Setya Novanto
Setya Novanto
“Jangan sampai masalah ini dibiarkan berlarut-larut,’’ tegas Ketua Fraksi ParÂtai Golkar DPR, Setya NovanÂto, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, kelangkaan terjaÂdi karena persediaan kedelai IndoÂnesia tergantung impor dari AmeÂrika Serikat (AS). Kenaikan itu, lanÂjut Novanto, dipicu musim keÂring yang cukup laÂma di AS, seÂhingga mempengaÂruhi produksi kedelai AS sebagai negara proÂdusen kedelai terbesar di dunia.
‘’Sekarang ini banyak perajin tahu dan tempe kewalahan akibat naiknya harga kedelai yang awalÂnya dihargai 435 dolar AS per ton pada Januari, sekarang 520 dolar AS per ton,’’ paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa solusinya?
Salah satu masalah utama saat ini adalah kita sangat tergantung dari kedelai impor AS. Kita harus mencari alternatif lain, impor kedelai dari Argentina dan Brasil yang harganya lebih murah.
Selain itu, kita harus memakÂsiÂmalkan dan memberi kesempaÂtan atau akses lebih kepada koÂpeÂraÂÂsi atau industri kecil dan meÂnengah untuk mengimpor sendiri seÂbÂagai upaya mencegah perÂmaiÂnan para importir kedelai yang selama ini menguasai keÂdelai impor.
Pemerintah telah menurunÂkan tarif bea masuk kedelai sampai nol persen, tanggapan Anda?
Untuk mengatasi kelangkaan sesaat, saya pikir itu solusi yang baik. Namun terlihat sekali kebiÂjaÂkan itu hanya tambal sulam dan tidak menyelesaikan keterganÂtungÂan pada kedelai impor.
Kebijakan ini kurang efektif karena hanya akan melindungi importir. Diperlukan cara lain yaitu dengan perencanaan peÂningÂkatan produksi kedelai nasioÂnal. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif kepada petani kedelai nasional. Kita haÂrus mendorong upaya swasemÂbaÂda kedelai untuk mengatasi geÂjolak kelangkaan kedelai ini.
Bukankah swasembada keÂdeÂlai suÂlit terealisasi karena kuÂrang lahan?
Menurut saya, kita bisa. Produksi kedelai nasional saat ini diperkirakan sebesar 870 ribu ton. Angka produksi tersebut masih kurang 1,7 juta ton untuk memeÂnuhi kebutuhan nasional yang kini mencapai 2,6 juta per ton. Bila luas areal produksi tahun ini yang diperkirakan 648 ribu hekÂtar, maka negeri kita membutuhÂkan minimal 18,3 juta hektar lagi untuk memenuhi kebutuhan naÂsional sendiri.
Apa masalah sesungguhnya sehingga kita selalu tergantung dengan impor?
Permasalahan mendasar adalah Kebijakan pangan kita ditentukan mekanisme pasar. Kita harus menguÂbah kebijakan ini, pemeÂrintah harus mencegah agar harga pangan jangan ditentukan oleh pasar, karena pangan meruÂpakan persoalan yang sangat sensitif.
Presiden Soekarno telah mengingatkan kepada kita semua bahwa pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa dan apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka bersiap menunggu “malapetakaâ€. Kita haÂrus terus mendorong untuk menÂjaga ketahanan pangan nasional.
Bagaimana seharusnya kebijakan ketahanan pangan nasional itu?
Bagi Fraksi Partai Golkar, setiÂdaknya ada tiga faktor yang harus diperhatikan pemerintah. PertaÂma, faktor ketersediaan pangan yang meliputi aspek produksi, kualitas pangan dan manajemen stok pangan. Kedua, faktor disÂtribusi pangan yang terdiri dari keÂtersediaan infrastruktur dan transportasi. Ketiga, faktor keterÂjangkauan dan daya beli dari maÂsyarakat. Hal ini penting mengÂingat pangan merupakan sektor fundamental karena menyangkut hajat hidup masyarakat.
Bagi Fraksi Partai Golkar, setiÂdaknya ada tiga faktor yang harus diperhatikan pemerintah. PertaÂma, faktor ketersediaan pangan yang meliputi aspek produksi, kualitas pangan dan manajemen stok pangan. Kedua, faktor disÂtribusi pangan yang terdiri dari keÂtersediaan infrastruktur dan transportasi. Ketiga, faktor keterÂjangkauan dan daya beli dari maÂsyarakat. Hal ini penting mengÂingat pangan merupakan sektor fundamental karena menyangkut hajat hidup masyarakat.
Bukankah pemeÂrinÂtah sering melakukan kebijaÂkan yang sifatÂnya parsial dan cenderung instan?
Kita mengalami kendala di dalam kelembagaan pangan. Jaman Orde Baru, Badan Urusan Logistik (Bulog) memiliki peran strategis tidak hanya mengendaÂlikan harga komoditi pangan straÂtegis. Tapi juga memastikan keÂtersediaan dan distribusinya. SeÂkarang Kita memerlukan kelemÂbagaan pangan yang kuat. Untuk itu FPG DPR telah mendorong perlunya pembentukan Badan Otoritas Pangan, di dalam revisi Undang-Untang tentang Pangan, yang berfungsi untuk mendorong menciptakan sistem dan mekanisÂme distribusi yang adil dan meraÂta serta menjamin ketersediaan dan stabilitas harga Pangan yang terjangkau daya beli masyarakat
Terjadi alih fungÂsi Âlahan dan lahan telantar, tangÂgapan Anda?
Untuk mencegah alih fungsi laÂhan, sebenarnya kita memiliki UnÂdang-Undang tentang PerlinÂdungan Lahan Pertanian, tetapi hal itu tidak optimal digunakan.
Sedangkan tentang lahan teÂlantar, Fraksi Partai Golkar DPR telah mendorong agar perÂlunya segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Agraria yang terÂlalu lama tertunda. Revisi ini sangat diperlukan untuk mendoÂrong program swasembada paÂngan terutama terkait dengan ke-pemilikan lahan bagi petani untuk pembangunan pertanian.
Sebagai contoh, data Badan Pertanahan Nasional menyamÂpaiÂkan lebih dari 56 persen aset neÂgara khususnya bidang tanah diÂkuasai tak kurang dari 0,2 perÂsen penduduk. Sementara banyak peÂtani tidak punya garapan. Terdapat 7,3 juta hektar tanah teÂlantar dan 1,3 juta hektar di anÂtaranya sangat subur, tapi dikuaÂsai perusahaan. Gara-gara sudah dikuasai berbaÂgai perusahaan ituÂlah yang mengaÂkibatkan terÂhamÂbatnya realisasi swasembada pangan.
Permasalahan lainnya adaÂlah kondisi infrastruktur perÂtanian cukup mengkhawaÂtirkan, apa solusinya?
Itu juga masalah dasar lainnya. Kita perhatikan, pasca Orde Baru, Infrakstruktur pertanian kita praktis tidak mengalami perbaiÂkan dan peningkatan kapasitas. Bahkan cenderung pada kondisi yang mengkhawatirkan.
Saya sudah menginstruksikan kepada kawan – kawan di Fraksi Partai Golkar agar mendorong terus peningkatan anggaran untuk penyediaan infrastruktur pertaÂnian. Kami berterima kasih kepaÂda Presiden SBY yang telah memÂberi perhatian serius untuk memÂbenahi persoalan pertanian saat ini, khususnya terkait persoaÂlan kedelai melalui menteri terkait.
Untuk jangka panjang kita haÂrus terus memperkuat penyediaan infrastruktur pertanian yang meÂmadai, terutama irigasi, jalan, dan sarana transportasi. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59