“Ayo cepat dikit, sudah masuk waktu Ashar. Makanan ini harus sudah selesai dikemas sebelum jam 4 sore,†kata Hasan setelah suara adzan tidak lagi terdengar.
Hasan dan rekan-rekan meÂnyiapkan makanan buka puasa di salah satu ruangan yang terletak di pinggir Jalan Juanda, Jakarta Pusat. Dua puluh empat orang beÂkerja di ruangan berukuran 4x4 meter ini. Mereka berdesak-deÂsaÂkan dengan peralatan dan maÂkaÂnan yang telah matang.
Tim pengemas makanan ini, kata Hasan, mulai bekerja seleÂpas Dzuhur. Targetnya sebelum jam 4 sore, makanan sudah seÂlesai dikemas ke dalam boks. MuÂlai jam 5 makanan itu akan dibawa ke masjid untuk dibagi-bagikan ke masyarakat yang berbuka di situ.
“Kalau tahun-tahun sebeÂlumÂnya, kita bekerja kurang ada ritÂmenya. Sehingga target peÂnyeÂlesaiannya, cenderung meleset. Pernah sebentar lagi buka, maÂkaÂnan belum siap dimasukkan ke boks,†ungkapnya.
Berada tidak jauh dari tempat pengemasan makanan, terdapat ruangan terbuka yang hanya dÂituÂtup kain bekas spanduk. Ruangan ini merupakan dapur umum Masjid Istiqlal. Di tempat inilah bahan makanan untuk berbuka puasa diolah.
Menurut Hasan, setiap tahun di bulan Ramadhan, Badan PelakÂsaÂna Pengelola Masjid Istiqlal (BPPMI) selalu menyiapkan menu berbuka puasa. Dalam seÂhari, kata dia, disiapkan 2 ribu samÂpai 2.500 boks.
“Senin sampai Kamis, kami siapkan makanan berbuka sebaÂnyak 2 ribu boks. Tapi kalau JuÂmat-Minggu, jumlahnya kami tambah menjadi 2.500 boks. KaÂrena memang Jumat-Minggu yang berbuka di sini lebih baÂnyak,†jelas Hasan. Menu maÂkaÂnan di dalam boks seharga Rp 8 ribu.
“Menunya ganti-ganti. Ada teÂlor, daging, ayam atau ikan. Tapi harganya tetap, yakni diÂkisaran Rp 8 ribu,†katanya.
Umumnya, peserta buka puasa adalah orang-orang jauh yang memang sedang dalam perÂjaÂlaÂnan. Tapi tidak sedikit juga warga sekitar yang sengaja datang memang untuk ikut buka bersama di Istiqlal.
“Bahkan kalau hari libur, ada warga yang rumahnya sangat jauh misalnya dari Bekasi atau Depok sengaja datang ke sini. SeÂlain untuk buka puasa, mereka juga sekalian ingin tarawih diÂsini,†bebernya.
Kata Hasan, pihak Masjid IsÂtiqlal sama sekali tidak meÂmuÂngut biaya sepeser pun kepada peserta buka bersama. Semua makanan yang disediakan adalah gratis. Karena memang anggaran yang dipakai untuk membuat makanan juga berasal dari masyarakat.
“Selama Ramadhan, banyak donatur yang datang kesini untuk memberikan sumbangan pada panitia buka puasa. Sumbangan itulah yang nantinya dipakai untuk biayai makanan berbuka selama Ramadhan,†kata pria berkacamata ini.
Ketua Takmir Masjid Istiqlal KH Adnan Harahap mengatakan tidak ada persiapan khusus yang berbeda dari penyelenggaraan acara serupa di bulan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya.
Pria yang sudah menjabat tiga periode ini mengatakan, kegiatan ini sudah berjalan sejak ia belum menjabat sebagai Ketua Takmir. Namun baru terorganisir dengan baik lima tahun terakhir.
“Kalaupun ada yang berbeda, kami mengharapkan ada peÂningÂkatan. Peningkatannya ya dari kualitas makanannya, sebisa mungkin tetap kami tingkatkan dengan menyesuaikan dana yang ada,†katanya.
Perihal pendanaan, Adnan meÂngatakan, kegiatan yang berÂuruÂsan dengan masalah ibadah diÂbiayai kas pendapatan uang sumÂbangan dan kotak amal. Tahun lalu, sepanjang bulan Ramadhan kotak amal harian di Masjid IsÂtiqlal bisa mengumpulkan sekitar Rp 385 juta. Sementara untuk kotak amal yang hanya diedarkan pada saat pelaksanaan shalat JuÂmat pada bulan puasa menÂcapai Rp 383 juta.
Kas yang terkumpul itu biasaÂnya masih tersisa sekitar Rp 60 juta hingga Rp 100 juta pada akÂhir Ramadhan. Dana ini lalu diÂguÂnakan sebagai modal awal unÂtuk pembiayaan kegiatan-keÂgiatan Ramadhan berikutnya.
“Itu belum termasuk minum dan jajanannya, makanya kami masak sendiri kami kasih ke KoÂperasi Istiqlal, mereka kan sudah ada katering, tapi tetap bisa kami pantau. Yang jelas untuk biayaÂnya jauh lebih murah keÂtimbang ambil di luar, tinggal peÂlaÂyaÂnanÂnya saja,†kata pria yang berasal dari Medan itu.
Mengenai distribusi makanan, menurut Adnan, panitia memilih memberikan langsung teratur tanpa nomor antri ataupun kupon. “Masyarakat bisa langsung meÂnempati tempat duduk yang suÂdah disiapkan di koridor, dipiÂsahÂkan antara laki-laki dan peremÂpuan, lalu kami bagikan supaya bisa dimakan bersama ketika waktu berbuka tiba,†katanya.
Masjid Istiqlal mengerahkan 60 petugas untuk meÂnÂdisÂtriÂbusikan minuman dan makanan berbuka puasa gratis ini. Mereka mengenakan seragam merah dan seÂlendang kuning.
Di Depan Kompor Sejak Jam 7 Pagi, Diupah Rp 3 Juta
Sedikit membungkuk, SurÂyani mengambil sodet untuk membalik puluhan ikan yang seÂdang dimasak dalam wajan berukuran besar. Bila sudah maÂtang, juru masak di dapur umum Masjid Istiqlal ini meÂminÂdahÂkaÂnnya ke baskom yang sudah disediakan. Selanjutnya dia menggoreng ikan yang mentah.
Hawa panas yang keluar dari tiga kompor membuat kening wanita paru baya itu tidak berÂhenti mengucur keringat. CeÂlemek yang menutupi bajunya terkadang dipakai untuk meÂngusap keringat.
“Ini menu makanan untuk lusa. Kebetulan untuk besok suÂdah selesai kami masak pada jam 2 siang tadi. Biar besok tiÂdak repot, saya goreng dulu ikan-ikannya,†jelas Suryani samÂbil memindahkan ikan dari baskom plastik ke dalam wajan.
Selain sebagai juru masak, SurÂyani juga tercatat sebagai karÂyawan koperasi Masjid IsÂtiqlal. Selama bulan Ramadhan, dia mendapatkan tugas menjadi koki di dapur umum bersama lima orang lainnya.
“Kalau untuk masak, di dapur jumlahnya ada enam orang termasuk saya. Sedangkan tim lain ada 24 orang yang tugasnya mengemas makanan ke dalam boks,†jelasnya.
Menjadi tukang masak di sini, kata Suryani, bukan perÂkara yang mudah. Selain harus memasak dalam jumlah besar, ia juga berpuasa. Sehingga tak bisa mencicipi rasa makanan yang sedang dimasak. “Jadi kita kira-kira saja, kalau masaknya untuk jumlah segini seberapa banyak bumbunya,†jelasnya.
Suryani sendiri mengaku suÂdah tiga tahun dipercaya panitia menjadi juru masak menu berÂbuka puasa di Masjid Istiqlal. Sejak jam 7 pagi dirinya sudah nongkrong di depan kompor unÂtuk mengolah makanan. “SeÂdihnya saya jarang libur. Di sini boleh libur, tapi tidak boleh di akhir pekan seperti Sabtu dan Minggu,†bebernya.
Ketua Panitia Persiapan TakÂzil Masjid Istiqlal Hasanuddin mengatakan, pihaknya tidak mempekerjakan seseorang deÂngan gratis. Meskipun kegiatan ini dalam rangka ibadah, ada upah yang berhak diterima meÂreka yang bekerja.
“Mereka yang bertugas menÂjadi tim pengemas makanan, kami membayarnya sebesar Rp 1,2 juta sampai Rp 2 juta ruÂpiah per bulan. Ada dari meÂreka yang karyawan koperasi, tapi ada juga yang freelance,†bebernya.
Untuk juru masak, kata HaÂsan, upah yang disediakan seÂdikit lebih besar dari tim peÂngemas makanan. Setiap juru maÂsak, diupah Rp 3 juta.
“Lumayan Bisa Ngirit Biaya Makan...â€
Berbagai alasan dilontarkan kaum muslimin yang berbuka puasa bersama di Masjid IsÂtiqlal Jakarta selama bulan Ramadhan.
Asnen, 28 tahun, warga Pasar Baru Jakarta Pusat mengaku hamÂpir setiap hari datang ke Masjid Istiqlal untuk berbuka puasa. Pria yang sehari-hari beÂkerja di pusat perbelanjaan PaÂsar Baru ini sudah tiba di Istiqlal sekitar pukul 5 sore.
“Lumayan buat ngirit ongkos makan. Apalagi menu yang disajikan cukup baik dan pas untuk orang yang seharian beÂkerja meski puasa seperti saya ini,†katanya sambil tersenyum.
Alasan berbeda disampaikan pasangan suami istri Saiful dan Nani. Mereka bergabung dalam buka bersama karena ingin meÂrasakan suasana kebersamaan. “Enak dari pada maksa pulang ke rumah dulu, mendingan baÂreng-bareng sama banyak orang di sini,†ujar Saiful.
Ketua Panitia Persiapan TakÂzil Masjid Istiqlal Hasannudin mengatakan, suasana ramai tiÂdak hanya saat acara berbuka puasa saja. Saat sahur masjid ini juga ramai didatangi orang yang ingin mendapatkan maÂkanan gratis.
“Selain buka puasa, kami dari panitia juga sediakan sahur gratis bagi kaum muslimin yang mau datang ke Masjid Istiqlal. Tapi itu kami lakukan pada hari sepuluh terakhir bulan RaÂmaÂdhan,†jelasnya.
Meskipun malam hari, samÂbung Hasan, antusias masyaÂrakat yang datang cukup besar. Apalagi, pada masa 10 hari terakhir juga banyak kegiatan yang digelar di Masjid Istiqlal.
Kata dia, beberapa tahun beÂlakangan ini, ada kegiatan sahur on the road. Kegiatan ini meÂrupakan bagi-bagi makanan yang dilakukan kelompok keÂpada warga miskin yang diteÂmui di jalanan.
“Dengan gunakan mobil atau kendaraan lainnya, makanan yang mereka bawa itu akan diÂbagi-bagikan pada pengemis yang memang sudah menunggu di pinggir jalan,†terangnya.
“Nah, biasanya penutup dari acara tersebut, mereka yang meÂlakukan sahur on the road akan kumpul di Istiqlal untuk sahur dan shalat subuh bersama,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30