Dhana Widyatmika (DW)
Dhana Widyatmika (DW)
Menurut Kepala Pusat PeÂneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, dua tersangka lain yang juga berasal dari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, yakni Firman dan Salman MaqhÂfiÂron, berkasnya sudah dinyaÂtaÂkan lengkap atau P21.
“Berkas tersangka SM dan F, keÂmarin sudah dinyatakan lengÂkap atau P21,†kata Adi di KomÂpÂleks Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan pada Jumat lalu, 10 Agustus.
Dengan demikian, lanjut Adi, daÂlam waktu dekat akan ditinÂdakÂlanjuti dengan penyerahan berÂkas, barang bukti dan dua terÂsangÂka itu ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. “Akan dilimÂpahÂkan ke Pengadilan Tipikor untuk disidangkan,†ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Akan tetapi, karena Hari Raya Idul Fitri sudah semakin dekat, sepertinya dua rekan Dhana itu baru akan disidang setelah musim libur Lebaran usai.
Salman dan Firman akan diÂdakÂwa melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, seÂsuai Pasal 2, Pasal 3, Pasal 12 e huruf B Ayat 1 dan 2 Undang UnÂdang Tindak Pidana Korupsi (TiÂpiÂkor), kemudian Pasal 3 dan Pasal 4 Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Untuk lebih pastinya, kita akan lihat rumusan dakwaan jaksa peÂnuntut umum di pengadilan saja,†ujar Adi.
Sedangkan untuk tersangka dari Ditjen Pajak Herly IsdiÂharÂsono, pengusaha Johnny Basuki dan pengurus pajak Hendro TirÂtajaya, penyidik masih meÂlengÂkapi berkas mereka. “Mudah-muÂdahan dalam waktu dekat, sudah bisa ditingkatkan penaÂngaÂnanÂnya,†ucap Adi.
Untuk mendalami kasus ini, pada Kamis 9 Agustus, tiga keÂpala cabang bank dipanggil peÂnyiÂdik pidana khusus sebagai saksi bagi tersangka Herly IsdiÂharsono. Ketiga saksi itu adalah KeÂpala Cabang BII Taman AngÂgrek, Kepala Cabang Bank Mega Bekasi dan Kepala Cabang BCA Wahid Hasyim.
Namun, hanya Kepala Cabang BII Taman Anggrek yang meÂmeÂnuhi panggilan penyidik KeÂjakÂsaan Agung. “Penanganan perÂkara Herly sudah mengarah keÂpada pemeriksaan pihak bank. Tadi diagendakan, pemeriksaan pihak bank ada tiga orang, tapi yang hadir hanya satu, yaitu KaÂcab BII Mall Taman Anggrek,†kata Adi di sela-sela buka puasa bersama deÂngan wartawan, Kamis (9/8).
Menurut Adi, penyidik akan mengagendakan pemanggilan kemÂbali terhadap kedua saksi yang tidak hadir itu. Yang pasti, peÂnyidik ingin mengorek keteÂrangan mereka mengenai perpuÂtaran uang milik bekas Kepala Seksi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh terÂsebut. “Kami minta keterangan mereka mengenai aliran dana yang diduga terkait korupsi dan pencucian uang,†katanya.
Herly merupakan merupakan bekas atasan DW di Ditjen Pajak, yang diduga menerima gratifikasi dari wajib pajak PT Mutiara VirÂgo (PT MV) milik Johnny BasuÂki, pada kasus penyelesaian pajak kurang bayar tahun 2003 dan 2004.
Herly dan Dhana sama-sama berinvestasi jual-beli mobil di PT Mitra Modern Mobilindo (PT MMM). Perusahaan ini diduga seÂbagai tempat keduanya melaÂkukan pencucian uang.
Herly disangka melanggar PaÂsal 3, Pasal 5 Ayat 1, Pasal 5 Ayat 1, Pasal 11, Pasal 12 Huruf a dan b UU Tipikor, serta Pasal 3 dan 4 Undang Undang Tindak Pidana PenÂcucian Uang. Saat ini, keduaÂnya ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan NeÂgeri Jakarta Selatan.
REKA ULANG
Firman & Salman Dalam Dakwaan Untuk DW
Dhana Widyatmika alias DW kena tiga dakwaan. Pada dakÂwaÂan kedua, muncul nama Firman dan Salman Maghfiron. DW diÂsebut telah melakukan atau turut serta memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korÂpoÂrasi yang merugikan keuangan negara. Caranya, DW bersama tim yang dipimpinnya, meÂlaÂkuÂkan rekayasa besaran pajak PT KoÂrnet Trans Utama (KTU).
Ceritanya begini, terhitung muÂlai 12 Juli 2005, DW ditetapkan sebagai Koordinator Pelaksana PPh Badan II Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Pancoran.
DW kemudian ditugaskan seÂbaÂgai Tim Pemeriksa Pajak sesuai Surat Perintah Pemeriksaan Pajak yang dikeluarkan KPP Pajak PanÂcoran Nomor: Print-155/WPJ.04/KP.0805/2005 tertanggal 18 November 2005.
Berdasarkan surat itu, Tim ini terdiri dari Supervisor Firman, Ketua Tim DW dan anggota tim SalÂman Maghfiron. “Tim inilah yang ditugaskan untuk meÂlaÂkuÂkan pemeriksaan khusus terÂhadap wajib pajak PT Kornet Trans UtaÂma,†kata Koordinator Jaksa PeÂnuntut Umum (JPU) WisÂmantanu saat membacakan dakwaan daÂlam sidang di PeÂngadilan Tipikor, Jakarta pada Senin, 2 Juli lalu.
Pemeriksaan khusus terhadap PT KTU itu menggunakan data eksternal. Atau, menggunakan data yang bukan dari PT KTU. Oleh DW dan Salman, data itu tidak divalidasi melalui Seksi Pengolahan Data Informasi (PDI) Kantor Pelayanan Pajak dan tidak ditandatangani pihak PT KTU. “Hal itu bertentangan dengan Pasal 9 Ayat 1 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan,†tandas Wismantanu.
Pada Desember 2005, DW meÂÂmerintahkan Salman meÂmangÂgil pengurus PT KTU unÂtuk meÂlengÂkapi dokumen SPT Pajak PPh Badan, PPh 21 dan PPn yang seÂbelumnya sudah diÂsampaikan staf akunting PT KTU Riana Juliarti. NaÂmun, kaÂrena tak membawa doÂkumen LaÂpoÂran Keuangan PT KTU 2001, maka dijanjikan satu mingÂgu berikutnya akan dilengkapi.
Masih pada Desember 2005, Salman meminta bertemu pimÂpinan PT KTU di Starbuck Tebet Indraya Square (TIS), Tebet, JaÂkarta Selatan. Selanjutnya, antara Desember 2005 hingga awal Januari 2006, ada dua perÂtemuan antara DW bersama SalÂman deÂngan Direktur Utama PT KTU Lee Jung Ho alias Mr Leo, DiÂrektur PT KTU Rudi AgusÂtianda Sitepu dan Riana.
Dalam pertemuan itu, DW dan Salman menyampaikan kepada pimpinan PT KTU, terdapat data eksternal berupa Laporan KeÂuangan PT KTU 2002 yang berÂbeda dengan Laporan Keuangan PT KTU yang digunakan sebagai dasar pengajuan Surat Pajak TerÂhutang (SPT).
Menurut JPU, DW dan Salman meÂnyampaikan, mereka selaku peÂtugas pajak bisa saja tidak mengÂgunakan data atau laporan keuangan PT KTU yang sudah ada. Tapi, mengacu pada data eksÂternal sebagai dasar pengÂhituÂngan pajak. Apabila data eksterÂnal yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak, maka keÂwajiban pajak PT KTU akan lebih tinggi.
Dengan alasan, KPP akan meÂnerÂbitkan Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PT KTU 2002 yang perhitungannya berÂdaÂsarkan data eksternal, yaitu seÂbeÂsar Rp 3.000.000.000 (tiga miliar ruÂpiah), DW dan Salman menaÂwarkan bantuan mengurangi nilai SKPKB dengan permintaan imÂbalan sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Saat itu, pihak PT KTU belum menentukan sikap, karena harus terlebih dahulu melaporkan peÂnawaran DW dan Salman keÂpada atasan mereka, Mr Cha Jeong Keun. Pada Mei 2007, piÂhak PT KTU memutuskan tidak melaÂyani permintaan DW dan Salman itu. PT KTU akan meÂngajukan kebÂeÂrÂÂaÂtan melalui PeÂngadilan Pajak.
Seusai sidang, pengacara DW, Lutfi Hakim menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak sesuai fakta. “Sebelumnya gembar-gembor soal uang Rp 60 miliar, nyatanya tidak ada dalam dakwaan. Hanya 1 sampai 2 miliar. JPU tidak perÂcaya diri membawa kasus ini ke pengadilan. Ini pepesan kosong,†tandasnya.
Berharap Kasus Dhana Widyatmika Tak Dilokalisir
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding meÂnyamÂpaiÂkan, pengusutan kasus koÂrupsi pajak dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Dhana Widyatmika dkk harus berjalan sampai pada tingkat atasan yang lebih luas jika bukti-bukti memang meÂngarah ke sana.
Sebab, bila kasus ini hanya berhenti pada para pelaku kelas bawah, Kejaksaan Agung bisa dinilai masyarakat tidak sangÂgup membongkar korupsi seÂcara massif. “Jangan meloÂkaÂliÂsir kasus ini. Kita desak KejÂakÂsaan Agung untuk bongkar seÂmua, tidak berhenti pada para tersangka yang sudah diteÂtapÂkan,†ujar Syarifuddin Suding.
Dikatakan politisi Partai HaÂnura ini, kasus besar seperti ini adalah sebuah tantangan besar bagi Kejaksaan Agung. Karena itu, dia berharap lembaga yang kini dipimpin Basrief Arief itu tidak mengecewakan harapan publik untuk memberantas koÂrupsi. “Bila berhasil, maka apÂreÂsiasi publik akan bisa kembali diraih kejaksaan. Tetapi bila tidak, akan kecewa masyarakat kita,†ucapnya.
Dia mendesak Kejaksaan Agung mengusut sampai pejaÂbat elit di Direktorat JenÂderal Pajak Kementerian KeÂuangan apabila memang ada indikasi yang mengarah ke sana. SoalÂnya, di Ditjen Pajak memang raÂwan terjadi tindak pidana koÂrupsi. “Orang-orang yang terÂindikasi kuat, ya harus segera diÂusut. Semua pelakunya harus dibongkar,†ucapnya.
Pola pengusutan yang terkeÂsan dicicil pun harus ditingÂgalÂkan. Pengusutan kasus ini harus lebih progresif. “Sampai ke para pelaku intelektualnya, para bos yang diduga bermain. Semua segera diusut,†pintanya.
Semua Tersangka Sebaiknya Segera Dibawa Ke Pengadilan
Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpuÂnan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer SiÂtungÂkir mengatakan, Kejaksaan Agung mesti menelisik, apakah masih ada pihak-pihak lain di balik para tersangka kasus koÂrupÂsi pajak dan pencucian uang ini.
Menurut dia, jika ditelusuri leÂbih jauh, bisa jadi, ada sejumÂlah indikasi dan bukti untuk mengusut keterlibatan pihak lainÂnya. “Semua tersangka yang ada, sebaiknya segera disiÂdangÂkan. Lalu, dalam pembuktian, jaksa dan hakim mengejar dan membuktikan pihak lain yang belum tersentuh,†ujar Sandi.
Sandi pun mempertanyakan, apakah kasus korupsi seperti ini berkaitan dengan peran sejumÂlah petinggi pajak. “Makanya jangan hanya berhenti pada satu tingkat di atas DW. Satu tingkat di atas DW kan belum sebagai pengambil keputusan,†ujar Sandi.
Menurutnya, kalau hanya seÂkeÂlas kasubbag dan kasubsi yang jadi tersangka, Kejaksaan Agung dapat dinilai belum fokus melakukan penyidikan dan bias. Seharusnya, kata SanÂdi, yang mengeluarkan penÂeÂtaÂpan besarnya kewajiban memÂbayar pajak sampai miliaran, juga perlu ditelisik dugaan keÂterlibatannya.
Dia juga menyarankan agar didalami, apakah pencucian uang sering terjadi di perpaÂjaÂkan berdasarkan jumlah harta yang di luar batas kewajaran. Jaksa harusnya mengejar atasan dan pihak-pihak lainnya.
“PeÂjaÂbat pajak yang meÂmiliki harta di luar kewajaran, patut diÂseliÂdiki apakah diperÂoleh deÂngan cara tidak wajar,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52