Berita

dewi aryani/ist

Publika

Perempuan, Ruang Publik dan Tata Kelola Pemerintahan

Oleh: Dewi Aryani
SENIN, 30 JULI 2012 | 08:34 WIB

Perempuan adalah tonggak keberhasilan bangsa. Keberadaannya bagi sebuah bangsa  menjadi pemain kunci dalam berbagai aspek pembangunan. Perannya dalam ruang domestik dan ruang publik semakin meluas seiring dengan kebutuhan zaman.

Memang pada dasarnya, wanita adalah makhluk yang hebat karena sering kali memainkan peran gandanya sekaligus sebagai istri, ibu, dan wanita karir. Sebagai istri, perempuan berperan dalam keberhasilan suami. Sebagai ibu, perempuan berperan dalam mendidik anak-anaknya sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas dan bermoral. Sebagai wanita karir, perempuan bertanggung jawab memastikan pekerjaannya mampu menghasilkan output yang berkontribusi bagi pembangunan bangsa.

Kemampuannya dalam mengerjakan berbagai peran sekaligus tersebut menjadikan perempuan setara dengan laki-laki dan tidak dapat dinomorduakan lagi setelah laki-laki. Apalagi setelah banyak Perempuan Indonesia yang berprestasi dalam berbagai bidang, bahkan menjadi pemimpin pada berbagai organisasi besar.


Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan atas peran perempuan semakin meluas, khususnya dalam berkontribusi dalam berbagai bidang pembangunan. Tanpa perempuan, pembangunan bangsa seolah kehilangan ruh nya. Mahatma Gandhi bahkan pernah berkata bahwa "Banyak sekali pergerakan-pergerakan kita kandas di tengah jalan, oleh karena ketiadaan wanita di dalamnya." Melalui ucapannya tersebut, Gandhi ingin mengatakan bahwa keterlibatan wanita dalam pembangunan bangsanya adalah hal mutlak dan tidak dapat tergantikan, sekalipun oleh laki-laki.

Di masa yang akan datang, peran perempuan akan semakin luas dan beragam. Peran di ruang publik akan semakin meningkat dengan banyak bermunculannya sosok-sosok perempuan yang mengambil alih banyak aktivitas ekonomi dan bidang pembangunan lainnya. Peran yang luas dan beragam tersebut di lain pihak menimbulkan ancaman yang semakin besar bagi perempuan. Ancaman tersebut datang baik dari dalam maupun luar dirinya.

Bentuk ancaman tersebut beragam, salah satunya adalah ancaman bagi dirinya dan secara khusus anak-anaknya, atas mulai terkikisnya moral para pemimpin bangsa, termasuk aparat negara yang sering kali melakukan praktek-praktek keji seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena ancaman ini adalah ancaman moral, maka ancaman ini lebih meresahkan bagi para perempuan akibat kekhawatiran menjalarnya moral bobrok ini kepada generasi penerus bangsa, yang tidak lain adalah anak-anak yang mereka didik saat ini.

Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang saat ini berbondong-bondong dilakukan oleh para aparat negara telah menjadi kegelisahan tersendiri di masyarakat. Birokrasi memang sejak dulu dianggap menjadi sarang praktek korupsi dan mal administrasi lainnya. Ironisnya, praktik tersebut semakin meningkat saat ini. Anggapan atas budaya birokrasi yang berbelit-belit dan meminta untuk "dilayani" ketimbang "melayani" masih melekat di kesan sebagian besar masyarakat. Alasan tersebutlah yang menyebabkan sebagian besar masyarakat menjadi resisten dengan sistem birokrasi.

Buruknya performa birokrasi tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, masih melekatnya nilai-nilai rent seeking di diri para birokrat. Akibatnya, penyelewangan kewenangan dan kekuasaan tidak terhindarkan. Kedua, budaya birokrasi tradisional yang terkesan lamban dan tidak responsif menyebabkan kerja-kerja administrasi yang seharusnya berjalan cepat dan efektif, menjadi lebih lama dan berbelit-belit.

Ketiga, resistensi terhadap perubahan. Birokrasi telah dikenal resisten terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan, sehingga tidak ada pendorong agar birokrasi menjadi lebih progresif. Keempat, lemahnya faktor kepemimpinan yang dimiliki oleh para birokrat. Para pemimpin di birokrasi sebagian besar tidak memiliki sifat yang tegas, jujur dan berani. Dengan kata lain, kepemimpinan yang ada di organisasi sektor publik sering kali tidak mampu merubah kondisi birokrasi karena pola kepemimpinan yang tidak efektif.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pembenahan sistem birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang efektif ini akan sangat bergantung pada sosok dan kualitas seorang pemimpin, persis seperti yang disampaikan oleh Mahfud MD pada saat deklarasi birokrasi bersih dan melayani di Universitas Indonesia tahun lalu, bahwa pembenahan birokrasi tidak hanya didasarkan pada teori semata, namun dengan tindakan. Tindakan ini akan memiliki pengaruh yang lebih besar jika secara langsungdiakomodasi oleh pemimpin.

Maka dari itu, kualitas seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya akan menentukan arah sistem birokrasi, apakah akan melanjutkan sistem terdahulu atau merubah sistemnya menjadi lebih baik. Pemimpin yang memiliki kualitas yang baik diharapkan akan membawa kepemimpinan yang efektif pula. Kepemimpinan yang efektif ini akan terlihat dalam hal pendelegasian tugas, cara pengambilan keputusan, cara berkomunikasi dan cara memotivasi para bawahan.

Kualifikasi di atas inilah yang didambakan oleh perempuan. Yaitu pemimpin yang menorehkan berbagai prestasi saat menjabat, selain pemimpin yang memiliki mental dan mindset birokrasi bersih. Di sisi lain, perempuan juga  menghendaki pemimpin yang mampu memberantas korupsi sebagai upaya memperbaiki sistem pemerintahan serta komitmen dari pemimpinnya.

Saat ini, tentu saja, perempuan menjadi kaum yang lebih cerdas dibandingkan dengan era-era sebelumnya. Peningkatan kecerdasan ini menjadikan perempuan tidak lagi memutuskan sesuatu melalui perasaan dan berbagai sifat yang mendeskripsikan kelemahan perempuan, namun dengan latar pendidikan yang semakin tinggi dan pemahaman yang luas. Perempuan mulai menggunakan logika dan fakta ilmiah dalam mengambil keputusan. Begitu halnya dalam memilih pemimpin.

Perempuan Indonesia, khususnya Jakarta telah mampu secara rasional menentukan mana pemimpin yang tepat bagi dirinya, keluarga, dan lingkungannya. Pilihan tersebut tentunya akan mengarah pada sosok yang dapat mengubah Jakarta ke arah yang lebih baik, serta mengikis kegelisahan mereka dari berbagai ancaman yang diterima perempuan.

Jakarta, sebagai etalase Indonesia harus bisa menjadi barometer atau tren baru dalam memilih pemimpin daerahnya. Tren baru tersebut didasarkan pada keputusan masyarakat Jakarta yang memilih berdasarkan rasionalitas, kebutuhan, dan hati nurani, bukan karena uang dan janji semu tapi lebih kepada sosok yang ideal, dan menjadi panutan rakyat karena kejujuran dan kerendahan hatinya.

Penulis adalah Doktor Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya