Ratna Dewi Umar
Ratna Dewi Umar
Selain itu, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun anggaran 2007 ini, belum ditahan Komisi PemÂberantasan Korupsi. “Belum P21. Tampaknya belum selesai. Masih proses,†ujar Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Saat dihubungi, kemarin, KeÂtua KPK Abraham Samad meÂnyamÂpaikan, Komisi PembeÂranÂtasan Korupsi sama sekali tidak berupaya menggantung peÂnguÂsuÂtan perkara korupsi pengadaan alkes tersebut.
Lantaran itu, Abraham berjanji segera mengecek, sudah seÂjauhÂmana penanganan kasus tersebut di KPK. “Akan saya cek ke baÂgiÂan penyidikan. Yang saya bisa jaÂmin, tidak ada kasus yang dipÂeÂtieskan di KPK,†katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Selain Ratna, tersangka yang beÂlum ditahan dan belum disiÂdang adalah bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis DeÂparÂteÂmen Kesehatan Rustam SyaÂriÂfudÂdin Pakaya. Tapi, Rustam yang kini menjabat Direktur Sumber Daya Manusia Rumah Sakit DharÂmais, ditetapkan KPK sebaÂgai tersangka belakangan, yakni pada 29 September 2011.
Johan beralasan, penahanan terÂgantung kepentingan penyidÂiÂkan. “Belum ada permintaan dari penyidik untuk melakukan penaÂhaÂnan para tersangka kasus ini. KaÂlau penyidik minta mereka ditaÂhan, tentu saja kami tahan,†ujarnya.
KPK telah memanggil dan meÂmeriksa sejumlah saksi kasus peÂngadaan alat kesehatan ini, antara lain karyawan PT PP IGN Artika sebagai saksi untuk tersangka RusÂtam Syarifuddin Pakaya.
Rustam yang merupakan bekas Kepala Pusat Penanggulangan KriÂsis Departemen Kesehatan, diÂtetapkan sebagai tersangka seÂtelah KPK mengembangkan kaÂsus korupsi alkes untuk peÂnangÂgulaÂngan flu burung tahun 2006 dengan tersangka Ratna Dewi Umar.
Rustam ditetapkan sebagai terÂsangka pasca Majelis Hakim PeÂngadilan Tipikor Jakarta menÂjaÂtuhÂkan hukuman tiga tahun penÂjara kepada bekas Sekretaris MenÂteri Koordinator KesejahÂteÂraÂan Rakyat Sutedjo Juwono dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan senilai Rp 40 miliar ini.
Pada proyek pengadaan alkes flu burung tersebut, Rustam berÂperan sebagai Kuasa PengÂguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen. Rustam disangka telah memperkaya diri sendiri.
Rustam disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UnÂdang Undang Pemberantasan KoÂrupsi. Dari Rp 40 miliar dugaan kerugian negara, Rustam disangÂka memperkaya diri sendiri seÂbeÂsar Rp 6,8 miliar. “Saat itu, dia berperan sebagai Kuasa PengÂguna Anggaran dan Pejabat PemÂbuat Komitmen,†kata Johan.
Johan menambahkan, peneÂtaÂpan tersangka terhadap Rustam buÂkan hasil final pengembangan peÂnyidikan kasus tersebut. MenuÂrutÂnya, tidak tertutup kemungÂkiÂnan KPK akan menetapkan terÂsangÂka lain kasus yang telah meÂnyeÂret anak buah Menko KesÂra AbuÂrizal Bakrie, SesÂmenÂkoÂkesÂra SuÂtedjo JuÂwono sebagai terpidaÂna ini. “KeÂmungkinan itu ada, terÂÂganÂtung piÂhak penyidik,†ujarnya.
REKA ULANG
Bekas Menkes Berkali-kali Jadi Saksi
Dalam menangani kasus koÂrupsi pengadaan alat kesehatan, penyidik KPK juga sudah meÂminta keterangan bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sebagai saksi.
Bahkan, Siti mengaku sudah enam kali diperiksa penyidik. “PeÂmeriksaan hari ini sebagai sakÂsi untuk Ibu Ratna Umar terÂkait APBNP 2007. Sebelumnya, saya menjadi saksi bagi beliau dari kasus APBN 2006. Memang saya menterinya waktu itu, dan harus ada yang diterangkan,†ujar Siti setibanya di Gedung KPK pada pagi hari, 7 Februari lalu.
Ratna Dewi Umar adalah bekas Direktur Bina Pelayanan Medik yang menjadi tersangka kasus pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun 2006 dan 2007.
Siti mengaku rela memberikan penjelasan berkali-kali kepada peÂnyidik, mengenai perkara-perÂkara korupsi yang telah menyeret sejumlah bekas anak buahnya menjadi tersangka itu. Bekas anak buah Siti itu berasal dari eselon dua dan eselon tiga KeÂmenÂkes.
“Saya datang ke sini berkali-kali, kasusnya berbeda-beda. Kira-kira tujuh kasus. Satu-satu saya harus memberikan konfirÂmasi dan klarifikasi,†ujarnya.
Sekitar pukul 12.30 WIB, dia selesai menjalani pemeriksaan. Begitu keluar dari Gedung KPK, Siti kembali menyatakan bahwa dirinya hanya dimintai keteraÂngan sebagai saksi bagi tersangka Ratna Dewi Umar. Ratna menjadi tersangka dugaan korupsi peÂngaÂdaan alat kesehatan wabah flu buÂrung. “Ini proyek yang terjadi pada tahun 2007, saya hanya diÂkonfirmasi apa benar ini, apa beÂnar itu dan seterusnya. Jadi saksi untuk Ratna,†ujar Siti yang meÂngenakan batik cokelat.
Mengenai detail dan nilai kasus yang sedang diusut KPK, Siti meÂnyatakan tidak tahu persis. “Saya tidak terlalu tahu, saya hanya saksi. Mengenai pengadaan seÂcara detail itu urusan eselon-eseÂlon,†elaknya.
Menurut Kepala Bagian PemÂbeÂritaan dan Informasi KPK PriÂharsa Nugraha, ada empat kasus dugaan korupsi di KemenÂterian KeÂsehatan yang ditangani KPK, yaitu kasus penanganan flu buÂrung pada 2006, penanganan flu burung 2007, pengadaan alat keÂseÂhatan rontgen 2007 dan peÂnangÂgulangan krisis pada 2007.
“Setiap satu kasus itu ada lebih dari satu tersangka. MisalÂnya, untuk kasus flu burung 2006, Ibu Siti Fadilah diperiksa beberapa kali sebagai saksi unÂtuk tersangka yang berbeda, karena terÂsangÂkaÂnya kan tidak haÂnya satu,†ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa, 23 Agustus 2011, Majelis Hakim PeÂngadilan Tipikor Jakarta menÂjaÂtuhkan vonis 3 tahun penjara keÂpada bekas Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan RakÂyat Sutedjo Yuwono.
Majelis Hakim memutuskan, Sutedjo terbukti bersalah melÂaÂkukan korupsi pengadaan alkes penanggulangan flu burung di Kementerian Koordinator KeseÂjahÂteraan Rakyat pada 2006.
KPK juga mengembangkan kasus lain yang berkenaan deÂngan pengadaan alat kesehatan, bukan hanya perkara pengadaan alkes flu burung. “Kasus alkes itu leÂbih dari satu. Kalau tidak salah, ada empat kaÂsus. Itu berbeda-beÂda,†ujar KeÂpala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.
Kasus Alkes Nggak Semudah Bayangan Orang
Agustinus Pohan, Akademisi Universitas Parahyangan
Akademisi Universitas PaÂrahÂyangan (Unpar) AgusÂtiÂnus PoÂhan menyampaikan, proÂses peÂnyidikan perkara dugaan koÂrupsi pengadaan alat-alat keÂseÂhaÂtan (alkes) di KPK, tidak seÂmudah yang dibayangkan orang.
“Kasus dugaan korupsi peÂngadaan alkes ini cukup serius dan diduga melibatkan banyak pihak. Mungkin saja penyidik merasa butuh waktu untuk memÂperkuat bukti-bukti,†kata Agustinus, kemarin.
Mengenai belum dilakukan upaya penahanan terhadap terÂsangka Ratna Dewi Umar dan Rustam Syarifuddin PaÂkaya, dia menyampaikan, di dalam peraturan perundang-undangan memang tidak ada ketentuan atau kewajiban bagi penyidik untuk melakukan penahanan.
“Penahanan itu bukan sebuah kewajiban, dan itu tidak berÂkeÂnaan dengan unsur keadilan. PeÂÂnahanan dilakukan jika meÂmang penyidik merasa perlu meÂlakukan penahanan. Jadi, itu soal kebutuhan,†ujarnya.
Dia berkeyakinan, penyidik saÂngat hati-hati dan harus meÂmastikan bukti-bukti yang kuat untuk melakukan penuntutan terhadap Ratna Dewi Umar.
“Bisa jadi, KPK butuh proses pendalaman yang lebih matang untuk tersangka Ratna ketimÂbang tersangka yang lain,†ucap Agustinus.
Hal lain yang tidak dapat dipungkiri, lanjut dia, KPK saat ini menangani banyak perkara koÂrupsi besar. Sehingga, proses peÂnyidikan kasus-kasus lain yang lebih kecil seperti tidak terÂekspos. “Saya yakin KPK teÂtap mengusutnya.â€
Kendati begitu, Agustinus meÂngingatkan agar KPK memÂbawa semua tersangka kasus ini ke pengadilan sampai tuntas. “Semua ini harus dituntaskan KPK. Pastikan agar masuk ke penuntutan untuk diadili seadil-adilnya,†ujar dia.
Jangan Gantung Kasus Pengadaan Alat Kesehatan
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar menyampaikan, selama ini harapan masyarakat terhadap KPK dalam pemÂbeÂranÂtasan korupsi sangat tinggi. KaÂrena itu, kasus dugaan koÂrupsi pengadaan alat kesehatan pun harus diusut tuntas, tidak boleh digantung.
“KPK harus membuktikan kesungguhannya dalam memÂberantas korupsi, antara lain dengan cara menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan alÂkes. Ini terkait nama baik KPK,†ujar Dasrul Djabar, kemarin.
Jika sampai hitungan tahun, ada tersangka kasus pengadaan alat kesehatan yang tak kunjung naik ke penuntutan, menuÂrutÂnya, akan menjadi preseden buÂruk bagi KPK.
“KPK harus membuktikan bahwa tak ada peÂnanganan kasus yang bisa diatur, tidak ada tebang pilih,†ujar politisi Partai Demokrat ini.
Dasrul juga menyarankan agar pimpinan KPK mengecek kinerja jajarannya, untuk meÂmasÂtikan sejauh mana proses berjalan. “Pimpinan KPK harus mengontrol, supaya tidak ada permainan dalam penanganan kasus. Orang yang ditetapkan seÂbagai tersangka harus benar-benar dibawa ke penuntutan. Mesti dibawa ke pengadilan unÂtuk dibuktikan, apakah bersalah atau tidak,†ujarnya.
Satu hal lagi, lanjut dia, KPK jaÂngan sampai mencoba memÂpetieskan perkara ini, dengan dalih masih melakukan pendÂaÂlaÂman. “Jangan coba-coba dipeÂtieskan, dan jangan pilih-pilih kasus yang harus diselesaikan,†ujar Dasrul. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58