasi adalah teknik pe­normalan tanah setelah terkena limbah minyak. Kegiatan bio­re­mediasi ini seharusnya dilakukan sejak tahun 2003 hingga 2011. CPI telah menunjuk dua per­u­sa­haan un­tuk melakukan bio­re­mediasi, yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ).

Kegiatan bioremediasi yang se­harusnya dilakukan selama per­jan­jian berlangsung, diduga tidak di­laksanakan dua perusa­ha­an swas­ta yang ditunjuk Chevron, ya­itu PT GPI dan PT SJ. Padahal, un­tuk melakukan bioremediasi, ang­garan sebesar 270 juta Dolar Amerika Serikat telah diajukan ke BP Migas.

Program bioreme­diasi itu didu­ga fiktif, sehingga menurut tak­siran awal Kejaksaan Agung, ne­gara dirugikan sebesar 270 juta do­lar AS atau sekitar Rp 200 miliar.

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nir­wanto, dugaan keterlibatan ok­num KLH dan BP Migas akan didalami se­telah jajarannya me­lihat hasil uji la­bo­ra­to­rium terhadap 20 sampel ta­nah ha­sil bioremediasi.

Publik Berhak Tahu Endingnya

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari me­ngi­ngatkan Kejaksaan Agung agar menangani kasus Chevron sam­pai tuntas di pengadilan, dan me­nyeret semua pihak yang di­duga terlibat. “Mesti ditun­tas­kan di pengadilan dan jangan ber­kutat pada tersangka yang itu-itu saja,” katanya.

Eva menegaskan, semestinya Kejaksaan Agung sudah me­ngantongi alat-alat bukti yang kuat ketika melakukan pene­ta­pan tersangka. Sehingga, para tersangka itu bisa segera dibawa ke pengadilan untuk proses pem­buktian yang terbuka bagi masyarakat. Masyarakat harus tahu, apakah para tersangka itu terbukti atau tidak terbukti me­lakukan korupsi. Kejagung ti­dak boleh membiarkan para tersangka itu terus-terusan ber­status tersangka.

Dia mewanti-wanti, kasus korupsi ini perlu mendapatkan kepastian hukum. Makanya, ja­ngan sampai Kejaksaan Agung berlama-lama menangani kasus ini, jika memang sudah tidak ada yang terlalu urgen. Soalnya, masyarakat berhak untuk me­ngetahui penuntasan atau en­ding kasus ini di pengadilan.

“Bukan saja demi kepastian hukum yang merupakan hak ter­­sangka, tapi juga bagi publik untuk menjadi saksi berja­lan­nya proses hukum yang tidak diskriminatif,” tandas Eva.

Ia berharap, tidak ada upaya untuk menggantung perkara ini atau mempermainkannya se­hing­ga tidak tuntas. “Kejak­sa­an harus menunjukkan kinerja yang profesional dan terukur, berupa masa tertentu untuk tiap tahap pe­nyelidikan, penyi­di­kan, penun­tutan dan seter­us­nya,” sarannya.

Dalam penanganan kasus ini pun, lanjut Eva, tidak ada alasan untuk membuat proses bertele-tele. “Tidak bisa tanpa batas wak­tu, karena menyalahi prin­sip akses to justice yang murah dan cepat,” tandas anggota DPR dari PDIP ini.

Dia pun meminta Kejaksaan Agung bisa mengusut dugaan keterlibatan pihak lain, setelah menetapkan tujuh tersangka ka­sus ini. Makanya, Eva berharap ada kemajuan ke arah pe­ngu­sutan pihak lain yang memang terlibat. “Kan harus dikem­bang­kan, dimulai dari tujuh ter­sangka itu. Tapi kalau tidak di­lanjutkan, ya tidak akan bisa ber­kembang. Jangan mandeg dong,” tegasnya.

Bisa Dinilai Diskriminatif

Poltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHI Jakarta

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Ja­karta Poltak Agustinus Sinaga mempertanyakan, apakah ada upaya mengaburkan kasus Chev­ron, sehingga para ter­sang­kanya belum juga dibawa ke pengadilan.

Apalagi, dia mengingatkan, awalnya Kejaksaan Agung me­naksir angka kerugian ke­uangan negara dalam kasus ini sekitar Rp 200 miliar. “Apakah ada permainan? Bagaimana mungkin, para tersangka kasus yang nilai kerugian negaranya sampai Rp 200 miliar tidak di­tahan?” tandasnya.

Poltak pun mengingatkan, Kejaksaan Agung bisa dinilai diskriminatif oleh masyarakat. Soalnya, ada tersangka perkara korupsi lain yang nilai kerugian negaranya di bawah kasus Chev­­ron, ditahan Kejagung.

“Ke­­jaksaan Agung harus mem­berikan sanksi berat, apabila ada jaksa yang terbukti bermain-main dalam kasus ini,” sarannya.

Dia juga meminta Kejaksaan Agung menyampaikan klarifi­kasi kepada publik mengenai pro­ses yang sudah dilakukan da­lam menangani kasus ini. Klarifikasi itu, antara lain ke­napa tersangka kasus dugaan ko­rupsi ini hanya dari pihak swas­ta. “Hampir tidak mung­kin, kasus korupsi, tersang­kanya hanya dari pihak swasta,” tegas dia.

Poltak juga mewanti-wanti pimpinan Kejaksaan Agung dan para penyidik kasus ini, agar tidak mau dilobi pihak mana­pun untuk menghilangkan du­gaan keterlibatan oknum pe­me­rintah. Jangan pula bersepakat de­ngan pihak manapun untuk menghilangkan kasus ini de­ngan cara tak kunjung mem­bawa para tersangka ke pe­ngadilan. “Ini harus dipantau betul,” tandasnya.

Ia berharap, pemberantasan korupsi menjadi salah satu prio­ritas Kejaksaan Agung. Ca­ra­nya, dengan menangani kasus-kasus korupsi secara utuh dan sampai tuntas di pengadilan. “Ja­ngan omong doang alias omdo,” katanya.

Dalam perkara ini, lanjutnya, bila ada tekanan asing pun mes­ti dilawan. “Yang juga bisa jadi per­soalan, pihak penegak hu­kum membuka diri dan ruang untuk dilobi pihak-pihak yang berkepentingan,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya