Tommy Hindratno
Tommy Hindratno
Berdasarkan surat dakÂwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap James Gunardjo, uang suap Rp 280 juta yang digeÂlonÂtorkan kepada Tommy, diambil dari kelebihan pembayaran (resÂtitusi) pajak PT Bhakti Investama tahun 2003 sampai 2010 sebesar Rp 3,420 miliar. Angka itu meÂrupakan akumulasi dari SPT PPH Badan 2010 sebesar Rp 517 juta dan SPT PPN dari 2003-2010 seÂbesar Rp 2,902 miliar.
Skema suap dalam dakwaan terÂhadap James itu, sudah diatur jauh-jauh hari. Hal itu diketahui dari peran Tommy sebagai pengÂhuÂbung tiga pemeriksa pajak PT Bhakti, yakni Agus Totong seÂlaku petugas supervisi, dan Harni MasÂrokim serta Heru Munandar deÂngan James dan Komisaris IndeÂpenden PT Bhakti Antonius Tonbeng.
Dari pertemuan di MNC ToÂwer, Jakarta pada Januari 2011, Tommy mendapat proyek meÂngurus surat ketetapan pajak leÂbih bayar PT Bhakti. Dari peÂrÂteÂmuan itu pula, Tommy menghuÂbungi tim pemeriksa pajak PT Bhakti, yaitu Agus Totong, Harni Masrokrim dan Heru Munandar.
Tommy juga menemui petugas pajak perusahaan masuk bursa, Fery Syarifuddin. Kepada Fery, Tommy menanyakan, apakah mungkin nilai pajak PT Bhakti diatur ulang. Ternyata, upaya Tommy berjalan mulus.
Setelah melewati rangkaian proses yang panjang, pada 20 April 2012, Tommy memberitahu James mengenai keputusan peÂngembalian restitusi pajak kepaÂda PT Bhakti. Saat itu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian KeÂuangan berencana mengemÂbaÂliÂkan restitusi pajak ke rekening PT Bhakti pada 11 Mei 2012. Tapi, total restitusi pajak itu diterima PT Bhakti pada 5 Juni 2012.
Nah, menurut penuntut KPK, pada Selasa 5 Juni 2012 Antonius Tonbeng mengatakan, dana keleÂbihan pajak Bhakti Investama suÂdah diterima seluruhnya sebeÂsar Rp 3.420.449.886 (tiga miliar, 420 juta, 449 ribu, 886 rupiah). “SeÂlanjutnya, Antonius mengaÂtakan, dari jumlah tersebut akan diambil Rp 350 juta,†kata jaksa Sigit Waseso di hadapan majelis hakim.
Pada 5 Juni itu pula, uang Rp 340 juta dicairkan staf keuangan PT Bhakti Aep Sulaeman. Proses penÂcairan dana, dilaksanakan setelah ada persetujuan Direktur Darma Putra Wati dan Direktur Keuangan PT Bhakti Wandhy Wira Riady.
Lebih lanjut, menurut penunÂtut, Antonius menghubungi JaÂmes. Antonius meminta James datang ke kantor PT Bhakti di MNC Tower, Kebon Sirih, JÂaÂkarta Pusat. Lalu pada 6 Juni, JaÂmes datang dan mengambil uang fee. Setelah mÂeÂnerima uang fee, James menemui Tommy. Tapi, jeÂjaknya telah diÂbunÂtuti tim peÂnyelidik KPK. Ia dicokok ketika menyerahkan uang fee Rp 280 juta kepada Tommy.
Soal menyusutnya nominal uang dari Rp 340 juta menjadi Rp 280 juta, penuntut KPK menÂjelaskan, sisa uang Rp 60 juta suÂdah lebih dulu diamankan James di rumahnya.
Penyerahan uang, sebelumnya akan dilakukan di Rumah Sakit Carolus. Tapi Tommy memÂbatalÂkan pertemuan. Dia meminta bertemu di Hotel Harris, Tebet, Jakarta Selatan. Karena perÂtimÂbaÂngan ada kamera pengintai (CCTV) di hotel tersebut, TomÂmy keÂmudian menggeser lokasi perÂtemuan ke rumah makan SeÂderÂhana yang juga berlokasi di Tebet.
Lantaran itu, JPU mendakwa James secara bersama-sama deÂngan Antonius menyuap Tommy. “Terdakwa secara sendiri atau berÂÂsama-sama dengan AntoÂnius TonÂbeng memberikan uang Rp 280 juta kepada pegaÂwai negeri Tommy Hindratno di rumah makan Padang di Jalan Lapangan Ros, Jakarta Selatan,†tegas jaksa Agus Salim. James pun dijerat Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 13 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
REKA ULANG
Belum Ada Tersangka Baru
Penanganan kasus suap Kepala Seksi Pengawasan dan KonÂsultasi Pajak Kantor PelayaÂnan Pajak (KPP) Sidoarjo, Jawa Timur Tommy Hindratno belum menghasilkan tersangka baru. Kepala Biro Humas KPK Johan
Budi Sapto Prabowo beralasan, penetapan status tersangka harus disertai minimal dua alat bukti. “Jika alat buktinya tidak menÂdukung, KPK tidak bisa menÂeÂtapksan status seseorang sebagai tersangka,†ujarnya.
Kendati begitu, Johan meneÂgaskan, KPK berupaya maksimal menyelesaikan kasus ini. ApaÂlagi, berkas perkara James GuÂnardjo, pria yang disangka meÂnyuap Tommy, sudah dilimÂpahÂkan ke Pengadilan Tipikor JaÂkarta. “Kita tunggu fakta-faktaÂnya dibuka di sidang,†ujar Johan sebelum sidang James digelar.
Dari sidang itu, misteri kasus ini dapat terungkap secara gamÂblang. Apa yang memicu terÂjadinya penyuapan akan terkuak. Sehingga, orang yang berada di balik James dalam kasus peÂnyuaÂpan terhadap Tommy, bisa munÂcul. Orang itu kemudian dapat diÂjadikan tersangka, asalkan diÂduÂkung dua alat bukti.
Kendati begitu, KPK tidak semata-mata mendalami kasus ini dari persidangan. KPK misalnya, memeriksa lima pegawai Ditjen Pajak pada Selasa (31/7). BerÂbaÂrengan dengan itu, pemeriksaan dua tersangka juga dilaksanakan. Rangkaian pemeriksaan saksi-saksi ditujukan untuk melengkapi berkas perkara. Hal itu dibuktikan dengan pelimpahan berkas perÂkara atas nama tersangka James Gunardjo ke Pengadilan Tipikor pada Kamis (2/8).
Menurut Johan, keterangan lima saksi yang diperiksa pada Selasa itu, menjadi masukan bagi penyidik untuk melengkapi berÂkas perkara atas nama tersangka James. Kelima saksi itu adalah KeÂpala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III KPP Pratama WoÂnocolo, Jawa Timur, Nina JuniarÂsih, account representative KPP Pratama Wonocolo Rizal Rahmat Hidayat, pegawai Direktorat Jenderal Pajak Syaifullah, pegaÂwÂai KPP Pratama Perusahaan Masuk Bursa Hani Masrokim dan Ferry Syarifudin. Pada saat berÂsamaan KPK juga menggelar peÂmeriksaan tersangka kasus ini, yakni Tommy dan James.
Ditanya ikhwal pemeriksaan lima saksi dan dua tersangka, Johan menjelaskan, pemeriksaan mereka dilaksanakan di ruang yang berbeda. Petugas yang meÂnanganinya pun berbeda. PemeÂriksaan tidak sampai pada tahap mengkonfrontir tersangka deÂngan saksi-saksi. “PemÂeÂrikÂsanÂnya dilakukan di ruangan terÂpiÂsah,†katanya.
Namun, dia menjelaskan, peÂnyidik sudah mengkonfrontir keÂterangan saksi-saksi, keterangan tersangka dan dokumen yang teÂlah disita. “Konfrontir dilakuÂkan sebatas pada mencocokan keteÂrangan saksi-saksi dan tersangka saÂja,†ucapnya.
Keterangan mengenai pemeÂrikÂsaan tujuh orang itu juga diÂsamÂpaikan Kepala Bagian PemÂbeÂritaan dan Informasi KPK PriÂharsa Nugraha. Ia membenarkan, pemeriksaan saksi dan tersangka ditujukan agar motivasi suap daÂpat dibongkar.
Menurutnya, penyidik memiÂliki kapabilitas dan kemampuan mendapatkan keterangan dan bukti-bukti. Jadi, persoalan ada atau tidaknya konfrontir, bukan menjadi kendala untuk mengusut perkara.
Penanganan Kasus Mestinya Utuh
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah berharap, maÂjelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mendorong KPK menuntaskan kasus suap restitusi pajak PT Bhakti InÂvestama secara utuh.
Apalagi dalam dakwaan telah disebutkan, terdakwa James Gunardjo selaku advisor PT Agis, bersama Komisaris PT Bhakti Investama Antonius Z Tonbeng memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara yang bertentangan dengan keÂwenangan dan jabatannya.
“Pemberian tersebut diduga memiliki motif untuk memaÂnipulasi pajak yang menjadi kewajiban PT Bhakti kepada negara. Oleh karena itu, kasus ini tidak mungkin dilakukan tanpa kerja sama antara pihak perusahaan maupun oknum-oknum di lingkungan Ditjen Pajak,†ujarnya.
Perbuatan itu, lanjut politisi PDIP ini, melanggar hukum dan berpotensi merugikan keuangan negara. Selain tindakan itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010, lanjut Basarah, kasus ini juga berpotensi sebagai perkara manipulasi pajak yang ditengaÂrai lazim terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak KeÂmenÂterian Keuangan. “Kasus seperti ini sudah sangat sering dan ramai diberitakan,†katanya.
Makanya, dia berharap, KoÂmisi Pemberantasan Korupsi tidak sepotong-sepotong meÂlaÂkuÂkan pengusutan kasus koÂrupsi di sektor pajak. “KPK haÂrus lebih progresif mengusut kaÂsus ini sampai ke akar perÂmaÂsalahannya,†tandas dia.
Dengan upaya serius dan masÂsif dalam pemberantasan korupsi di sektor pajak, lanjut Basarah, akan membuat efek jera, sehingga kasus seperti itu bisa berkurang di Ditjen Pajak. “Dengan demikian, penaÂngaÂnan berbagai kasus korupsi di lingkungan pajak tidak berÂulang-ulang seperti ini,†ujarnya.
Keberanian KPK Hendaknya Tetap Dijaga
Neta S Pane, Ketua Presidium IPW
Ketua Presidium LSM InÂdonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengingatkan KPK agar tidak perlu ragu atau takut untuk menyampaikan teÂmuan-temuan baru yang terkait kasus suap ini.
Menurutnya, penyuapan oleh James Gunardjo kepada TomÂmy Hidratno diduga untuk tuÂjuan tertentu. “Jadi, motivasi suapnya harus bisa dibongkar. Dari situ akan terlihat siapa saja yang terkait dalam kasus ini,†tandasnya.
Dia menambahkan, keperÂcaÂyaan diri KPK dalam meÂnunÂtaskan kasus menjadi hal yang sangat krusial. Keberanian KPK memproses elit yang disangka bersalah, hendaknya dijaga. TiÂdak ada alasan bagi KPK untuk tunduk atau terkesan tebang pilih dalam menangani perkara.
“Intinya, pemeriksaan saksi dan tersangka kasus suap ini, hendaknya mampu menjawab apa motif di balik penyuapan itu,†ucapnya.
Lantaran itu, Neta meÂnyaÂtakan bahwa kinerja KPK daÂlam menuntaskan perkara-perÂkara korupsi hendaknya diÂawasi secara cermat. Bukan tiÂdak mungkin, lembaga superÂbodi itu juga melakukan keÂsaÂlahan dalam mengusut suatu kasus. “IPW meminta KPK seÂgeÂra menuntaskan penguÂsuÂtan kasus ini secara proporsional dan profesional,†katanya.
Dia menambahkan, kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mendapat pengawalan masyarakat. Seluruh elemen masyarakat, idealnya ambil bagian untuk mengawal KPK. Hal itu ditujukan agar lembaga superbodi ini lebih memiliki power dalam menuntaskan berbagai kasus korupsi.[Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52